
Oleh: Firdina Dwi Yanti*
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da’aa – yad’u – da’watan yang artinya mengajak atau menyeru. Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin, menyebutkan bahwa dakwah adalah mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan mencegah manusia untuk berbuat kemungkaran agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, dakwah merupakan suatu aktivitas yang mempunyai tujuan mengajak manusia untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ajakan tersebut dilakukan agar manusia tidak terjerumus atau tersesat ke jalan yang salah. Manusia pada dasarnya memiliki dua sifat, yaitu baik dan buruk. Dengan adanya dakwah, dapat menuntun manusia untuk berbuat lebih baik dan meninggalkan kebiasaan yang buruk. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sejarah dakwah melalui penyebaran agama Islam di Nusantara tidak lepas dari peran Walisongo. Dalam menyebarkan agama Islam, banyak metode yang dapat digunakan seperti lisan, tulisan, atau melalui seni dan budaya. Walisongo melakukan aktivitas dakwah melalui seni dan budaya karena masyarakat pada saat itu mayoritas menganut agama Hindu yang masih kental dengan adat dan budaya nenek moyangnya. Pertunjukan wayang merupakan pertunjukkan ritual keagamaan masyarakat Jawa sebelum datangnya agama Islam.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa dengan mengadakan pertunjukan wayang maka akan terhindar dari bencana yang bersifat ghaib. Karena pertunjukkan wayang ini bersifat keagamaan, maka Walisongo mengadakan pertunjukkan wayang sebagai metode atau cara untuk menyebarkan agama Islam. Seiring berjalannya waktu, Walisongo berdakwah tidak hanya melalui pertunjukkan wayang, akan tetapi berkembang menjadi seni lukis, seni suara, seni musik, dan lain sebagainya.
Sunan Kalijaga adalah salah satu Walisongo yang menggunakan metode seni dan budaya dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian wayang dan suara (musik) dalam menyebarkan dakwah Islam. Sunan Kalijaga memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam cerita wayangnya dan beberapa lagu yang beliau ciptakan. Salah satu lagu yang beliau ciptakan adalah lagu Lir Ilir. Meskipun ada beberapa perbedaan pendapat tentang siapa pencipta asli lagu ini, akan tetapi Sunan Kalijaga dikenal sebagai waliyullah yang menggunakan lagu Lir-Ilir untuk berdakwah.
Lir-ilir, Lir-ilir, tandure wes sumilir
Sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten anyar
Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo basuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro, kumintir bedah ing pinggir
Dondomono, jlumotono, kanggo sebo mengko sore
Mumpung gedhe rembulan e, mumpung jembar kalangan e
Dak soraka sorak hore
Tembang atau lagu Lir-ilir yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga mengandung makna ajakan untuk masuk agama Islam. Lagu tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai pemeluk agama Islam harus memperkuat iman kita kepada Allah SWT. Pada lagu tersebut, iman diibaratkan sebagai tanaman.
Jika kita terus memupuk tanaman dengan melakukan amal sholeh, maka iman kita akan semakin kuat. Begitu juga sebaliknya, jika kita tetap membiarkan tanamannya layu maka iman kita akan semakin lemah. Ketika iman sudah mulai kuat, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan seperti rasa bahagianya pengantin baru.
Setelah iman bertambah dan semakin kuat, sebagai orang muslim hendaknya bisa menjaga atau mengendalikan hawa nafsunya. Walaupun dirasa susah, kita sebagai muslim harus berusaha menahan godaan untuk berbuat munkar dan tetap berusaha mengerjakan amal sholeh. Selama kita masih sehat dan memiliki waktu luang, memperbaiki diri adalah hal yang harus dilakukan. Sebagai manusia biasa, kita harus saling mengingatkan satu sama lain. Karena dakwah adalah kewajiban bagi setiap orang muslim, wajib bagi laki-laki maupun perempuan.
Dakwah Walisongo berselang masa berabad-abad lamanya, maka di era ini kita mengenal Sujiwo Tejo. Sujiwo Tejo adalah salah satu budayawan dan seniman yang menyampaikan pesan dakwah melalui seni dan budaya dengan tetap menanamkan nilai-nilai religius di dalam karyanya. Sujiwo Tejo adalah seorang seniman yang memegang teguh budaya-budaya Indonesia terutama budaya Jawa. Sugih Tanpo Bondo adalah salah satu lagu yang dibawakan oleh Sujiwo Tejo. Lagu Sugih Tanpo Bondo berisi tentang kesederhanaan dan kepasrahan kepada Allah SWT.
Pencipta bait-bait lagu Sugih Tanpo Bondo adalah Raden Mas Panji Sosrokartono, yaitu kakak dari Raden Ajeng Kartini. Kemudian Sujiwo Tejo menyanyikan bait-bait yang disusun oleh Raden Mas Panji Sosrokartono dengan mengolah melodinya dari Banyuwangi. Bait-bait yang terdapat dalam lagu Sugih Tanpo Bondo digunakan oleh Sujiwo Tejo dalam menyiarkan dakwah Islam. Berikut lirik dari lagu Sugih Tanpo Bondo:
Sugih tanpo bondo (kaya tanpa harta)
Digdoyo tanpo aji (kekuatan tanpa mantra)
Trima mawih pasrah (ikhlas dengan apa yang sudah kamu miliki)
Sepi pamrih tepi ajrih (tidak perlu takut jika tidak berbuat jahat)
Langgeng tanpo susah tanpo seneng (tetap tenang dalam keadaan susah maupun senang)
Anteng menteng sugeng jeneng (diam sungguh-sungguh maka akan selamat sentosa)
Maksud dari lagu Sugih Tanpo Bondo adalah bahwa sebagai manusia ciptaan-Nya, kita tidak perlu merasa kaya dengan memiliki banyak harta. Dengan hidup sederhana kita sudah bisa merasa bahagia. Karena ukuran kebahagiaan tidak dihitung berdasarkan materi atau kekayaan yang dimiliki. Dengan mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan, maka Allah akan menambah nikmat kepada kita.
Dalam kondisi apapun baik suka maupun duka, kita harus tetap tenang karena Allah bersama kita dan Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya melebihi batas kemampuan yang dimiliki oleh hamba-Nya.
Dari cara berdakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga dan Sujiwo Tejo dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan dakwah tidak hanya sebatas berbicara di depan mimbar. Akan tetapi melalui seni dan budaya kita dapat mengajak manusia untuk melakukan kebaikan.
Di era sekarang ini, tidak menutup kemungkinan untuk berdakwah melalui seni suara. Karena dengan seni suara dapat untuk membantu da’i dalam proses syi’ar Islam. Apalagi didukung dengan semakin canggihnya teknologi, akan mempermudah da’i dalam penyampaian pesan dakwahnya kepada mad’u seperti lagu yang diciptakan kemudian di unggah melalui media sosial.
*Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng.