Sumber: dream.co.id

Oleh: Ustadz Muhammad Idris*

Assalamu’laikum warahmatullahi wabarakatuh

Jika seseorang menemukan uang atau barang di jalan raya. Apa yang seharusnya ia lakukan? Mohon penjelasannya. Terima kasih

Bagus Prakoso, Prambon Nganjuk

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakutuh

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara ajukan. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat kepada kita dalam kehidupan sehari-hari. Adapun jawabannya sebagai berikut:

Barang temuan atau biasa disebut dengan luqathoh adalah sesuatu (baik berupa harta, benda atau hewan) yang hilang dari pemiliknya dengan sebab jatuh atau lupa. Di mana pihak penemu tidak mengetahui pemiliknya. Dan tak jarang pula kita jumpai di sekeliling kita misalnya taman kota dan jalan raya. Begitu juga, barang atau uang yang tak sengaja jatuh dari pemiliknya bernilai tinggi semisal dompet berisi uang dan atm. Dalam hukum asalnya kita diperbolehkan untuk mengambil atau meninggalkan barang tersebut, namun hukum ini bisa berubah menjadi wajib, sunah bahkan haram. Sebagaimana keterangan dalam kitab al-Bujairami ala al-Khatib:

وحاصله أنّ اللّقطة تعتريها الأحكام الخمسة: فتكون مباحة إذا أمن في الحال ولم يثق بأمانته في المستقبل، وسنّة إذا وثق في المستقبل، وواجبة إذا كان كذلك وعلم ضياعها لو لم يأخذها، ومكروهة للفاسق، وحراما إذا نوى الخيانة وعلى كلّ لا ضمان عليه إذا تركها ولو في صورة الوجوب لأنّه لم يضع يده عليها

“Sesungguhnya barang temuan (luqathoh) ini memiliki lima hukum, yaitu mubah, ketika orang yang menemukan amanah dalam waktu itu (menemukan barang) dan ia tidak bisa adil dengan amanah pada barang tersebut dalam waktu yang akan datang. Yang kedua, sunah ketika dia adil pada waktu yang akan datang. Yang ketiga, wajib ketika dia mengetahui akan tersia-sia barang tersebut jika ia tidak mengambilnya. Yang keempat, makruh bagi orang fasiq, dan kelima, haram ketika dia niat khianat.”

Bagi seseorang yang menemukan barang tersebut dan mengambilnya untuk mengetahui ciri-ciri barang dan menjaganya di tempat yang aman sampai ditemukan pemiliknya. Setelah mengetahui ciri-cirinya maka ia wajib untuk mengumumkannya selama satu tahun. Dan cara pengumumannya bisa dilakukan di manapun seperti masjid, pasar, dan tempat publik. Bisa juga melalui media sosial dengan menyebutkan sekedar ciri-cirinya seperti wadah. Sebagaimana keterangan hadis di bawah ini

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ (ح) وحَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ وَهْبٍ قَالاَ : حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ الْقُرَشِيُّ حَدَّثَنِي سَالِمٌ أَبُو النَّضْرِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ سُئِلَ عَنِ اللُّقَطَةِ، فَقَالَ : عَرِّفْهَا سَنَةً، فَإِنِ اعْتُرِفَتْ فَأَدِّهَا، فَإِنْ لَمْ تُعْتَرَفْ، فَاعْرِفْ عِفَاصَهَا وَوِعَاءَهَا ثُمَّ كُلْهَا، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا فَأَدِّهَا إِلَيْهِ.

“Sesungguhnya Rasulullah Saw. ditanyai tentang luqathoh (barang temuan), kemudian beliau berkata: umumkanlah selama satu tahun, jika ada yang mengakui barang tersebut maka berikanlah, dan jika tidak ada yang mengakui, maka umumkanlah dengan menyebutkan wadahnya, maka apabila datang pamilik barangnya maka berikanlah padanya.

Selanjutnya, jika ditemukan pemiliknya, ia wajib menyerahkan barang tersebut. Namun, setelah satu tahun lebih diumumkan tidak kunjung ditemukan pemiliknya, maka penemu tersebut diperkenankan untuk memilih di antara dua opsi.

