KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah)

Tebuireng.online Pada Ahad (26/01/2019) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta dipenuhi massa Nahdlatul Ulama (NU) yang merayakan harlah ke-73 organisasi wanita terbesar di Indonesia, Muslimat NU. Ketum PBNU, KH Said Aqil Siradj turut hadir dalam acara itu serta memberikan sambutan.

Dalam kesempatan itu Kiai Said Aqil Siradj, mengimbau warga Nahdliyin untuk memimpin umat di berbagai bidang mulai dari pembinaan akhlak, sosial, serta ekonomi di Indonesia. Ia juga membahas peran Agama. Ia menyatakan bahwa yang menjadi imam masjid, khatib masjid, pengurus KUA, hingga Menteri Agama di Indonesia harus warga NU. Bahkan menurutnya jika tidak demikian, maka semua akan menjadi salah.

Cucu pendiri NU sekaligus Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahudin Wahid (Gus Sholah) menyatakan setuju, bahwa Menteri Agama berasal dari NU.

”Kalau menteri agama saya setuju dari NU, Menteri Pendidikan dari Muhammadiyah. Kalau tadi apa imam, khatib harus dari NU? Saya menafsirkan ya begitu, warga NU atau aktivis NU harus menjadi imam di masjid-masjid yang sekarang dianggap bermasalah. Masjid-masjid yang dianggap menyampaikan khutbah yang mungkin menyimpang ataupun menyampaikan suara-suara kebencian serta politik, sosial, agama. Jadi tidak harus imam masjid orang NU, kalau masjidnya Muhammadiyah misalkan atau masjid yang didirikan oleh warga NU. Ya, tidak ada keharusan,” dawuh Gus Sholah dalam wawancara salah satu televisi swasta.

Menurut adik Gus Dur itu, yang harus dilakukan oleh PBNU, yaitu mendorong warga NU dan aktivis NU untuk aktif mengurusi masjid-masjid di kantor-kantor BUMN yang diberitakan banyak terpapar radikalisme.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kiai Said Aqil Siradj juga menyatakan dalam pidatonya di harlah muslimat NU itu, mengharuskan warga NU berperan di bidang politik bahkan berjuang memenangkan tahun politik tahun 2019. Supaya NU berperan syuhada siyasian (perjuangan politik).

Gus Sholah menentang keras pernyataan kiai yang sering mengutarakan ujaran kontroversi itu, dalam pidatonya. Gus Sholah bersikukuh bahwa NU tidak boleh masuk dalam politik praktis.

“Menurut saya itu menyalahi aturan bila NU terlibat politik praktis karena NU dan Muhammadiyah harus tetap menjadi masyarakat sipil jangan aktif di politik praktis. Itu tidak betul kalau NU masuk di politik praktis mereka harus tetap menjadi bagian dari masyarakat sipil, itulah yang membesarkan NU dan Muhammadiyah serta ormas lain dan itu juga yang menjaga Repulik Indonesia, iya kan?,” jelas aktivis HAM itu.

Dengan menjadi masyarakat sipil, lanjut Gus Sholah, NU dapat mengkritisi masyarakat politik. “Politik itu ya pemerintah dan partai-partai politik harus dikritisi. Jangan NU malah menjadi bagian dari masyarakat politik. Itu tidak betul. Kita NU tidak mengatakan seperti itu,” pungkas Gus Sholah.

Pewarta: Abror Rosyidin

Editor/Publisher: RZ