ahmad-faozan_oPengangguran terdidik terus saja mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Upaya pemecahannya belum dilakukan secara serius oleh lembaga pendidikan utamanya pemerintah yang notabene penanggungjawab penyelenggara pendidikan. Selama ini, lembaga pendidikan seperti sekolah dan kampus masih menjadi satu-satunya andalan bagi masyarakat untuk merubah nasib kehidupan mereka. Dengan menempuh jalur pendidikan jalan menggapai cita-cita pun semakin dekat. Tak pelak, lembaga pendidikan dari mulai tingkatan Paud, TK, SD, SMP/MTS, SMA/MA, dan Kampus diserbu ramai-ramai oleh sebagian murid baru dalam setiap tahunnya.

Seiring dengan kemajuan tekhnologi dan informasi seperti sekarang ini, peran lembaga pendidikan untuk melakukan evaluasi penting dilakukan. Dunia persaingan kerja pun semakin kompetitif. Dan hanya orang-orang yang memiliki kemampuan lebih yang dapat memenangkan persaingan di era seperti sekarang ini. Nah, hal demikianlah yang menggugah kesadaran bersama untuk memecahkan problem pengangguran terdidik. Dengan harapan, dapat meraih jalan hidup yang penuh kesuksesan dan keberhasilan di masa mendatang.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran sarjana atau lulusan universitas pada Februari 2013 mencapai 360 ribu orang, atau 5,04 persen dari total pengangguran yang mencapai 7,17 juta orang. Sedangkan pengangguran terdidik menempati ranking atas. Menunjukan problem serba dilematis tentunya bukan? Sudah selayaknya orintasi pendidikan kita tidak terfokus pada urusan akademik semata. Sehingga, tidak menimbulkan kesenjangan yang berlarut-larut. Wajar, jika bangsa ini terus aja krisis manusia-manusia yang memiliki kemampuan lebih.

Mencegah Sejak Dini

Menciptakan kaum terdidik tampil kreatif, progresif, dan mandiri penting dilakukan oleh lembaga pendidikan seperti kampus dan sekolah.  Jika selama ini lembaga pendidikan kita hanya nampak rajin menciptakan manusia-manusia yang berhasil dan hanya mengandalkan angka-angka serta beberapa lembar ijazah semata. Maka, kedepan sudah seharusnya, pendidikan berbasis soft skill perlu ditingkatkan. Misalnya, belajar berwirausaha. Berwirausaha menjadi hal urgen untuk kehidupan saat ini. Seiring semakin besarnya dampak tekhnologi dan infomasi terhadap kehidupan masyarakat saat ini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Diakui maupun tidak, bangsa ini masih membutuhkan wirausahwan muda. Sebagaimana penuturan Deputi Menteri Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawadi “Saat ini, jumlah wirausaha Indonesia masih kurang dari 2 persen atau sebanyak 700 ribu orang, masih dibutuhkan sedikitnya 4 juta wirausaha baru,” dengan begitu, tentunya negeri ini masih kekurangan para wirausahawaan. Semestinya, pemerintah dapat mencetak wirausahawan mumpuni. Mendorong  lembaga pendidikan untuk memberikan ruang gerak kepada para kaum muda penting dilakukan.

Berproses Dengan Baik

Lembaga pendidikan seperti sekolah dan kampus mengesankan tempat sekedar mengejar ijazah. Ketimbang menjadi tempat untuk berproses mengaktualisasikan diri. Ironisnya, hal ini juga tidak disadari oleh sebagian generasi muda untuk sadar diri. Semestinya, dalam upaya menjemput cita-cita di masa depan harus diiringi perjuangan keras. Bukan, justeru terbawa arus yang tak jelas, seperti, pergaulan bebas tanpa batas ataupun bereforia menikmati harta milik orangtua. Belajar keluar dari zona nyaman penting dilakukan oleh generasi muda kita. Sehingga, generasi muda kita punya pengalaman dan bekal memdadai.

