atunkOleh: Fathurrahman Karyadi

Pada tanggal 13 Sya’ban 1359 H, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari mempublikasikan sebuah tulisan kepada kaum muslimin. Risalah satu halaman itu berisikan sebuah hadits panjang disertai catatan beliau tentang khashâish Nabi Muhammad SAW (beberapa keistimewaan Nabi yang tidak dimiliki orang lain). Uniknya, dalam epilog Kiai Hasyim menulis “Barang siapa yang menaruh tulisan ini di rumah dengan maksud mahabbah dan memuliakan Rasulullah SAW, maka insyaallah ta’ala ia akan selamat dari bencana dunia serta diberkahi rizqinya, profesinya dan mendapat syafa’at Nabi Muhammad SAW di dunia dan di akhirat.” Risalah tersebut bisa dijumpai di rumah-rumah warga NU terutama di Jawa Timur.

Dalam sebuah wawancara Jaya Suprana kepada alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) disebutkan bahwa pada tahun 1960-an umat muslim di Indonesia terpojokkan oleh gerakan PKI. Lalu seorang kiai di Tuban, Kiai Ali, mengarang qashîdah Shalawat Badr dengan tujuan meminta doa kepada Nabi yang telah berhasil memimpin perang Badr pada 3 H melawan kaum agnostic atau musyrikin Makkah berjumlah 2000 orang lebih padahal personil kaum muslimin hanya 313 orang. Berkat shalawat Kiai Ali umat muslim aman. Kini, di banyak masjid, surau dan pesantren di nusantara Shalawat Badr yang dijuluki “Lagu Kebangsaan NU” oleh Gus Dur itu senantiasa dibaca menjelang shalat lima waktu.

Jauh sebelum itu, istisyfa’ (meminta pertolongan) kepada Rasulullah SAW sudah sangat akrab dilakukan oleh ulama-ulama tempo dulu. Imam Bushiri salah satunya, ketika ditimpa penyakit lumpuh setengah badan tidak bisa bergerak (al-Fâlij al-Rîh al-Ahmar) beliau menggubah sebuah puisi berisi pujian kepada Rasulullah (al-madîh). Di tengah menulis puisi beliau tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpinya itu Rasulullah mengusap bagian badan Imam Bushiri yang lumpuh. Ajaibnya, setelah beliau sadarkan diri dari tidur penyakit beliau benar-benar sembuh total. Hingga saat ini, karya Imam Bushiri yang merupakan al-madâih al-nabawiyyah itu dipercaya bisa menjadi mediator untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

Syaikh Abu Bakr Syattha dalam takhtimah kitab monumentalnya ‘Iânah al-Thâlibîn menceritakan sebuah kisah menarik tentang Imam Syafi’i. Alkisah, setelah beberapa hari Imam Syafii wafat salah satu diantara muridnya bermimpi bertemu dengan beliau. Sang murid bertanya tentang keadaan beliau di alam kubur. Maka dijawab oleh Imam Syafii “Allah telah memberiku kenikmatan yang luar biasa. Aku ditempatkan di surga-Nya yang Maha Indah.” Sang murid penasaran lalu bertanya “Amal apa yang menyebabkan engkau demikian, wahai guruku?” Imam Syafii pun menjawab “Karena aku menulis shalawat dalam muqaddimah kitabku, Al-Umm.” Kini, oleh warga nahdiyyin redaksi shalawat Imam Syafi’i itu senantiasa dibaca ketika tahlil.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ternyata tidak hanya para kiai, ulama dan aimmah saja, para sahabat pun percaya bahwa energi istisyfa’ kepada Rasulullah benar-benar ada dan terasa betul khasiatnya di dunia. Pasca wafatnya Rasulullah SAW, seorang sahabat dari suku Baduwi menyimpan sebuah peralatan perang yang pernah digunakan Rasulullah. Benda bertuah itu ia rendam di dalam air lalu diminumkan kepada orang yang sakit. Subhanallah, dengan izinNya berbagai macam penyakit dapat sembuh berkat air tersebut.

Kita memang tidak mendapat kesempatan seperti sahabat Baduwi itu, atau kita juga tidak bisa seperti Imam Syafi’i yang mampu mengarang teks shalawat indah, begitu pula seperti Imam Bushiri yang mengeksplorasi the best poem of madaih, atau Kiai Hasyim dan Kiai Ali yang menulis khashâish serta qashîdah, namun kita tetap bisa mendapat syafa’at Kanjeng Nabi Muhammad SAW seperti para pendahulu sehingga mereka berhasil menjadi khairun nâs ‘anfa’uhum linnâs. Tentunya dengan memposisikan Rasulullah SAW di atas diri kita. Sering bershalawat dari pada berdiam, senang membaca sîrah (biografi nabi), memberi nama anak dengan “Muhammad/Ahmad”, serta bertutur kata dan berperilaku sebagaimana yang telah ditauladankan Rasulullah SAW. Semoga Allah SWT menjadikan kita umat Muhamamad yang benar-benar berjiwa Muhammad! Amin []


Penulis: Fathurrahman Karyadi,  pemerhati manuskrip dan Alumni Pesantren Tebuireng Jombang

Publisher: M. Ali Ridho

Sumber: nupamekasan.or.id