Sumber gambar: youtube.com/syekh-siti-jenar

Masyarakat awam memahami bahwa nama Syaikh Siti Jenar tidak akan lepas dari konotasi sufisme yang terkenal dengan ajarannya Wihdatul Wujud. Pada dasarnya ada beberapa hal kontroversial mengenai Siti Jenar dan aliran yang dibawanya. Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa Siti Jenar beraliran Tantrayana. Yaitu suatu sekte Budha  yang sebenarnya telah jauh keluar dari ajaran Budha sendiri. Tantrisme sebenarnya sudah ada sejak zaman India Kuno, jadi jauh sebelum Budha lahir. Ia merupakan suatu tradisi yang tiada menghiraukan segala tabu dalam masyarakat.

Menurut aliran ini, manusia sebagai mikrokosmos dianggap sebagai Spirituil elements of the universe. Dia mempunyai mantra-mantra yang dapat memaksa dewa-dewi dengan kekuatan devine yang sanggup memimpin mereka ke tingkat yang sempurna tinggi bahagianya, dan hal itu dibarengi dengan “Melakukan Molimo” diantaranya ritus sexual intercourse. Mereka menganggap diri mereka suci, oleh sebab itu tidak ada yang terlarang bagi orang suci seperti: judi, candu, mabuk, boros, dan sebagainya.

Kemudian aliran Tantrisme dicampuradukkan dengan ajaran tasawuf al-Hallaj- suatu aliran tasawuf yang terpengaruh oleh pendapat filosof Plotinos yang kemudian melahirkan faham Wihdatul Wujud (Phanteisme).

Akan tetapi jauh dari berbagai pendapat di atas, Imam Ibnu Arabi sebagai orang pertama yang meletakkan dasar-dasar paham Wihdatul Wujud secara esensial mengatakan bahwa makhluk itu sama dengan keberadaan “Khaliq”. Pada dasarnya aliran ini menyatakan bahwa segala sesuatu lahir atas dasar pengetahuan Ilahi yang bisa dibuktikan dengan lima tingkatan (maratib khamsah). Seluruh jiwa “menyatu” dengan Dzat Tuhan; berubah dari kemajemukan kepada kesatuan dengan tahapan logis.

Sudah lazim kita dengar tentang Wihdatul Wujud, dengan paham yang menyatakan bahwa segala pikiran dan amal pada hakikatnya milik Tuhan. Inilah aksioma yang disepakati bersama oleh kalangan sufi. Indikasinya adalah bahwa seisi semesta raya itu baik-termasuk syirik dan dosa- karena ia cerminan dan personifikasi “Kerja” Tuhan. Dari sisi ini semuanya merupakan bentuk kesempurnaan Tuhan. Mereka tanpa tedeng aling-aling mengatakan bahwa iblis –dengan kemaksiatan yang dilakukannya– juga bertasbih kepada Allah, karena kemaksiatan itu terjadi sebab ketundukan dan kehendak Tuhan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Oleh karenanya, salah satu konsekuensi dari paham Wihdatul Wujud adalah pembenaran mereka terhadap semua agama, apapun bentuknya. Karena kebenaran (al-haqq) menurut Ibnu ‘Arabi tidak bisa dimonopoli hanya oleh satu akidah.

Pada akhirnya segala kebenaran hanyalah milik Allah. Wallahu A’lam!.


Ditulis oleh Lu’luatul Mabruroh, mahasiswa PBA Unhasy. Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber.