ilustrasi puasa

Oleh: Mohammad Naufal Najib Syi’bul Huda*

Puasa adalah ibadah yang dilakukan dengan cara menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya matahari hingga terbenam. Puasa sendiri masih dibagi menjadi puasa wajib dan sunah. Puasa Ramadhan, nadzar dan kafarat adalah contoh dari puasa wajib. Sedangkan puasa sunah seperti puasa Senin Kamis, Daud, dan Ayamul Bidh.

Sebagai muslim yang mendambakan ridha Allah, tidak puas bagi mereka hanya melakukan ibadah fardu. Ibadah sunah pun mereka lakukan dengan semangat. Bahkan ada yang sampai berpuasa di setiap harinya. Namun, ada hal yang jarang diketahui oleh orang awam dalam etika berpuasa. Yakni anjuran tidak menyendirikan puasa di hari Jumat, Sabtu dan Minggu.

Hukum Menyendirikan Puasa Di Hari Jumat, Sabtu Dan Minggu

Sebelum beranjak ke pembahasan, maksud dari kata menyendirikan di sini adalah hanya berpuasa di hari Jumat, Sabtu, atau Minggu saja. Tidak dibarengi puasa di hari sebelum atau sesudahnya. Hal ini hukumnya makruh sesuai dengan keterangan Imam Nawawi dalam kitab Minhajut Tholibin:

وَيُكْرَهُ إفْرَادُ الْجُمُعَةِ وَإِفْرَادُ السَّبْتِ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Artinya: Makruh hukumnya menyendirikan puasa di hari Jumat dan Sabtu.

Dari keterangan ini masih menimbulkan banyak pertanyaan, seperti mengapa makruh? Apa dalilnya, apakah berlaku kepada semua puasa? Mari kita bahas satu per satu!

Dalil Kemakruhan Puasa Di Hari Jumat

Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj, Imam Al-Khotib As-Syirbini mencantumkan dalil permasalahan ini.

 لَا يَصُمْ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ

Artinya: “Janganlah salah satu di antara kalian berpuasa di hari Jumat kecuali berpuasa sehari sebelum atau setelahnya.” [H.R Bukhori]

Setelah itu beliau memaparkan beberapa ‘illat atau alasan mengapa hal ini dimakruhkan.

  • Pertama, supaya kuat beribadah di hari Jumat.
  • Kedua, agar tidak menyerupai orang Yahudi dalam mengagungkan hari Sabtu.
  • Ketiga, agar tidak disangka wajib. Terakhir, karena hari Jumat adalah hari bergembira dan makanan.

وَلِيَتَقَوَّى بِفِطْرِهِ عَلَى الْوَظَائِفِ الْمَطْلُوبَةِ فِيهِ، وَلِذَلِكَ خَصَّهُ الْبَيْهَقِيُّ وَجَمَاعَةٌ نَقْلًا عَنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ بِمَنْ يَضْعُفُ بِهِ عَنْ الْوَظَائِفِ، وَالظَّاهِرُ أَنَّهُ لَا فَرْقَ. فَقَدْ قِيلَ: إنَّ الْعِلَّةَ فِي ذَلِكَ لِئَلَّا يُبَالَغَ فِي تَعْظِيمِهِ كَالْيَهُودِ فِي السَّبْتِ، وَقِيلَ: لِئَلَّا يُعْتَقَدَ وُجُوبُهُ، وَقِيلَ: لِأَنَّهُ يَوْمُ عِيدٍ وَطَعَامٍ

Artinya: “Dengan tidak berpuasa diharapkan bisa kuat dalam menjalankan ibadah yang dianjurkan di hari Jumat. Maka dari itu, Imam Al-Bayhaqi dan sekelompok imam mengkhususkan permasalahan ini bagi orang yang tidak mampu menjalankan ibadah. Namun secara lahir tidak ada perbedaan di antara keduanya. Kemudian ada yang mengatakan bahwa alasannya agar tidak meniru Yahudi dalam mengagungkan hari Sabtu. Ada juga agar tidak diyakini kewajibannya. Dan ada pula karena hari Jumat adalah hari raya dan hari makan-makanan.

Dalil Kemakruhan Puasa Di Hari Sabtu Dan Minggu

Dalam kitab yang sama, beliau mencantumkan pula landasan hukum permasalahan ini.

(وَ) يُكْرَهُ أَيْضًا (إفْرَادُ السَّبْتِ) أَوْ الْأَحَدِ بِالصَّوْمِ لِخَبَرِ “لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إلَّا فِيمَا اُفْتُرِضَ عَلَيْكُمْ”

Artinya: “Dimakruhkan pula menyendirikan puasa di hari Sabtu atau Minggu dengan landasan hadis yang berbunyi: Janganlah kalian berpuasa di hari Sabtu kecuali jika ada kewajiban bagi kalian.”

Perlu diketahui kemakruhan ini muncul ketika kita menyendirikan puasa di hari itu. Maka, seandainya kita puasa dua hari yakni Jumat dan Sabtu, kita tidak melaksanakan kemakruhan tersebut.

Imam As-Syirbini melanjutkan penjelasan dalam kitabnya.

وَخَرَجَ بِإِفْرَادِ كُلٍّ مِنْ الثَّلَاثَةِ جَمْعُهُ مِنْ غَيْرِهِ فَلَا يُكْرَهُ جَمْعُ الْجُمُعَةِ مَعَ السَّبْتِ، وَلَا السَّبْتِ مَعَ الْأَحَدِ؛ لِأَنَّ الْمَجْمُوعَ لَا يُعَظِّمُهُ أَحَدٌ

Artinya: “Dikecualikan dari menyendirikan 3 hari tadi adalah mengumpulkan dengan hari yang lain. Maka tidak makruh mengumpulkan hari Jumat dan Sabtu, begitu pula Sabtu dan minggu. Karena jika dikumpulkan, tidak ada salah satu yang diunggulkan.”

Kemakruhan Tidak Berlaku di Semua Puasa

Jika sekilas menyimpulkan keterangan di atas, kita akan memahami bahwa setiap menyendirikan puasa di hari tersebut, kita pasti melakukan kemakruhan. Ternyata tidak demikian. Imam As-Syirbini sudah mengingatkan kita di dalam kitabnya.

تَنْبِيهٌ: مَحِلُّ كَرَاهَةِ إفْرَادِ مَا ذُكِرَ إذَا لَمْ يُوَافِقْ عَادَةً لَهُ، فَإِنْ كَانَ لَهُ عَادَةٌ كَأَنْ اعْتَادَ صَوْمَ يَوْمٍ وَفِطْرَ يَوْمٍ فَوَافَقَ صَوْمُهُ يَوْمًا مِنْهَا لَمْ يُكْرَهْ كَمَا فِي صَوْمِ يَوْمِ الشَّكِّ

Artinya: “Konsekuensi kemakruhan di atas ketika yang dia lakukan bukanlah kebiasaannya. Jika dia melakukan itu karenaa kebiasaan seperti halnya dia biasa puasa Daud dan bertepatan dengan hari-hari itu, maka dia tidak melakukan kemakruhan. Konsep ini sama dengan permasalahan yang terdapat dalam puasa di hari syak.”

Kesimpulannya, kita akan melaksanakan kemakruhan jika hanya puasa di salah satu dari tiga hari di atas. Dan puasanya adalah selain puasa wajib dan puasa yang biasa di lakukan.

Baca Juga: Tetap Sehat dan Bugar saat Berpuasa

*Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Malang.