
Muhammadiyah berdiri dengan resmi pada tanggal 8 Dzulhijjah 1332 M atau 18 November 1912 M. Muhammadiyah berdiri di Kampung Kauman Yogyakarta, oleh Almarhum Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Muhammadiyah sendiri berasal dari kata-kata “Muhammad” kemudian mendapat tambahan kata “iyyah”.
Adapun kata “iyyah” menurut tata bahasa Arab (Nahwu) bernama ya’ nisby, artinya untuk menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari Muhammad. Tegasnya golongan-golongan yang berkemauan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah berpedoman dengan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan keputusan-keputusan konferensi, Majelis Tanwir dan Muktamar. Adapun terkait soal-soal keagamaan Muhammadiyah berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis, pendapat para alim ulama.
Seorang Muslim dan Mukmin, namun bila belum mengetahui benar-benar apa yang menjadi dasar dan tujuan Muhammadiyah, KH. A.R Fachruddin mengajurkan untuk tidak menjadi anggota Muhammadiyah terlebih dahulu. Bagi beliau janganlah tergesa-gesa memasuki Muhammadiyah. Pelajarilah dahulu Muhammadiyah. Pelajarilah asas dan tujuannya. Pelajarilah Khittahnya. Pelajarilah Anggaran Dasarnya, Anggaran Rumah Tangganya, dan kepribadiannya.
Baca Juga: Menyelami Keteladanan dan Kesederhanaan KH. A.R. Fachruddin (I)
Kalau telah memahami tentang apa, siapa dan bagaimana Muhammadiyah, tentang asas, tujuan, khittah, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dan kepribadiannya, tentu sudah tidak ragu- ragu lagi memasuki Muhammadiyah. Kalau sudah demikian, dengan tidak usah didesak-desak, tak usah dikejar-kejar, tentu berkeinginan dan berkemauan untuk menyebarkan, meratakan, meluaskan Muhammadiyah di mana saja berada.
KH. A.R Fachruddin menyarankan bahwa, kenalkanlah diri dengan para tetangga, ajaklah mereka mengadakan pengajia Bila mungkin seminggu sekali, sekurang-kurangnya sebulan sekali. Kalau mereka sudah dapat menerima yang demikian, mereka tentu sudah tidak lagi keberatan diajak kepada Muhammadiyah. Apabila yang demikian sudah mereka terima, maka barulah berhubungan dengan cabang yang berdekatan, agar kelompok pengajian yang digerakkan itu dapat dilantik sebagai ranting.
Hal itu tentu saja setelah para tetangga itu sudah mau masuk menjadi anggota Muhammadiyah. Pada akhirnya, ajaklah beramal dalam persyarikatan Muhammadiyah untuk keluhuran dan tegaknya Kalimah Allah.
Kemudian menurut beliau kalau ada Ranting Muhammadiyah yang mempunyai berpuluh-puluh anggota, maka untuk ketertiban Muhammadiyah anggota- anggota itu perlu dikelompok-kelompokkan. Setiap kelompok dinamakan satu Jamaah yang diketuai oleh seorang sesepuh Muhammadiyah, dinamakan Bapak/Ibu Jamaah. Bapak Jamaah dipilih oleh para anggota dalam kelompoknya. Bapak/Ibu Jamaah sebagai tua-tua kekeluargaan dalam Jamaah itu.
Beliau juga menambahkan jika kalau saudara menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah, banyak-banyaklah membaca riwayat Rasulullah Saw. Bila menjadi anggota pimpinan atasan, atau kebetulan menjadi pemimpin, menjadi Bapak Rakyat atau Bapak Ummat, maka hendaknya: “Berpandai-pandailah, beramah-ramahlah dalam bergaul dengan ummat pimpinan Saudara. Tanggapilah dengan baik-baik. Dimana pun perlu catatlah apa yang menjadi laporan-laporannya yang disampaikan. Hal-hal yang perlu, dicatat, pada hal-hal yang penting Saudara menanyakan. Hal itu akan sangat menggembirakan anggota-anggota. Kemudian setelah ditanggapi, lalu menyatakan terima kasih atas laporan itu. InsyaAllah anggota tersebut akan berasa puas dan akan bertambah mantap dan simpatik kepada Saudara.”
