ilustrasi insenminasi

Oleh: Mohammad Bahrul Ulum*

Kesuburan menjadi sebuah tolak ukur bagi seorang laki-laki dan perempuan untuk menghasilkan keturunan. Harapan bagi seseorang yang sudah berkeluarga adalah mempunyai seorang anak agar bisa meneruskan perjuangan kedua orang tuanya di masa depan kelak. Namun, hal ini menjadi dilema tersendiri bagi seseorang yang tidak bisa memliki keturunan karena masalah kesuburan (infertilisasi) yang terjadi sehingga jalan keluarnya adalah dengan cara melakukan inseminasi buatan. Lantas apa itu inseminasi?

Inseminasi merupakan alternaif progam hamil dengan upaya medis untuk memasukkan sperma melalui kateter kecil agar langsung mencapai saluran indung telur sehingga dapat membantu terjadinya pembuahan di dalam rahim perempuan. Di dalam inseminasi terdapat 3 gambaran; pertama, yaitu sperma yang didonorkan berasal dari sang suami. Kedua, yaitu sperma yang berasal dari orang lain. Ketiga, yaitu melalui proses yang diperbolehkan oleh syariat.

Dalam tinjauan hukum Islam upaya inseminasi dengan sperma yang didonorkan oleh suami sendiri hukumnya diperbolehkan karena merupakan bentuk ikhtiar yang dilakukan oleh pasangan suami istri dengan akad pernikahan yang sah. Lain halnya jika sperma yang didonorkan berasal dari orang lain maka agama mengharamkan pendonoran yang seperti ini.

Berdasarkan hadits nabi:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ أَعْظَمُ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِيْ رَحِمٍ لاَ يَحِلُّ لَهُ

Artinya: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik (menyekutukan Allah) di sisi Allah daripada maninya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal baginya.” (H.R. Ibnu Abiddunya dari Hasyim bin Malik al-thoi). [Al-jami’ul Shoghir hadits no. 8030].

وَعَنْ رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ». أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ، وَالتِّرْمِذِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ، وَحَسَّنَهُ الْبَزَّارُ.

Artinya: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). Hadis riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban dan dipandang hasan oleh al Bazzar.” (Imam Ismail bin Umar bin Ibnu Katsir al Quraishi, Tafsir ibnu Katsir, III/50, Darul Hadits, Kairo, 2003).

Dari hadits yang sharih ini menunjukkan hukum keharaman meletakkan air mani di rahim wanita yang tidak halal baginya. Sedangkan untuk proses inseminasi yang dilakukan dengan sperma yang berasal dari suami adalah boleh.

Dalam kaidah fikih juga disebutkan dalil tentang keutamaan meninggalkan kerusakan yang berbunyi:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

Artinya: “Usaha untuk menolak sebuah kerusakan harus didahulukan atas usaha mengambil sebuah kemaslahatan”.

Keharaman Inseminasi Sperma Selain Suami

Dalam konsep hukum keharaman inseminasi donor sperma sudah sangat sesuai karena telah meninggalkan beberapa kerusakan yang akan muncul ke depannya. Di antaranya adalah:

Percampuran Nasab

Dalam rangka menjaga keturunan agama Islam memandang menikah sebagai cara yang sah untuk menjaga kehormatan setiap keturunan yang lahir di dunia ini. Dengan cara inseminasi donor sperma otomatis anak yang lahir tidak akan memeroleh status anak yang sah dalam segi agama.

Kerancauan Warisan

Dalam pembagian warisan juga tidak akan mendapatkan bagian karena bukan keturunan yang sah dari pewaris.

Menjadi Sumber Konflik

Anak yang berasal dari hal ini menjadi sumber masalah dalam keluarga karena perbedaan mental, sikap, dan perilaku dari kedua orang tuanya.

Selain adanya ikatan pernikahan yang sah, kebolehan inseminasi juga harus melalui proses yang diperbolehkan oleh syariat. Semisal pengeluaran sperma harus dilakukan melalui hubungan intim suami istri atau melalui tangan sang istri. Tidak diperbolehkan melalui proses yang diharaman seperti mengeluarkan sperma dengan tangan sendiri.

Kesimpulannya, boleh melakukan inseminasi jika sperma berasal dari suami sendiri dengan melalui akad yang sah dan proses yang dimulyakan. Keharaman inseminasi jika berasal dari pendonor yang bukan suaminya baik itu melalui proses yang dimulyakan atau tidak hukum tetap haram.

Baca Juga: Begini Hukum Persusuan Melalui Bank ASI

*Santri Pondok Pesantren Mansajul Ulum Pati.