
Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz*
Almukarromin, para alim, para kiai, para bunyai, dan para sesepuh yang saya hormati. Wabil khusus, saya ingin menyampaikan penghormatan kepada Wakil Rois Am PBNU, KH. Anwar Iskandar. Selanjutnya, saya juga menghormati Rois Syuriah PWNU Jawa Timur, KH. Anwar Mansur. Yang saya hormati pula, PC Gubernur atau yang mewakili, dalam hal ini diwakili oleh Bapak Djazuli. Terima kasih atas kehadirannya.
Saya juga ingin menyampaikan penghargaan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Muhammad Zuhri Zaini. Matur suwun, terima kasih atas kesediaan panjenengan menyiapkan tempat dan segala sesuatunya. Tak lupa, saya menghormati KH. Abdul Khamid Wahid yang telah menyampaikan sambutan selamat datang. Terima kasih juga kepada Gus Khamid, ini sungguh luar biasa.
Alhamdulillah, Nurul Jadid dapat dijadikan contoh bagi pesantren lainnya. Sebab, di Nurul Jadid, semua kegiatan dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Hal ini menunjukkan kekompakan dan dedikasi kita dalam mengabdi kepada Nahdlatul Ulama. Terima kasih kepada segenap pengurus Tanfidziah Jawa Timur dan pengurus Syuriyah Jawa Timur. Saya juga ingin menyampaikan penghargaan kepada Kiai Abdul Madijawadhi Mahir dan seluruh pengurus lembaga dan banom di lingkungan PWNU Jawa Timur yang saya hormati.
Terima kasih kepada Ketua DPRD Jawa Timur, Bapak Muhammad Musyaffa Rouf, yang telah hadir dalam acara Harlah hari ini. Terima kasih juga kepada Bupati Probolinggo yang saya hormati, beserta segenap Forkopimda Jawa Timur dan Probolinggo, serta pimpinan lembaga dan banom PWNU, Syuriyah, dan Ketua Tanfidziah PCNU se-Jawa Timur yang turut hadir, serta seluruh undangan yang dirahmati Allah SWT.
Alhamdulillah, pada siang hari ini kita dapat berkumpul, bermuwajahah, dan bersilaturahim di tempat yang nyaman ini (red. Pesantren Nurul Jadid). Saya merasa bersyukur karena saat saya berkunjung ke sini beberapa waktu lalu, banyak perubahan yang terjadi. Saya tadi berbicara dengan Kiai Zuhri Zaini, dan beliau menceritakan bahwa lahan, bangunan, dan gedung di Nurul Jadid terus berkembang pesat. Ini merupakan contoh nyata bahwa khidmat NU akan mendapat balasan yang baik dari Allah. Oleh karena itu, ini menjadi contoh yang patut ditiru oleh pondok pesantren lain di Jawa Timur agar mereka juga dapat merasakan kemajuan yang sama.
Dari Nurul Jadid, saya melihat banyak perkembangan, terutama dalam hal kemampuan personal dan keterampilan santri. Selain itu, banyak pelatihan yang diselenggarakan, bahkan ada santri yang dikirim ke China untuk belajar. Ini menunjukkan bahwa pencarian ilmu tidak terbatas pada lokasi, bahkan sampai ke negeri Cina, sebagaimana dalam hadis yang menyebutkan, “Carilah ilmu hingga ke Negeri Cina.” Saya pernah bertemu dengan seseorang dari Taiwan di Medan, dan ketika saya bertanya mengapa dia ke Indonesia, dia menjawab bahwa dia mengikuti hadis tersebut. Padahal, banyak orang Indonesia yang disarankan untuk belajar ke China, namun belum melakukannya.
Inisiatif Pondok Pesantren Nurul Jadid untuk mengirim santri ke China sangatlah baik. Di sana, mereka belajar dan mengembangkan diri, karena teknologi dan perkembangan di China sangat pesat. Santri kita tidak boleh kalah, kita harus maju, dan mampu menempati posisi penting. Jangan hanya terfokus pada kegiatan di pondok pesantren saja, karena kita bisa tertinggal baik dalam aspek fisik maupun pendidikan. Sejauh ini, sudah banyak santri yang dikirim ke China untuk belajar. Kita memang perlu menjalin komunikasi dengan RRC, karena mereka saat ini giat membangun dan meningkatkan kapasitas SDM mereka, menghasilkan banyak karya yang luar biasa.
