Tebuireng.online- Universitas Islam Malang (Unisma) menggelar Seminar Nasional dengan tema “Pemikiran Gerakan Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam Berbagai Prespektif Pemikiran” pada Rabu (06/03/2024) di Gedung Ali bin Abi Thalib, Unisma Malang.
Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz menjelaskan, bahwa tema yang diangkat kali ini memiliki kaitan erat dengan Tebuireng, di mana akan menceritakan perjalanan harakah, cerita perjalanan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dalam memulai pemikiran-pemikirannya mengenai bangsa, tidak hanya meliputi bangsa Indonesia, tetapi juga kepada umat Islam secara keseluruhan.
Beliau juga menuturkan, pemahaman yang beliau tangkap dari cerita Hadratussyaikh ketika di Makkah mengenai kebangsaan.
“Setelah ditelusuri, ternyata Hadratussyaikh pernah belajar dengan Syaikh Nawawi Al-Bantani, yang merupakan salah satu ulama besar di Indonesia kelahiran 1813, yang mana pada tahun 1825 Syaikh Nawawi Al-Bantani ke Makkah dan kembali ke Indonesia pada tahun 1828,” cerita beliau.
Selain itu, Kiai yang akrab disapa Gus Kikin ini juga menjelaskan, pada saat Syaikh Nawawi Al-Bantani pulang ke Indonesia sedang terjadi perang Diponegoro dan beliau ikut andil melakukan perlawanan terhadap Belanda, kemudian karena ada tekanan dari Belanda, Syaikh Nawawi Al-Bantani terpaksa harus kembali ke Makkah.
“Sejak saat itu, setiap orang Indonesia khususnya yang dari Banten, kalau ke Makkah begitu kembali mereka melakukan perlawanan, itu merepotkan Belanda,” jelas beliau.
Lanjut beliau, ketika Hadratussyaikh bertemu dengan Syaikh Nawawi Al-Bantani di Makkah, dari situlah Hadratussyaikh banyak mendapatkan informasi pengetahuan/pengalaman dari Syaikh Nawawi Al-Bantani selama di Indonesia untuk melawan Belanda di Banten.
“Itulah kenapa tidak heran ketika Hadratussyaikh kembali dari Makkah tahun 1899 itu sudah penuh dengan pemikiran-pemikiran bagaimana bangsa ini lepas dari penjajah,” tambah beliau.
Di samping itu, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dengan 6 sahabatnya pernah berikrar bersama di depan Multazam untuk berusaha memerdekakan negara masing-masing.
Beliau melanjutkan narasi, berkaitan dengan cerita Turki Utsmani pada tahun 1909, Sultan Abdul Hamid bin Abdul Majid diasingkan ke Yunani. Yang mana hal itu menjadi akhir dari kedaulatan Turki Utsmani. Kedaulatan yang berakhir pada tahun 1909 di mana dua Sultan berikutnya yang bertahan sampai tahun 1924, itu merupakan rekayasa Inggris dan Prancis.
“Itu kenapa saya ceritakan, karena ini berkaitan dengan adanya satu gerakan setelah 1909,” ujar Gus Kikin.
Kembali kepada Hadratussyaikh, beliau menulis buku pertamanya adalah Kafful ‘Awam ‘anil Khaudhi fi Syirkatil Islam.
“Jadi di Indonesia ini dari tahun 1900 an itu banyak organisasi berdiri, salah satunya adalah Syarikat Islam,” ungkap beliau.
Hadratussyaikh melihat orang yang memimpin Syarikat Islam pada saat itu adalah orang yang fasik tidak paham agama, tetapi mengajak semua umat Islam untuk bergabung. Di kondisi rumit itulah yang menjadi alasan beliau menulis Kafful ‘Awam ‘anil Khaudhi fi Syirkatil Islam.
“Kemudian Kiai Hasyim menjelaskan di dalam tulisannya, bahwa sejak tahun 1330 H banyak aliran baru yang masuk ke Indonesia membawa pemikiran-pemikiran bertentangan yang berpotensi terjadinya perpecahan, di mana umat Islam Indonesia dahulu hanya mengikuti satu paham saja, yakni paham Ahlussunnah wal Jama’ah, serta hanya bermazhab Imam Syafi’i,” pungkas beliau.
Hadir dalam acara ini Sekretaris Pembina Yayasan Unisma Dr. H. Mochtar Data, M.Pd., Rektor Unisma Prof. Dr. Masykuri bakri M. Si., serta jajaran civitas akademika Unisma.
Baca Juga: Soal Kekerasan di Pesantren, Gus Kikin Ajak Semua Pihak Berintrospeksi Diri
Pewarta: Ilvi Mariana