
Sekilas terlintas di pikiran penulis mengenai judul di atas, lantas bagaimana untuk menertibkan anggota wudhu, seperti membasuh wajah, tangan, dan sampai tuntas? Sedangkan menyelam itu otomatis membasahi seluruh anggota badan tanpa berurutan, mengingat hal ini -atau lebih dikenal tertib- adalah bagian wudhu yang wajib.
Di kalangan penganut mazhab Syafi’i, tertib hukumnya wajib saat melaksanakan wudhu. Yakni, mengurutkan proses wudhu. Mulai dari berniat sambil membasuh wajah, membasuh tangan sampai siku-siku, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki. Kewajiban ini berasal dari ajaran Nabi Muhammad perihal wudhu. Selain itu, juga dilandasi hadis nabi yang diriwayatkan Nasa’i dengan sanad shahih:
ابْدَءُوا بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ
Artinya: “Mulailah dengan apa yang sudah dimulai oleh Allah”
Dan Allah telah menyebutkan runtutan wudu di surat Al-Maidah ayat enam dengan bunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ… ۚ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…”
Selain memulai dengan apa yang telah ditujukkan oleh Allah, dalam ayat tersebut disebutkan anggota yang diusap di antara yang dibasuh. Dan penyeleksian beda jenis ini bukan tanpa sebab, melainkan berfaedah tertib. Karena orang Arab tidak melakukan pengelompokan tidak sejenis kecuali untuk memberikan manfaat tertentu.
Hukum Wudhu dengan Cara Menyelam
Menyelam sambil wudhu menjadi permasalahan yang tidak luput dari perhatian para ahli fikih. Silang pendapat pun terjadi di antara mereka, terutama di golongan mazhab Syafi’i sendiri. Mengenai hal ini, ada dua pendapat mengenai hukumnya, pertama sah, dan kedua tidak sah. Kurang lebih semacam itu paparan dari Syekh Khotib Syirbini dalam Mughnil Mughtaj-nya
fardhu wudu keenam adalah tertib, ini sifatnya nyata dan konkret, tidak bisa dikira-kirakan. Maka tidak sah untuk menyelam sambil wudhu. Oleh sebab paradigma semacam ini, permasalahan seperti berendam di dalam air bervolume banyak dapat menggantikan jumlah basuhan tertentu dalam kasus najis berat, seperti najisnya anjing.
Namun, itu pendapat yang tidak didukung dalam madzhab Syafi’i. Dua ulama besar mazhab Syafi’i, Imam Nawawi dan Imam Rafi’i berpendapat bahwa tertib masih bisa dikira-kirakan ketika menyelam sambil wudu, maka hukumnya masih sah. Sebab, jika dimungkinakan untuk mengira-ngirakan adanya urutan anggota wudhu dengan cara menyelam dan berdiam di dalam air selama waktu yang cukup demi mengurutkannya, maka wudhunya sah. Hal ini karena urutan dapat terpenuhi dengan cara demikian.
Praktiknya, air menyentuh wajah dan ia telah berniat, lalu hadas pada wajahnya terangkat. Lalu, air menyentuh anggota wudu lainnya sesuai dengan waktu basuhan dan asupan masing-masing, dan begitu seterusnya hingga wudu usai.
Imam Nawawi dan Imam Rofi’i memang sepakat perihal tertib yang bisa dikira-kirakan. Namun, beliau berdua berselisih tentang bagaimana cara mempraktikan tartib taqdiri. Menurut Imam Rafi’i, agar menyelam sambil wudhu bisa sah, harus ada waktu pengiraan berwudhu dengan cara diam sejenak. Karena jika tidak, maka dianggap tidak melaksanakan kefarduan wudhu.
Tapi, diam saat menyelam itu tidak diperlukan demi mengabsahkan wudhu, ujar Imam Nawawi. Karena, pengira-ngiran tertib sudah dicukupkan dengan waktu yang cukup singkat. Sedikit catatan, pendapat Imam Nawawi cenderung dikedepankan daripada Imam Rafi’i. Sebab Imam Nawawi hidup setelah Imam Rafi’i dan beliau telah merevisi dan mentashih beberapa pendapat Imam Rafi’i.
Kesimpulan
Hukum menyelam sambil berwudhu menjadi perdebatan di kalangan ulama Syafi’iyah. Sebagian berpendapat tidak sah karena tidak sesuai dengan urutan wudhu yang wajib (tertib). Namun, pendapat yang lebih kuat dalam mazhab Syafi’i, yang didukung oleh Imam Nawawi dan Imam Rafi’i, menyatakan sah jika urutan wudhu dapat diperkirakan.
Perbedaan pendapat antara Imam Nawawi dan Imam Rafi’i terletak pada cara memperkirakan urutan tersebut. Imam Rafi’i berpendapat harus ada waktu diam sejenak saat menyelam, sementara Imam Nawawi tidak mengharuskan demikian. Pendapat Imam Nawawi lebih diutamakan karena beliau hidup setelah Imam Rafi’i dan telah merevisi beberapa pendapatnya.
Baca Juga: 5 Kesalahan dalam Wudhu yang Jarang Disadari
Penulis: Ahmad Danil Hidayat