Gambaran berkumpulnya keluarga dalam momentum hari raya atau lebaran.

Reuni keluarga yang seharusnya menjadi momen indah untuk menyambung tali silaturahmi, sering kali berubah menjadi ajang pamer pencapaian dan perbandingan status sosial. Hal ini tentunya membuat banyak orang merasa tidak nyaman dan bahkan minder untuk ikut. Pertanyaan yang sering muncul adalah, “Apakah kita wajib datang ke acara reuni keluarga semacam ini?” atau “Bagaimana jika kita merasa bahwa reuni tersebut sudah tidak sesuai dengan tujuan awalnya?”

Sebelum membahas lebih jauh mengenai kondisi reuni yang sering berubah menjadi ajang pamer, mari kita tinjau kembali apa sebenarnya makna dari reuni atau halal bihalal dalam konteks Islam. Halal bihalal, yang sering dilaksanakan setelah Idul Fitri, adalah suatu tradisi di mana umat Islam berkumpul untuk saling memaafkan dan mempererat silaturahmi.

Ini adalah momen untuk menyambung tali persaudaraan antar keluarga, teman, dan kerabat yang mungkin selama ini jarang bertemu. Tujuannya bukan untuk menilai pencapaian atau status sosial, tetapi untuk meningkatkan rasa persaudaraan dan saling memaafkan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Dalam Islam, silaturahmi memiliki kedudukan yang sangat penting. Bahkan, dalam Al-Qur’an dan hadis, banyak sekali disebutkan tentang keutamaan menjaga hubungan baik dengan keluarga, sahabat, dan sesama manusia. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia menjaga tali persaudaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan bahwa reuni keluarga, yang esensinya adalah menjaga silaturahmi, seharusnya menjadi ajang yang penuh kebersamaan, saling memaafkan, dan merayakan kebersamaan.

Namun, kenyataan yang sering terjadi adalah reuni keluarga justru berubah menjadi ajang pamer pencapaian dan perbandingan status sosial. Acara yang awalnya dimaksudkan untuk berkumpul dan berbagi cerita, kini menjadi tempat untuk membandingkan siapa yang lebih sukses, siapa yang lebih kaya, atau siapa yang memiliki posisi sosial lebih tinggi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Konsep Silaturahmi KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab at-Tibyān

Pertanyaan yang sering dilontarkan dalam acara seperti ini pun bukan lagi tentang kabar keluarga, melainkan soal pekerjaan, gaji, pendidikan, atau harta benda. Si A ditanya tentang karirnya, si B ditanya tentang rumah mewahnya, dan si C ditanya tentang liburan ke luar negeri. Hal ini menciptakan ketidaknyamanan, terutama bagi mereka yang merasa tidak berada di level yang sama. Tidak jarang, perasaan minder pun muncul.

Bagi sebagian orang, terutama mereka yang merasa tidak memiliki pencapaian atau status sosial yang diharapkan, menghadiri reuni seperti ini bisa menjadi pengalaman yang menyakitkan. Mereka merasa terpinggirkan, diabaikan, atau bahkan diremehkan karena tidak bisa ikut dalam percakapan yang lebih berfokus pada pencapaian duniawi. Ini tentu sangat jauh dari esensi reuni yang seharusnya menjadi ajang untuk saling mengenal, saling mendukung, dan mempererat tali persaudaraan.

Lantas, apakah kita wajib datang ke reuni keluarga yang seperti ini? Jawaban atas pertanyaan ini tentu tidak sederhana, karena tergantung pada kondisi masing-masing individu dan situasi yang ada. Jika tujuan reuni tersebut sudah tidak lagi selaras dengan nilai-nilai yang kita anut, seperti pentingnya menjaga silaturahmi dengan penuh kasih sayang dan tanpa membandingkan status sosial, maka mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk tidak datang. Menghindari acara yang lebih banyak menimbulkan perasaan negatif dan minder mungkin akan lebih baik bagi kesehatan mental kita.

Namun, jika kita merasa bahwa reuni ini masih memiliki potensi untuk menyambung silaturahmi, meskipun ada kecenderungan untuk membandingkan pencapaian, kita bisa memilih untuk hadir dengan cara yang bijak. Tidak perlu ikut dalam percakapan yang hanya berkutat pada pencapaian materi atau status sosial. Alihkan pembicaraan ke topik yang lebih menyentuh esensi kebersamaan, seperti mengenang kenangan masa kecil, berbagi cerita tentang kehidupan pribadi yang lebih dalam, atau bahkan berbincang mengenai hal-hal yang bersifat lebih positif dan memotivasi.

Jika kita memutuskan untuk hadir, kita bisa berusaha untuk membawa suasana reuni ke arah yang lebih positif. Ingatlah bahwa reuni bukanlah tentang siapa yang lebih sukses atau kaya, tetapi tentang bagaimana kita saling mendukung dan mempererat hubungan keluarga. Kita juga bisa memilih untuk tidak terjebak dalam perbandingan dan mengingatkan diri sendiri bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda, dan tidak ada satu cara yang benar untuk mencapai kebahagiaan atau kesuksesan.

Di sisi lain, jika kita memutuskan untuk tidak datang, kita tetap harus menghormati keputusan orang lain yang memilih untuk hadir. Tidak perlu merasa bersalah atau minder jika kita merasa reuni tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut. Kita tetap bisa menjaga hubungan baik dengan keluarga melalui cara lain yang lebih sesuai dengan prinsip kita. Misalnya, menghubungi keluarga melalui pesan atau telepon, atau mengadakan pertemuan kecil dengan beberapa orang terdekat.

Baca Juga: Merawat Silaturahmi Membangun Keutuhan Persaudaraan

Penting juga untuk menyadari bahwa pertemuan sosial seperti reuni memang tidak selalu mudah, terutama jika ada perbedaan pandangan atau nilai yang terasa mencolok. Namun, kita tetap bisa menjaga hati kita dengan tidak terpengaruh oleh standar yang ditetapkan oleh orang lain. Fokuskan diri pada kebersamaan dan bukan pada pencapaian materi.

Esensi dari reuni keluarga harus kembali pada tujuan awalnya, yaitu mempererat hubungan, saling mendukung, dan membangun kebersamaan. Kita perlu menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada pencapaian duniawi semata, tetapi pada hubungan yang baik dengan orang-orang terdekat kita. Reuni yang sehat adalah yang mampu menyatukan keluarga tanpa membedakan status sosial, yang lebih mengutamakan kebersamaan, dan saling mendukung dalam perjalanan hidup masing-masing.

Bagi mereka yang merasa minder atau cemas dengan adanya perbandingan dalam reuni, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki cerita hidup yang berbeda. Pencapaian setiap orang tidak seharusnya menjadi ukuran kebahagiaan atau nilai seseorang. Silaturahmi adalah tentang saling menguatkan, bukan untuk saling membandingkan.

Reuni keluarga yang sesungguhnya adalah tentang saling menghargai satu sama lain, saling memberikan dukungan emosional, dan merayakan kebersamaan dalam setiap langkah hidup. Jika kita bisa menjaga makna ini, reuni akan selalu menjadi momen yang menyenangkan dan bermakna, tanpa perlu ada rasa minder atau perbandingan yang menyakitkan.



Penulis: Albii