ilustrasi buku 'kenakalan' gus dur ketika mondok. sumber:  kitabuku.id
ilustrasi buku ‘kenakalan’ gus dur ketika mondok. sumber: kitabuku.id

Sosok Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) merupakan fenomena yang tak pernah habis dikaji. Di mana pun dan sebagai apa pun, sosoknya tetap relevan untuk diperbincangkan. Dari kalangan akademisi hingga rakyat biasa, Gus Dur selalu menjadi sumber inspirasi.

Para pengembara intelektual Al-Azhar banyak membahas Gus Dur sewaktu menjadi pelajar di Kairo, Mesir. Para kiai mengkaji kekiaian Gus Dur. Ulama mengulas kealiman Gus Dur. Kaum Nahdliyin membincangkan peran Gus Dur terhadap NU. Para pejabat membicarakan masa pemerintahan Gus Dur. Golongan pemikir memikirkan cara berpikir Gus Dur. Bahkan, kalangan santri pun renyah mengisahkan cerita-cerita Gus Dur semasa di pesantren.

Namun, dari berbagai sisi kehidupannya, sisi kenakalan Gus Dur semasa muda menjadi salah satu yang menarik untuk disoroti. Buku Gus Dur, Santri yang Gemar Membolos mengisahkan berbagai cerita menarik tentang kelucuan dan keusilan Gus Dur semasa mondok di pesantren. Buku ini berhasil menyuguhkan Gus Dur dalam potret kemanusiaannya yang penuh warna.

Berbeda dengan kesan “serius” seorang pemimpin bangsa, kisah kenakalan Gus Dur menunjukkan sisi manusiawi seorang santri. Gus Dur ternyata pernah berbuat usil, bahkan nakal, meskipun kenakalannya masih dalam batas kewajaran. Tak ada cerita mabuk-mabukan atau tindakan destruktif lainnya. Yang ada, kenakalan Gus Dur lebih banyak membuat orang terpingkal-pingkal.

Potret Kenakalan yang Menghibur

Terdapat sembilan kisah kenakalan Gus Dur yang disajikan dalam buku setebal 170 halaman ini. Beberapa di antaranya adalah menyelinap keluar saat pengajian kitab, menonton pertandingan sepak bola, mencuri ikan milik sang kiai, bolos mengaji untuk menonton film di bioskop, menyembelih kambing milik kiai, membaca koran saat santri lain sibuk tadarus Al-Qur’an, dan lain sebagainya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Salah satu cerita menarik adalah saat Gus Dur usil terhadap temannya, Gus Sholeh Hamid. Ketika Gus Sholeh tengah menghafal Al-Qur’an di malam hari dengan mengitari masjid, Gus Dur menyusup ke menara masjid. Saat Gus Sholeh membaca ayat fa aina tadzhabun (mau ke mana?), Gus Dur dengan santainya menjawab dari balik menara, “Ila WC, Gus.” Sontak, Gus Sholeh terkejut dan suasana menjadi riuh dengan tawa para santri.

Ada pula kisah Gus Dur yang mengusili ustaz pimpinan pondok di Tambakberas, Ustaz Chudlori. Setelah trauma akibat kejadian ditahan polisi selama 15 hari, Ustaz Chudlori menjadi sangat takut mendengar kata “polisi.” Suatu ketika, saat semua santri hendak makan bersama, Gus Dur dengan iseng berteriak, “Polisi! Polisi!” Spontan, Ustaz Chudlori berlari ketakutan mencari tempat sembunyi.

Kenakalan dengan Makna Mendalam

Meski kenakalan Gus Dur terlihat seperti guyonan belaka, tetapi jika direnungkan lebih dalam, banyak makna yang dapat diambil. Sebagai contoh, kisah Gus Dur yang menyembelih kambing milik kiai di Pesantren Tegalrejo tidak hanya memperlihatkan kelucuannya, tetapi juga kecerdasannya dalam menyelesaikan masalah. Dalam keadaan genting setelah aksinya ketahuan, Gus Dur dengan kepandaiannya berhasil mengubah situasi menjadi lebih baik tanpa menimbulkan konflik.

Kisah lainnya adalah saat Gus Dur mencuri ikan dari kolam Kiai Chudlori. Saat santri lain panik melarikan diri, Gus Dur dengan santainya tetap berada di tempat, memegang ikan hasil curian. Dengan kecerdasannya, Gus Dur berhasil menjelaskan situasi kepada kiai sehingga akhirnya sang kiai memaklumi.

Bahkan ketika Gus Dur belajar di luar negeri, keusilannya tidak hilang. Di Mesir, Gus Dur pernah menghidangkan minuman untuk tamunya dengan gelas yang dilap menggunakan celana dalam. Di Baghdad, ia melobi penjual ikan untuk memberikan 20 kepala ikan dengan alasan “untuk 20 anjing peliharaan.”

Pelajaran dari Keusilan Gus Dur

Kenakalan Gus Dur semasa muda bukanlah kenakalan destruktif, melainkan bentuk kreativitas dan ekspresi spontan. Ini mencerminkan bahwa sejak muda, Gus Dur memiliki keberanian untuk berpikir di luar kebiasaan. Banyak orang kemudian mengambil hikmah dari kisah-kisah ini, baik sebagai pelajaran tentang cara menyelesaikan masalah maupun sebagai pengingat bahwa menjadi seorang yang besar tidak harus kehilangan sisi humor.

Sebagai pembaca, kita tidak dituntut untuk meniru kenakalan Gus Dur. Kita tidak memiliki “modal lahir dan batin” seperti yang dimiliki beliau. Sebaliknya, kita cukup menikmati cerita-cerita tersebut dan merenungkan hikmah di baliknya.

Buku ini memberikan gambaran yang segar tentang Gus Dur, jauh dari citra pemimpin formal yang kaku. Gus Dur adalah manusia biasa, dengan masa muda yang penuh warna, namun tetap menginspirasi. Dalam setiap keusilannya, tersimpan pesan mendalam tentang bagaimana menjadi manusia yang apa adanya, tanpa kehilangan integritas dan kecerdasan.

Bagi kalangan santri, buku ini menjadi bacaan yang sangat menarik. Tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menjadi pengingat bahwa belajar di pesantren tidak selalu tentang keseriusan, tetapi juga tentang membangun hubungan sosial yang penuh makna. Bagi siapa pun yang membaca, buku ini mengajarkan bahwa kesederhanaan dan kelucuan tidak mengurangi kedalaman seseorang. Gus Dur adalah bukti nyata bahwa orang besar tidak harus kehilangan sisi manusiawinya. 

Tamantirto, 2025

Judul Buku    : Gus Dur, Santri yang Gemar Membolos

Penulis            : Nur Rokhim

Peresensi        : Andini

Penerbit          : DIVA Press

Cetakan          : I, April 2023

Tebal               : 170 halaman

ISBN               : 978-623-189-189-1

Peresensi        : Andini*


*Penulis dan penikmat kajian antropolgi budaya, saat ini menempuh pendidikan di Universitas Alma Ata, Yogyakarta.