KH. Mustofa Bisri memberi mauidhoh hasanah dalam haflah akhirissanah di Pondok Pesantren Al Aqobah Jombang, Ahad (28/4/19). (Foto: Syarif A)

Tebuireng.online— Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Ahmad Mustofa Bisri mengatakan pemisahan ilmu agama dan ilmu umum yang terjadi di Indonesia saat ini adalah warisan para penjajah terdahulu. Namun hingga hari ini warisan tersebut masih terus terjadi.

Penjajah Belanda punya tabiat yaitu ingin masyarakat Indonesia tetap bodoh. Salah satunya yaitu membuat masyarakat Indonesia ilmunya tidak utuh. Orang yang ahli agama didesain tidak paham ilmu matematika, sains, alias ilmu umum. Begitu juga sebaliknya.

“Didalam Islam tidak ada pemisahan antara ilmu agama dan umum. Silakan buka kitab-kitab kuning. Tapi di Indonesia ini terjadi, belajar matematika dianggap bagian ilmu umum dan belajar fikih dimasukkan kategori ilmu agama. Ini warisan penjajah,” katanya saat mengisi kajian agama di Pondok Pesantren Al-Aqobah Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Ahad (28/4/19).

Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang ini menambahkan akibat terjadi pemisahan antara ilmu agama dan umum membuat masyarakat beranggapan kalau belajar ilmu agama itu di madrasah atau pesantren. Orang pesantren tidak paham ilmu umum.

Bahkan pada tahap selanjutnya, ada istilah kitab untuk pesantren dan buku untuk sekolah formal negeri. Sehingga kitab karangan ulama dimasukkan ke kategori ilmu agama dan tidak dijual di Gramedia. Kitab tersebut hanya bisa diterbitkan oleh Toha Putera atau khusus penerbitan kitab. Padahal kitab dan buku merupakan hal yang sama.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Insinyur mengerjakan bagian bangunan, pesantren bagian doa saja. Kesalahan ini menjadi lumrah. Saya sudah sosialisasikan ini kemana-mana sejak lama tentang masalah intregasi. Semoga para santri nanti tidak hanya bisa bicara tentang agama saja tapi juga isu umum,” tambahnya.

Tokoh agama yang akrab disapa Gus Mus ini lalu mencontohkan negara yang bisa mengintregrasikan ilmu umum dan ilmu agama, membuat keduanya tidak ada perbedaan. Negara tersebut yaitu Iran di Timur Tengah. Para ulama disana tidak hanya pakar tafsir Al-Quran dan hafal teksnya. Tapi lebih dari itu.

Penggabungan istilah ilmu agama dan umum menjadi ilmu saja membuat negara Iran mandiri dan punya banyak ilmuan yang juga hafal Al-Quran. Iran menjadi salah satu negara yang kemajuan dalam bidang militer, pendidikan, sosial dan budaya cukup pesat.

“Terlepas dari sistem imam, di Iran para ayatulallah atau kiai-kiai sana itu tidak hanya pintar agama tapi juga bisa diajak bicara militer, politik, kebudayaan. Karena sistem ilmu mereka tidak ada ini ilmu agama dan ini ilmu umum. Tapi keduanya terintegrasi,” cerita Gus Mus.

Dikatakannya, berdasarkan pengetahuannya di dalam hadits sendiri juga tidak ada pemisahan antara ilmu umum dan agama. Seperti hadits “tholabul ilmi faridlatul”, disini katanya hanya ilmu. Tidak ada tambahan ilmu am atau ilmu addin. Seperti hadits lain juga begitu.

“Para orang tua harus bersyukur digerakkan Allah untuk memondokkan anak di pesantren yang tidak memisahkan ilmu umum dan agama. Semoga barakah,” tandasnya.

Pewarta: Syarif Abdurrahman
Publisher: RZ