Tebuireng.online–Setelah pembukaan pelatihan nada baca Al Quran Metode Muwahadah pada Ahad (12/11) lalu, kini dilanjutkan dengan agenda praktik memmcaba Al Quran dengan metode muwahadah yang diikuti oleh para ustadz pada hari Senin (14/11). Kemudian akan dilanjut oleh para ustadzah di hari Selasa (21/11) mendatang. KH. Mahmuddin Ahmar yang merupakan Pengasuh PP. Madrasatul Qur’an Al Azhar, Peterongan, Jombang hadir dalam pelatihan ini sebagai pemateri. Dalam kesempatan itu, beliau terlebih dahulu menjelaskan sejarah lahirnya Qiro’ah Muwahadah.
“Muwahhadah yang berarti disatukan, qiro’ah muwahadah merupakan bacaan yang disatukan,” ungkap beliau dalam sebuah pengantar materi.
Kiai Mahmuddin Ahmar bercerita mengenai pengalamannya berguru pada KH. Yusuf Masyhar selaku pencetus Qiro’ah Muwahhadah, saat itu beliau kecil mondok di Pesantren Madrasatul Qur’an. Beliau mendapat kesempatan belajar langsung kepada Mbah Yai Yusuf Masyhar.
Menurut pengakuan dalam ceritanya di hadapan ratusan guru saat itu, awal mulanya beliau kesulitan mengikuti bacaan Al Qur’an yang diajarkan mbah yai, karena mengharuskan setiap pelafalan Al Qur’an diucapkan secara jelas, lantang, dan mulut yang terbuka.
“Lengkap sudah penderitaan saya ketika disuruh mempraktikannya, berulang kali dicoba tetap tidak membuahkan hasil, sampai membuat mbah yai tidak habis menahan tawa mendengarnya berbarengan dengan santri lain yang hadir, mbah yai pun akhirnya inisiatif mengarahkan kepalan tangannya ke mulut saya yang mengakibatkan bunyi “kletek” pada sendi tulang rahangnya, hal ini supaya mulut bisa lebih lentur untuk terbuka dengan lebar,” cerita Kiai Mahmuddin pada ustadz Tebuireng.
Sepulang dari sana, lanjut beliau, Kiai Mahmuddin menangis meratapi kesulitannya tersebut. Tidak berselang lama, salah satu pengurus mendatanginya mengucapkan sepatah kalimat, “kamu hebat, hebat bisa membuat mbah yai tertawa, kami yang sudah lama di sini saja belum bisa,” itulah kata salah satu pengurus sembari tertawa mengingat peristiwa yang tidak lama terjadi tersebut.
Sebelum beranjak ke praktik membaca, beliau terlebih dahulu menjelaskan materi terkait metode membaca Al-Qur’an bahwa dalam metode tersebut terdapat 4 macam.
Pertama, Tahqiq: Membaca al quran dengan pelan dan menempatkan haq-haq nya Huruf dengan yang semestinya (makhorijul huruf, mad dan qasr dll)
Kedua, Tartil: Membaca Al-Qur`an dengan pelan (tidak tergesa-gesa) Sebagaimana bacaan Syekh Mahmud Al Husyairi. Bacaan tartil ini belum tentu tahqiq Kalau tahqiq sudah tentu tartil
Ketiga, Tadwir: Membaca Al-Qur`an dengan sedang (antar cepat dan pelan)
Keempat, Hader: Membaca Al-Qur`an dengan cepat (ngebut). Metode hader ini Biasanya dipakai seorang hafidz dan hafidzoh (disaat khotmil Qur`an)
Untuk diketahui, di sela-sela bina suasana para peserta diserentakkan untuk mengambil hidangan dengan prasmanan berupa jajanan tradisional jawa seperti umbi-umbian. Hal ini menambah rasa antusias para peserta menikmati rangkaian acara pelatihan guru Al Qur’an ini. Dan tepat pukul 09:00, ustadz Ahadi sebagai pemandu acara memulai jalannya kegiatan.
Sebelum beranjak ke pemateri, Ustadz Ahadi memberi muqodimah dengan menceritakan keresahan mudir beberapa tahun terakhir, salah satunya curhatan wali santri mengenai kedua anaknya yang sama sama menempuh jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng.
Wali santri tersebut mendapati kedua anaknya berbeda saat praktik membaca Al Qur’an, yang kemudian beliau sampaikan keluh kesahnya tersebut kepada mudir pondok. Alasan tersebut semakin memperkuat niat mudir untuk merencanakan penyeragaman bacaan Al Qur’an para guru yang telah ditugaskan, sehingga muncullah satu rumusan yang diberi nama pelatihan metode qiro’ah muwahhadah pengajar Al Qur’an Pesantren Tebuireng ini.
Pewarta: Rois/ Adawiyah