Gus Birru, tokoh pria dalam novel Hati Suhita. (Sumber gambar: https://www.wattpad.com)

Oleh: Umdatul Fadhilah*

Baru-baru ini, dunia pernovelan Indonesia digemparkan oleh seorang penulis asal Jember. Mbak Khilma Anis. Tulisannya yang khas dengan pesantren dan sejarah Jawa, menarik perhatian tersendiri bagi para pembaca, khususnya masyarakat Jawa. Membaca tulisannya, serasa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Mbak Khilma telah menerbitkan dua judul novel yang berjudul “Jadilah Purnamaku, Ning” dan “Wigati”. Karya ketiganya ini yang amat sangat ditunggu-tunggu oleh para pembaca setia. Apalagi kalau bukan “Hati Suhita”. Novel yang ditulis dalam laman Facebook pribadinya, menuai banyak pujian. Beribu-ribu like dan komen membanjiri akun facebook mbak Khilma.

Tak jauh berbeda dengan novel sebelumnya, isinya lekat dengan dunia kepesantrenan dan sejarah kerajan-kerajaan di Jawa yang terkenal akan tokohnya dengan kelebihan yang dimiliki. Selain itu, perwayangan juga turut menghiasi novel mbak Khilma. Beliau selalu berhasil membius para pembaca dengan rentetan kalimat yang lagi-lagi menimbulkan pengetahuan baru, berupa sejarah. Bagaimana pun sejarah sempat dianggap mata pelajaran yang membosankan. Padahal bung Karno dalam pidatonya pernah mengatakan, “Bangsa yang hebat, ialah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.” Mungkin dengan membaca novel mbak Khilma, sejarah menjadi sesuatu yang mengasyikkan. Beliau mampu mengemas tulisannya dengan apik, sehingga menuai rasa penasaran yang tinggi akan kehebatan-kehebatan raja-raja di Jawa pada zamannya. Yang unik lagi dari novelnya, benar-benar merasakan budaya Jawa, dari mulai ceritanya, hingga bahasa.

Perempuan yang pernah mondok di Tambakberas, Jombang ini, sudah aktif sejak dibangku sekolah. Ia mengawali kemampuan menulisnya di sebuah majalah terbitan pondok. Dan sempat menjadi Pimpinan Redaksi di sekolah dan pesantren yang sama.

Tulisannya selalu lekat dengan dunia kepesantrenan lantaran dirinya dari MTs di Pesantren Al Amien Sabrang Ambulu Jember. Menempuh Aliyah di Pesantren Assaidiyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, dan Pesantren Ali Maksum Gedng Putih Krapyak Yogyakarta, selama kuliah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Cuplikan “Hati Suhita” ditulis di akun facebook pribadinya hingga bab 13. Suhita sendiri tokoh utama yang memiliki nama lengkap “Alina Suhita”. Gadis yang sejak di pondok telah diminta pak kiainya untuk dijadikan menantu, hal tersebut mau tak mau seluruh hidup Suhita ia abdikan untuk memenuhi keinginan sang kiai. Hidupnya hanya pondok dan pondok. Saat telah dewasa, tibalah Suhita dinikahkan dengan putra sang kiai yaitu Gus Birru.

Gus Birru sendiri memiliki dunia yang amat terbalik dengan Suhita. Sang Ayah inginkan ia mengurus pondok pesantren karena satu-satunya putra keturunan. Namun Gus Birru lebih asyik dengan dunia luarnya. Meski Suhita sendiri putri seorang kiai, hal tersebut tak membuat Suhita dengan santainya menjadi menantu pak kiai.

Tak selayaknya pengantin baru. Gus Birru belum sepenuhnya menerima Suhita, hingga selama hitungan bulan, ia tak kunjung menyentuh Suhita. Berkecamuk sudah hati Suhita. Sejak kecil hidupnya sudah harus manut, belum lagi harus menghadapi penerimaan Gus Birru yang amat pahit.

Bahasa yang digunakan dalam novel tersebut, Jawa-Indonesia, sehingga sebagai orang Jawa serasa ada pada cerita itu. Namun bukan Suhita kalau tak mampu menghadapi semua itu. Meski rapuh, meski harus berlinang air mata. Doa, kesabaran, dan ketulusan Suhita untuk manut pada Sang Kyai. Membuatnya tetap kuat dan mengendalikan pondok pesantren sang mertua. Ketabahannya yang luar biasa. Membuat para pembaca seakan bercermin, bahwa masalah bukan hanya diratapi dan membuat hidup tak karuan. Justru ia yang semakin buat kita kuat, hidup harus terus berjalan. Novel ini pun semakin ditunggu para pembacanya. Melalui akun facebook pribadinya, mbak Khilma menginformasikan bahwa novel “Hati Suhita” sedang proses dijadikan buku.

*Mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang, Santri Walisongo Cukir Jombang.