
Oleh: Rara Zarary*
Tebuireng badai air mata
Disaksikan kepergiannya
Angin riuh, risau suara-suara parau terluka
Gus,
Boleh kah aku terbangun dan menganggap ini mimpi?
Belum sampai rasanya aku percaya
Belum pantas rasanya aku melangkahkan kata
Sesak dada
Gemuruh doa
Kami tiada berdaya
Namun harus percaya
Mutiara Tebuireng telah gugur di haribaan Tuhan Yang Esa
Ia kembali ke Surga
Menyisakan jejak begitu terkenang di setiap mata,
Mata hati kami
Gus,
Tak ada apapun yang lebih istimewa
Dari pada pernah berguru padamu, berjumpa denganmu, dan melihat senyummu yang renyah begitu indah
Gus,
Kami tiada tahu,
Bagaimana besok, Tebuireng tanpamu
Selamat jalan Gus Sholah,
Terima kasih telah memberi banyak warna pada bangsa ini
Terima kasih telah menjadi guru terbaik bagi kami
Tenang lah Engkau di sana
Biarlah di sini, kami pelajari arti hidup perlahan-lahan seperti yang kau ajari
Gus,
Berjumpalah dengan orang-orang saleh di sana.
KH. Salahuddin Wahid,
Semoga Allah menyambutmu dengan bahagia.
Biarlah kami berduka, terluka, di sini kami belajar ikhlas, menerima dengan lapang dada meski mata tak lagi mengenal rupanya warna
Semoga di sana engkau benar-benar di Surga.
Al Fatihah…
Tebuireng berduka, 2 Februari 2020