Bukankah, seseorang yang bertahun-tahun bersekolah banyak yang tak dapat berbuat apa-apa. Untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, angka-angka tinggi dan bermodalkan ijazah tak menjamin bisa diterima suatu perusahaan. Artinya, belajar berproses dengan baik saat menjadi pelajar ataupun mahasiswa penting. Misalnya, dunia organisasi, tulis-menulis, wirausaha, dll. Yang pada intinya membangun pribadi yang berwawasan luas. Sesungguhnya, melalui pengalaman sejatinya yang membantu menjual nilai daya tawar seseorang.  Jika seseorang hanya bermodalkan ijazah dan minim pengalaman tentunya akan terlempar dari dunia persaingan. Akhirnya, menganggur dengan berbagai alasan menjadi pilihan hidup.

Sudah menjadi rahasia umum, antara seseorang yang pernah mengenyam pendidikan dan tidak. Baik cara berpikir, berperilaku, dan bekerja. Kita lihat perbedaannya dalam kehidupan sehari-hari. Ironisnya, kini jumlah kaum terdidik yang notabene tamatan dari kampus banyak yang menganggur. Diantara faktornya yakni tidak memiliki kemampuan yang lebih dan juga kalah bersaing. Mereka para alumnus pendidikan tinggi misalnya, hanya bermodalkan beberapa lembar ijazah. Tentunya sangat menghawatirkan bukan?

Semestinya, jika semakin banyak masyarakat yang berproses berpendidikan bangsa ini semakin maju. Dan beragam persoalan mudah diselesaikan. Betapa dunia pendidikan kita telah gagal mencetak generasi-generasi ‘tangguh’ penerus perjuangan bangsa. Upaya melakukan intregrasi antara pendidikan berbasis soft skill dan hard skill menjadi relevan saat ini. Pendidikan Soft skill adalah keahlian yang tidak nampak atau lebih dikenal dengan ke arah pengembangan kemampuan sikap dan kepribadian yang mendasar untuk mendukung dalam sosialisasi kehidupan manusia.

Spencer membaginya menjadi tiga bagian. Pertama, tentang kepribadian. Kedua, konsep diri. Dan, ketiga, sikap mental. Artinya, pendidikan skill membantu menyempurnakan kemampuan pelajar diluar akademis. Lebih, afdalnya upaya melakukan sinergisitas antara kemampuan akademik dengan pengembangan potensi yang dimiliki tiap individu. Dengan demikian, akan terwujudnya visi dan misi pendidikan kita. Sebelumnya, Harvard University, Amerika Serikat tahun 2011, melakukan penelitian, bahwasanya kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill, Sedangkan menurut Spencer menyatakan bahwa soft skill menyumbang 70% dalam menunjang keberhasilan seseorang dan hard skill (pengetahuan, keterampilan, dan keahliaan) hanya menyumbang 30% saja. Artinya, pendidikan soft skill menyumbang kesuksesan bagi seseorang.

Ditengah kondisi kehidupan kontemporer, dimana dunia pendidikan kita dihadapkan dengan tantangan global. Selain mampu bersaing juga memberikan dampak positif bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika, dunia pendidikan kita masih terjerembrab pada persoalan klasik, yakni sekedar memproduksi manusia dan tak peduli setelahnya. Padahal, biaya pendidikan semakin mahal. Tentunya, perlu dibenahi bukan?

Menurut Undang-Undang RI no. 20 tahun 2003, pasal 3 disebutkan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dalam upaya menciptakan generasi-generasi yang siap dalam menghadapi tantangan global seperti sekarang ini, dibutuhkan generasi yang kreatif, inovatif, dan progresif. Hemat penulis, dalam upaya menanggulangi merebahnya pengangguran terididik ada dua hal. Pertama, dari peran lembaga pendidikan sebagai tempat berproses menjadi manusia terdidik. Kedua, kesadaran dari generasi muda bangsa ini.


Penulis: Ahmad Faozan, Direktur UPPT

Publisher: M. Ali Ridho