Sujiwo Tejo saat ceramah di Mesir dalam rangka Haul ke-7 Gus Dur. (Foto: facebook Haul Gus Dur)

Tebuireng.online—Peringatan Haul KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak hanya digelar di Tanah Air Indonesia namun juga di luar negeri, seperti Mesir. Tepatnya Jumat (24/02/17) lalu, Aliansi Ikatan Pelajar Mesir, Garda BMI (Buruh Migran Indonesia), dan Kedutaan Besar (Kedubes) Indonesia turut menyelenggarakan Haul ke-6 Gus Dur di Negeri Piramida itu.

Musisi sekaligus seniman ternama Indonesia, Sujiwo Tejo juga turut menghadiri acara Haul Gus Dur. Sujiwo Tejo secara khusus berkolaborasi dengan insan musisi pelajar Indonesia yang ada di Mesir dengan menyanyikan beberapa “Tembang Jawa” yang syarat makna.

Beberapa lagu dimainkan dengan luwes Tiga lagu di antaranya diambil dari album Pada Suatu Ketika, yaitu: Gara-Gara, Anyam-Anyaman, dan Titi Kala Mangsa. Satu album lagi dari album Mirah Ingsung, yang berjudul Ingsun.

Di sela-sela pertunjukannya, dengan gaya lesehan dan santainya, Sujiwo Tejo membincangkan beberapa hal, termasuk kondisi negeri pada saat ini yang terkesan materialistis sehingga tindak korupsi susah untuk diberantas. “Menghina Tuhan tidak hanya berbentuk penghinaan terhadap kitab suci dan Nabi-Nya tetapi ketika kau berpikir besok akan makan apa, ketika itulah kau telah menghina Tuhan.”

Perlu diketahui, Haul Gus Dur tersebut mengambil tema dari salah satu judul lagu Sujiwo Tejo, yakni Titi Kala Mangsa, (pada suatu ketika). Lagu yang referennya berbunyi “Pamujiku dibiso, sinudo kurban jiwangga, pamungkase kang dur angkar, titi kala mangsa” adalah lagu yang di compose saat demo besar-besaran di Yogyakarta menjelang rezim Soeharto tumpah ruah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sujiwo Tejo menuturkan, nilai yang diperjuangkan Gus Dur yang tercermin dari pertunjukan yang ia bawakan adalah nilai pluralisme. Gus Dur adalah seorang pejuang pluralisme. Dia berpegang teguh bahwa perbedaan agama, suku, ras, bahasa, dan budaya, tidak berarti menjadi alasan untuk terpecah belah, namun justru sebagai sarana kekuatan yang megah.

Dengan dipadukannya cengkok rock, banyuwangi-an, reggae, kadang blues, semua menyatu menjadi alunan harmoni yang sangat dinikmati oleh pendengarnya. Aliran musik yang berbeda tidak berarti perpecahan tetapi justru menghidupkan.

“Dari pentas musik untuk Gus Dur ini, aku berharap orang-orang beragama dengan hati, sebagaimana Gus Dur yang mencintai kesenian, khususnya musik,” ujar Sujiwo Tejo, lantas tersenyum.

Malam itu, pada acara pentas peringatan Haul Gus Dur, tidak hanya panggung untuk musisi yang memainkan nada, penyair dengan puisinya, sufi dengan hikmahnya. Namun, malam itu malam yang berarti untuk seluruh hadirin yang mengenang dan mencintai Gus Dur.


Sumber:          Ulasan dari tulisan M.S. Arifin (Mahasiswa Indonesia di Mesir) yang dimuat di Koran Jawa Pos edisi Minggu, 5 Maret 2017.

Penulis Berita: Rif’atuz Zuhro

Editor:            Munawaro

Publisher:        Farha Kamalia