Film Jumbo yang tayang di bioskop Indonesia. (sumber: kabar24)

Beberapa pekan terakhir, film Jumbo menjadi perbincangan hangat di kalangan pecinta film Indonesia, terutama karena keberhasilannya menembus jutaan penonton dalam waktu singkat hingga saat ini, Jumbo berhasil menembus 5 juta penoton dan film Jumbo pun berhasil meraih predikat sebagai film animasi terlaris sepanjang masa se-Asia Tenggara.

Sebagai film animasi buatan anak bangsa, Jumbo layak diapresiasi atas kualitas teknisnya yang memukau, jalan cerita yang emosional, serta pesan moral tentang persahabatan dan keberanian. Namun, di balik semua pujian tersebut, ada satu aspek yang memunculkan kegelisahan—khususnya dari kalangan umat Islam: kehadiran karakter hantu dalam cerita yang akrab dan bahkan bersahabat dengan tokoh utama.

Dalam cerita, Don—seorang anak yang merasa tersisih—memulai petualangan ajaib setelah ia bertemu dengan sesosok hantu kecil dari dunia arwah. Hantu tersebut meminta bantuan Don untuk mencari roh kedua orang tuanya yang hilang. Dari titik inilah, kisah petualangan dan keajaiban dimulai, membawa penonton masuk ke dunia penuh fantasi, namun juga membuka ruang tafsir yang rawan terhadap akidah, terutama bagi penonton usia dini.

Padahal, dalam Islam, percaya kepada hal ghaib adalah bagian dari rukun iman, sebagaimana firman Allah: “Alif laam miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib…” (QS. Al-Baqarah: 1-3)

Baca Juga: Meneladani Parenting dari Ali bin Abi Thalib

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Namun perlu di ketahui berimannya kita pada hal ghaib bukan berarti bebas membayangkan dan menggambarkannya sesuai kehendak manusia. Dunia arwah adalah bagian dari perkara ghaib yang tidak boleh dilukiskan dengan sembarangan, apalagi dijadikan unsur hiburan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Meskipun dalam film ini tidak ada dukun, tapi ketika film menyuguhkan interaksi manusia dengan roh atau arwah, maka dikhawatirkan bisa menumbuhkan pemahaman keliru bahwa makhluk ghaib bisa diajak komunikasi atau diajak main-main, padahal dalam Islam hal itu justru dihindari agar tidak menjerumuskan pada syirik atau kemusyrikan.

Sebagian besar anak-anak tidak mampu membedakan mana realitas dan mana fiksi. Maka ketika film animasi menjadikan roh dan hantu sebagai elemen utama cerita, kekhawatiran bukan sekadar berlebihan, tapi wajar dalam konteks menjaga akidah. Rasulullah ﷺ pernah bersabda: 

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Fitrah inilah yang mesti dijaga sejak kecil—termasuk melalui apa yang mereka tonton. Jumbo memang karya kreatif yang patut diapresiasi dari sisi teknis. Tapi sebagai umat Islam, kita tidak hanya menilai dari seni, tapi juga dampaknya pada tauhid dan akidah. Harus ada ruang bagi dialog antara dunia kreatif dan nilai-nilai agama.

Bayangkan betapa kuatnya karya Indonesia jika disusun dengan visual hebat sekaligus membawa pesan tauhid yang lurus. Maka bukan berarti kita menolak karya, tapi kita mengajak untuk lebih berhati-hati dalam menggambarkan hal ghaib. Kreativitas boleh, tapi jangan sampai mengaburkan batas akidah.

Untuk itu, mari kita menarik kesimpulan dari pembahasan ini. Mau sebagus apapun sebuah film, sepandai apapun para creator dan sutradara dalam meramu sebuah cerita, tanggung jawab terbesar tetap ada pada orang tua. Karena dalam islam, anak adalah amanah dari sang pencipta.

Bukan hanya menjaga fisiknya saja, tapi sebagai orang tua juga harus menjaga imannya, pikirannya, dan paling terpenting adalah hatinya. Orang tua tidak bisa menyerahkan pendidikan akidah anak semata mata pada sekolah atau pondok pesantren saja. Justru rumah dan orang tua adalah madrasah utama bagi mereka semua.

Baca Juga: Ilmu Parenting Ala Rasulullah SAW

Maka menghadapi fenomena yang terjadi saat ini, tentang isu isu film jumbo atau film lainnya yang menyentuh unsur akidah orang tua perlu dan harus menjadi garda terdepan dalam penyaringan dan pendampingan kepada anak, bukanya hanya menjadi penoton pasif. Jangan biarkan anak-anak menelan pesan film mentah-mentah. Damping, jelaskan, luruskan jika ada yang menyimpang dari tauhid yang sudah kita ajarkan.

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” ( QS. At-Tahrim:6). Ayat ini mengingatkan bahwa tugas menjaga keluarga bukan hanya perkara dunia saja, tapi juga tentang perkara akhirat yang kekal selamanya. Maka dari itu, mari menjadi orag tua, guru, dan pendidik yang sadar, bahwa setiap tontonan bisa menjadi tuntunan atau justru sebuah godaan yang menyesatkan. Semoga kita termasuk hamba yang menjaga fitrah anak-anak kita dengan manisnya cahaya iman.



Penulis: Wan nurlaila