
Oleh: KH. Djunaidi Hidayat*
اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Melalui khotbah ini, mari kita memantapkan komitmen dan kesungguhan kita dalam menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Kita jalankan segala hal yang diperintah oleh Allah (المَأْمُوْرَاتُ) baik perintah-Nya berupa (الوَاجِبَاتُ) yakni hal-hal yang memang harus kita lakukan. Maupun perintah yang bersifat (المَنْدُوْبَات ) yakni yang perkara-perkara dianjurkan untuk mengerjakannya.
Serta kita tinggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah (المَنْهْيَات) baik larangan yang memang harus ditinggalkan, maupun hal-hal yang sebaiknya ditinggalkan, yakni al-makruhat (dimakruhkan). Hal tersebut menjadi modal bagi kita untuk mendapatkan kehidupan yang hakiki di dunia dan akhirat. Insya Allah, jika kita melakukannya, maka memperoleh kebahagiaan dalam dunia dan akhirat, seperti yang dijanjikan oleh Allah.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Nabi Muhammad sudah memberikan wanti-wanti kepada seorang mukmin, agar paling tidak mempunyai tiga karakter. Pertama, ridha dengan qada’ dan qadar. Artinya ia senang terhadap apa yang menjadi ketetapan Allah. Karena Allah yang Maha Kuasa, Bijaksana, dan Mengatur alam semesta ini. Ada sekian jenis makhluk yang semua aturannya adalah menjadi kewenangan mutlak Allah. Oleh karena itu, keyakinan itu harus melahirkan apa pun keputusan dan ketetapan Allah dari setiap qada’ qadar, harus kita terima. Karena kita meyakini bahwa Allah tidak mempunyai kebutuhan atau kepentingan apa pun. Kalau manusia dimungkinkan ada potensi ketika mengambil keputusan itu dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu, tapi Gusti Allah itu tidak. Allah tidak mempunyai kepentingan apa pun dalam menetapkan sebuah keputusan dalam kehidupan kita.
Oleh karena itu, segala ketetapan Allah harus kita yakini sebagai keputusan yang terbaik, khairihi wa syarrihi minallah. Apa yang kita anggap mungkin buruk atau tidak sesuai dengan harapan, bisa jadi hal itu sesungguhnya yang terbaik. Sehingga dalam rukun iman yang keenam adalah iman dengan qada’ dan qadar Allah.
Kedua, seorang mukmin itu cirinya syukur terhadap nikmat. Senantiasa mau menyukuri nikmat-Nya. Sebab kehidupan ini telah diatur oleh Allah dengan bijaksana. Setiap orang itu diberikan hak untuk berbahagia. Apalagi Allah memberikan dunia ini kepada siapa saja, entah yang Dia cintai atau tidak. Orang yang disenangi Allah tentu orang yang beriman oleh Allah dikasih. Orang yang dibenci oleh Allah adalah orang yang kufur, orang yang maksiat dengan Allah. Keduanya juga diberi oleh Allah. Sebagaimana dalam sebuah hadis:
إن الله يعطي الدنيا من يحب ومن لا يحب
Allah memberikan dunia kepada orang yang dicintai-Nya atau yang tidak Ia cintai.
Namun, seringkali nikmat yang kita bayangkan adalah berupa materi, fisik, atau jabatan. Padahal kenikmatan tertinggi justru pemberian Allah berupa akal, ilmu, dan keimanan. Sementara rezeki berupa harta itu sudah diatur oleh Allah. Kewajiban kita hanyalah melakukan ikhtiar yang terbaik. Kemudian Allah akan atur jatah kita. Maka tidak selamanya sesuatu yang banyak itu selalu menjadi kebahagiaan. Begitu pula sesuatu yang sedikit itu tidak selalu sebuah kekurangan. Oleh karena itu, kenikmatan yang diberikan oleh Allah di dunia ini tidak terhingga.
Allah juga akan memperhatikan apa yang kita usahakan dan ikhtiarkan. Sebagaimana dalam Al-Qur’an:
وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَىٰ
Dengan apa yang dia usahakan pasti akan dilihat. Allah akan memberikan imbalan yang terbaik
Sehingga kewajiban kita adalah melakukan yang terbaik dan yakin ikhtiar itu bukanlah hal yang sia-sia.
Ketiga, seorang mukmin itu punya karakter al-sabru ‘ala al-bala’. Yakni senantiasa melihat ujian merupakan bagian dari cara Allah mendidik dan mengingatkan kita. Karena kehidupan ini tidak selamanya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dalam sebuah hadis qudsi:
من لم يرض بقضائي ويصبر على بلائي، فليخرج من تحت سمائي، ويتخذ رباً سوائي
Barang siapa yang tidak ridha dengan Qada’-Ku dan tidak sabar terhadap ujian-Ku, maka keluarlah dari muka bumi ini, lalu carilah tuhan selain Aku.
Semoga senantiasa kita menjadi hamba yang Ridha terhadap ketentuan-ketentuan Allah.
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
*Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Jombang
Pentranskip: Yuniar Indra Yahya