
Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz*
Hari ini saat yang menggembirakan, yaitu terlaksananya rapat kerja nasional yang pertama dari IKAPETE. Organ-organ yang lain sudah terbentuk, mulai dari presidium nasional, pengurus wilayah, pengurus cabang, kemudian ada juga lembaga yang lainnya.
Kemudian ini memasuki tahapan baru dengan rakernas, rapat kerja mengisi program-program yang nanti akan menjadi kegiatan-kegiatan dasar dari kegiatan yang harus dan yang akan dilakukan oleh seluruh anggota dari IKAPETE. Dari presidium nasional, pengurus wilayah, pengurus cabang dan semuanya.
Dalam hal ini, saya beberapa kali menganggap bahwa ini tidak hanya untuk Pesantren Tebuireng. Karena menurut saya kita sama, jadi apa yang saya gambarkan itu adalah bagaimana Hadratussyaikh itu membuka pintu untuk kita semuanya berkhidmat kepada bangsa, negara dan agama.
Dan saya rasanya tidak terlalu muluk-muluk kalau yang kita harapkan wadah yang ada sekarang ini kita gunakan untuk sama-sama kita berkhidmat karna apa yang ditinggalkan Hadratussyaikh sampai sekarang, saya masih berusaha untuk menggali kembali perjalanan yang luar biasa.
Saya sedang terus menggali dan kemudian ketemu kembali perjalanan sejarah umat Islam. Saya heran saat Indonesia dijajah Belanda 3,5 abad begitu Belanda kembali ke negaranya yang tahlilan kembali tahlilan yang ziarah kubur kembali ke makam, yang muludan sholawat kembali sholawat, artinya kita dijajah 3,5 abad tidak ada kerusakan terhadap tradisi, terhadap budaya dan terhadap peradaban.
Setelah saya telusuri itu karena begitu intensnya, begitu perhatiannya para Masyayikh setelah sekian ratus tahun mendampingi masyarakat. Jadi akhirnya Belanda itu tidak pernah menyentuh budaya peradaban di Indonesia, sehingga kita tidak pernah merasa bahwa kita pernah dijajah Belanda 3, 5 abad.
Setelah saya kaitkan lagi Hadratussyaikh pulang dari Mekkah tahun 1899 kemudian membeli tanah yang ada sekarang untuk membangun pondok itu berjarak antara 200-300 meter dari pabrik gula Cukir, di mana di situ pusat kemaksiatan.
Saya membayangkan bagaimana kondisi mental beliau, kita saja mungkin baru pertama kali ini kalau mendirikan pondok didekat kemaksiatan pasti mikir dulu, beliau di bawah penjajahan Belanda mendirikan pondok yang sangat dekat dengan pusat kemaksiatan, setelah saya telusuri rupanya beliau di Mekah sempat bertemu dan belajar kepada KH. Nawawi al-Bantani.
KH. Nawawi al-Bantani itu lahir pada 1814, kemudian 1825 berangkat ke Mekah kemudian kembali dari Mekkah pada tahun 1828, kemudian terlibat peperangan dengan Belanda pada zaman pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda tahun 1830, Syekh Nawawi akhirnya ditekan Belanda harus kembali ke Mekkah, sejak saat itu beliau mengajar ke Mekkah. Beberapa orang yang datang ke Mekkah dari Banten akhirnya mengadakan perlawanan disekitar tahun 1880an dan banyak mengalami kegagalan.
Lalu kemudian Hadratussyaikh tahun 1892-1988/1999, nah berarti ini merupakan santrinya KH. Nawawi al-Bantani, yang mana disitu diajari bagaimana strateginya melawan Belanda. Jadi perjuangan ulama itu tersambung sejak zaman dahulu kala, paling tidak semenjak zaman pangeran Diponegoro terus nyambung kemudian sampai pada Hadratussyaikh.
Maka kemudian beliau pulang ke Indonesia langsung beli tanah berhadapan langsung dengan maksiat tadi. Tidak tanggung-tanggung yang namanya nahi mungkar itu betul-betul dipersiapkan dengan matang-matang. Dihadapi dan face to face langsung.
Cerita selanjutnya beliau mulai dari awal mendirikan pondok pernah saya sampaikan bahwa di Tebuireng itu setiap hari selasa tidak ngaji, beliau mulai dari awal itu sudah persiapan bagaimana mengajak masyarakat mendampingi dan membersamai masyarakat untuk meningkatkan ekonomi, meningkatkan pendidikan, kemudian mengajarkan yang lain untuk bersama-sama bagaimana bangsa Indonesia ini.
Akhirnya di tahun 1937 di bawah majelis Islam ala Indonesia menyatu dan kemudian NU bergabung di thn 1938 itu perjalanan sejarah bagaimana peran Hadratussyaikh sampai terjadinya penyatuan keukhuwah an bangsa Indonesia ini.
Hal ini selaras dengan tema hari ini, yaitu merajut kebersamaan ini sudah dulu dilakukan Hadratussyaikh di tahun 1938 menyatunya umat Islam dan itu kemudian Belanda sudah melihat, ‘’oh ini satu kekuatan yang nggak bisa dibiarkan.”
Beberapakali diceritakan oleh Kiai Musta’in, bahwa Belanda datang didampingi Jerman kemudian menghadap Hadratussyaikh, pada saat pembicaraan Hadratussyaikh ditawari dan diminta menjadi mufti Indonesia, beliau menolak karena keberatan, tapi apa yang dilakukan, saat perbincangan ada suara anjing menggonggong di depan.
“Anjing siapa itu?” Ucap Hadratussyaikh. Kemudian orang Belanda itu menjawab, “anjing saya.”
“Kok di luar, ayok masuk masa di luar.” Kemudian masuklah anjing itu ke ruang tamu.
Nah cerita itu agak aneh, tapi begitu saya melihat dan saya telusuri lagi, cerita pembicaraan topiknya apa, yang saya pahami Hadratussyaikh merusak pembicaraan dengan cara memasukkan anjing di ruang tamu, kemudian santri Hadratussyaikh pada komen, “kok anjing pada masuk kesini?” walaupun bisik-bisik tetapi Hadratussyaikh tetap mendengar itu.
Begitulah sekilas 1 perjalanan panjang umat Islam, dan bagaimana Hadratussyaikh membuka ukhuwah, yang cukup selaras dengan tema yang diangkat dalam Rakernas dan Halaqoh Kebangsaan Ikapete Nasional kali ini.
*Pengasuh Pesantren Tebuireng.
Ditranskip oleh: Albii