Yang pertama, memilikinya dengan shighat pengambilalihan hak milik seperti “saya memiliki barang temuan ini.” Setelah diucapkan shighat itu, maka secara otomatis barang tersebut menjadi hak penuh penemu. Ia juga boleh menggunakannya secara pribadi atau disedekahkan.

Kedua, tetap menjaganya atau menyimpan barang tersebut sampai ketemu pemiliknya. Opsi ini apabila penemu barang itu tidak menghendaki memiliki barang yang ditemukan. Dalam menyikapi opsi ini ulama berbeda pendapat. Menurut Syaikh Zainuddin Al-Malibari dan Syaikh Zakariyya Al-Anshari dalam Syarh At-Tahrir, barang tersebut dijual dan uang penjualannya disimpan. Sedangkan menurut Syaikh Ibnu Qasim Al-Ubbadi, Syaikh Khatib As-Syarbini, dan Syaikh Ibrahim Al-Baijuri, barang tersebut tidak dijual, namun disimpan sebagaimana kondisi semula.  Syaikh Zainudin menuturkan dalam kitab Fathul Muin di bawah ini:

لَوِ الْتَقَطَ شَيْئًا لَا يُخْشَى فَسَادُهُ كَنَقْدٍ وَنُحَاسٍ بِعِمَارَةٍ أَوْ مَفَازَةٍ عَرَّفَهُ سَنَةً فِيْ الْأَسْوَاقِ وَأَبْوَابِ الْمَسَاجِدِ فَإِنْ ظَهَرَ مَالِكُهُ وَإِلّاَ تَمَلَّكَهُ بِلَفْظِ تَمَلَّكْتُ وَإِنْ شَاءَ بَاعَهُ وَحِفَظَ ثَمَنَهُ

“Apabila seseorang menemukan barang yang tidak rentan rusak seperti emas atau perak dan tembaga, di keramaian atau di hutan, maka ia wajib mengumumkannya selama satu tahun di pasar-pasar dan pintu-pintu masjid. Bila kemudian jelas pemiliknya, maka wajib dikembalikan. Bila tidak, maka ia dapat memiliknya dengan lafazh ‘Saya memiliki.’ Bisa juga dengan menjualnya dan menyimpan uang hasil penjualan benda tersebut.”

Mengomentari pendapat Syaikh Zainuddin Al-Malibari di atas, Syaikh Abu Bakar bin Syatha mengatakan dalam kitab I’anah Thalibin syarh fathul Muin:

قَوْلُهُ وَإِنْ شَاءَ بَاعَهُ وَحِفَظَ ثَمَنَهُ) مِثْلُهُ فِيْ شَرْحِ التَّحْرِيْرِ. وَالَّذِيْ صَرَّحَ بِهِ سم وَالْخَطِيْبُ عَلَى أَبِيْ شُجَاعٍ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ فِيْ هَذِهِ الْحَالَةِ، بَلْ هُوَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ تَمَلُّكِهِ وَبَيْنَ حِفْظِهِ عَلَى الدَّوَامِ، وَصَرَّحَ بِهِ الْبَاجُوْرِيُّ أَيْضًا.

“Ungkapan Syekh Zainuddin, bisa juga dengan menjualnya dan menyimpan uang hasil penjualan benda tersebut, pendapat ini senada dengan keterangan dalam Syarah At-Tahrir karya Syekh Zakariya Al-Anshari). Sedangkan pendapat yang ditegaskan Syekh Ibnu Qasim dan Al-Khatib Al-Syarbini atas matan Abu Syuja’, bahwa barang tersebut tidak dijual, namun penemu diperkenankan memilih antara memilikinya dan menjaganya untuk selamanya. Pendapat ini juga ditegaskan Syekh Al-Bajuri.”

Sekian jawaban dari tim redaksi kami. Semoga bermanfaat dan bisa dipahami dengan baik sehingga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan tuntunan al Quran, hadis, dan ijtihad ulama salaf as shalih. Wallahu ‘alam bisshowab.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari