sumber ilustrasi: aktutal.com

Oleh: Dimas Setyawan*

Agama adalah kebenaran absolut dan permanen. Mengingat agama adalah sesuatu yang absolut maka kebenaran agama diterima dengan kepercayaan (al-yaqin), ketulusan (al- ikhlas) dan kepasrahan (al-islam). Secara tidak langsung, dapat dipastikan bahwa segala kejadian-kejadian yang berangkat dari agama sering kali tidak dapat diukur oleh logika serta rasional. Sehingga tidak sedikit dari pada ilmuwan dari berbagai belahan dunia berlomba-lomba guna dapat memecahkan suatu hal yang tidak rasional dalam agama. 

Salah satu contoh kejadian yang ada di Islam dan sangat terkenal tidak masuk akal adalah peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa ini adalah satu dari sekian peristiwa yang sangat penting dalam sejarah agama Islam. Pada peristiwa tersebut, Nabi Muhammad saw. beserta umatnya pertama kali mendapatkan sebuah perintah oleh Allah dalam menjalankan shalat lima waktu di setiap harinya. 

Di sisi lain, peristiwa Isra Mi’raj yang sangat melekat dalam kepercayaan umat Islam adalah sebuah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram yang berada di Makkah ke Masjidil Aqsha yang berada di Yerusalem. Jarak tersebut sangatlah jauh, yaitu 1.500 kilometer yang kala itu hanya bisa ditempuh dalam perjalanan 40 hari dengan menggunakan unta untuk sekali jalan. Bahkan ini juga belum dihitung dengan perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsha naik sampai ke Sidratul Muntaha (mi’raj). Yang mana pada saat itu (dan bahkan saat ini) belum ada satu pun teknologi yang mampu mencapai Sidratul Muntaha.

Beberapa pemikir pun mulai mencoba memecahkan peristiwa Isra Mi’raj tersebut dengan suatu teori keilmuan Sains yang antara lain menggunakan teori relativitas khusus yaitu dengan teori kecepatan cahaya, hasil buah pemikiran ilmuwan Albert Einstein. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut Prof. Agus Purwanto, selaku penggagas SMA Trensains Pesantren Tebuireng, mengungkapkan bahwasanya peristiwa Isra Mi’raj tidak bisa diukur dengan teori relativitas khusus yaitu dengan teori kecepatan cahaya. Dikarenakan, jika memakai teori tersebut, Rasulullah belum keluar dari sistem tata surya. Sehingga, untuk menjelaskan peristiwa tersebut bisa menggunakan teori relativitas umum. Berarti mengisyaratkan adanya ruang dengan dimensi tinggi, immaterial atau gaib di sekitar kita. 

Jadi menghitung perjalanan Rasulullah dengan teori relativitas khusus tidak memadai. Selain itu, jika suatu objek bergerak dengan kecepatan cahaya, maka massanya itu akan meledak. Dengan demikian penjelasan ini tidak memadai, karena itu harus kita tinggalkan. Hal itu merupakan pernyataan yang pernah diungkapkan oleh Guru Besar teori Fisika ITS.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.