Pada siang hari ini, tema acara kita adalah “Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia yang Bermaslahat”. NU didirikan untuk mendampingi umat, pada tahun 1926, di tengah penjajahan Jepang. Saat itu, kondisi bangsa Indonesia sangat sulit, terutama umat Islam dan pondok pesantren yang tertekan. NU hadir untuk menyolidkan pondok pesantren yang tadinya hanya berfokus pada kegiatan ta’lim muta’allim dan kemudian berkembang menjadi wadah organisasi. NU menjadi anugerah luar biasa, karena dengan pendampingan para ulama, masyarakat dapat tetap bersatu dan tidak terpecah.
Sejak didirikan, NU telah menunjukkan sikap toleransi yang luar biasa. Pada tahun 1930, NU mengundang semua organisasi untuk bersatu, dan pada tahun 1937, NU berinisiatif mendirikan Federasi Majelis Islam A’la Indonesia, yang menaungi 13 organisasi di Indonesia untuk menyikapi ordonansi perkawinan yang akan diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. NU juga berperan dalam menyatukan berbagai kelompok, seperti Ahlussunah wal Jamaah, Syarikat Islam, Muhammadiyah, dan lainnya, dalam menghadapi kebijakan kolonial yang merugikan umat Islam.
Pada tahun 1938 dan 1939, NU juga bergabung dengan berbagai organisasi lain, termasuk GAPI (Gabungan Politik Indonesia) dan PAI (Persatuan Arab Indonesia), membentuk federasi yang disebut Majelis Al-A’la Indonesia. Semua ini merupakan prakarsa NU untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dengan memperlihatkan toleransi antar golongan dan agama. Dengan persatuan tersebut, Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Oleh karena itu, kita harus terus menjaga persatuan, meskipun kita memiliki perbedaan dalam faham dan agama. Dengan semangat yang sama, kita harus mengenang perjalanan sejarah NU, yang telah memperjuangkan kemerdekaan dengan kekuatan persatuan umat Islam, ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah bashoriyah. Hal ini penting untuk digali kembali sebagai pedoman dalam membangun bangsa yang lebih baik.
Sangat sedikit perjalanan sejarah perjuangan NU yang dimuat dalam buku sejarah nasional, terutama tentang peran NU dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun, kita masih memiliki kesempatan untuk menggali dan menggunakannya sebagai landasan menuju masa depan. Tentu saja, ukhuwah bukan hanya tentang persatuan semata, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa bersatu dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Saat ini, kita tinggal melanjutkan perjuangan yang telah dimulai oleh para leluhur kita, untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dengan membangun bangsa ini. Fasilitas yang ada di pondok pesantren, seperti yang ada di Nurul Jadid, sudah sangat lengkap, dan semoga pesantren ini terus berkembang, memberi manfaat bagi lingkungan dan umat Islam, serta NU secara keseluruhan.
Semoga kita semua mampu menggalang persatuan dalam bingkai ukhuwah, sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an, “Wa’atasimu bihablillahi jami’an wa la tafarruqu.” Untuk itu, diperlukan banyak usaha, termasuk introspeksi diri mengenai sejauh mana ilmu yang telah kita pelajari, dan apa yang ingin kita capai di masa depan. Pondok pesantren harus terus mengembangkan pendalaman ilmu agama, tanpa mengesampingkan kemajuan lain, seperti mengirim santri ke luar negeri untuk belajar.
Akhir kata, saya berharap semua upaya ini memberikan manfaat dan ridho dari Allah SWT, agar kita dapat membangun kembali bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik, sebagaimana yang telah dicapai oleh para pendiri negara ini. Terima kasih sekali lagi kepada Gus Hamid dan seluruh pihak yang telah mendukung acara ini. Semoga Pondok Pesantren Nurul Jadid terus berkembang dan semakin maju di masa depan.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Wallahu muwafiq ila aqwamit thoriq. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Disampaikan dalam acara Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama, yang dilaksanakan di Pesantren Nurul Jadid Probolinggo Jawa Timur.
Pentranskip: Amalia Dwi Rahma