Muhammadiyah berpendapat bahwa ibadah itu tidak hanya terbatas pada shalat, zakat, puasa dan haji. Segala sesuatu yang ditujukan untuk berbakti kepada Allah, maka itu dapatlah dihitung sebagai ibadah, asal cara-caranya tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan Islam.
Disamping itu cara-cara peribadahan yang sudah ada tuntunannya dari Rasulullah. Muhammadiyah mengusahakan agar keluarga Muhammadiyah melaksanakan sholat dan berpuasa dengan mencontoh yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. K.H. A.R. Fachruddin adalah salah satu tokoh yang berjasa di organisasi Muhammadiyah, beberapa kontribusi beliau untuk Muhammadiyah adalah:
- Penerimaan Pancasila Sebagai Asas Tunggal Masa KH. A.R Fachruddin
Pada tahun 1982 merupakan ujian bagi gerakan Muhammadiyah dan ormas yang lainnnya, karena pada tahun itu diajukannya RUU tentang recana undang-undang organisasi kemasyarakatan yang mengandung pokok persoalan menjadikan Pancasila sebagai satu-satuan azas bagi seluruh organisasi kemasyarakatan. Bagi Muhammadiyah memiliki arti dihilangkan azas Islam dari anggaran dasar oraganisasi yang sudah barang tentu membawa konsekuensi perubahan sifat gerak dan tujuan. Dalam menanggapi hal tersebut akhirnya asas pancasila dimasukan kedalam anggaran dasar Muhammadiyah tanpa merubah asas Islam, dalam hal ini KH. A.R. Fachrudin menyebut sebagai “Menggunakan Helm”
- Pengaruh Muhammadiyah terhadap RUU-PN Masa KH. A.R Fachruddin di Tahun 1988
DPR mengajukan 2 rencana undang-undang tentang Pendididikan Nasional (RUU-PN), hal ini mendapat perhatian khusus dari Muhammadiya. Adapun pokok-pokok tanggapan Muhammadiyah mengenai hal tersebut adalah bahwa terdapat perbedaan antara RUU-PN dan GBHN terkait poin kata “beriman” yang dalam GBHN dicantumkan sebelum kata “bertaqwa”, ternyata tidak ada sama sekali dalam RUU-PN. Oleh karena itu rumusan tujuan pendidikan nasional dalam RUU-PN harus disesuaikan dengan GBHN. Respon Muhammadiyah dalam penyempurnaan RUU-PN ini ditujukan kepada pemerintah dalam pokok-pokok pikiran maupun sumbangan pemikiran Muhammadiyat tertampung dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Dampak Pancasila Sebagai Asas Tunggal Terhadap Sistem Politik Muhammadiyah Masa KH. R Fachruddin
Sebagai sarana untuk memperlancar dakwah politik Muhammadiyah di era itu, maka Muhammadiyah memerlukan mitra kerja sebagai tangan panjang dari gerakan Muhammadiyah, yang tetap dipegang teguh oleh Muhammadiyah sesuai dengan Islam. Sesuai dengan undang-undang ormas No.8 tahun 1985, pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya azas dan juga pada Muktamar ke-41 di Surakarta, bahwa Muhammadiyah menyebutkan azas Pancasila pada bab II pasal 2 Anggaran Dasar Muhammadiyah, ini mendorong Muhammadiyah untuk bersungguh- sungguh dalam memurnikan dan memperkokoh akidah Islam, untuk itu Muhammadiyah harus mampu berhubungan dengan “siapa saja”.
Penulis: Dimas Setyawan Saputro
Editor: Rara Zarary