Ilustrasi kegagalan dan kesuksesan. (source: kimbo)

Oleh: Nabila Rahayu*

Kegagalan. Kata yang sangat dikhawatirkan bagi siapa saja yang memulai perjalanan. Setelah kita merencanakan sebuah perjalanan atau kita sedang merancang masa depan. Ketika setiap dari kita sedang berada pada fase pertengahan jalan, ketika itupun hambatan dan rintangan silih berganti berdatangan. Entah dari sudut manapun itu. mungkin ada faktor sosial, faktor ekonomi, faktor keluarga dan lain sebagainya.

Perjalanan yang ditempuh dari masing-masing kita pasti berbeda namun pasti dengan tujuan yang sama. Yap! Kesuksesan.  Kata ini adalah pemantik atau bisa juga dijadikan penyemangat ketika kita sedang mengalami buntu arah saat sedang dalam perjalanan. Akan ada mungkin secercah cahaya yang menuntun.

Namun, hanya secercah. Tidak lebih.  Selebihnya kita yang berkutat lagi dengan tempuhan perjalanan ini. Kadang sempat terbesit, perjalanan ini dilanjutkan atau tidak ya?, bagaimana jika perjalanan ini gagal? Bagaimana jika tidak ada petunjuk atau salah langkah?. Tidak hanya itu, masih banyak gulungan benang kusut yang selalu saja menghantui pikiran kita.

Tapi, coba deh kita pikir. Kalau kita terlalu memikirkan apa yang belum kita jalani, rasanya seperti kesuksesan itu hanya angan-angan belaka. Berbeda dengan ketika kita telah menyusun suatu rencana atau perjalanan, lalu  setelah itu kita jalani, kita hadapi. Meskipun, seberat apapun tumpukan beban berat dipundak menopang, namun jika dilakukan dengan konsisten, dengan disiplin pasti lambat laun perjalanan, rencana, atau impian pasti kita raih dengan kesuksesan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Prinsip Sukses Ala Rasulullah

Memang betul, bahwa ekspetasi dan harapan kita yang telah direncanakan dan perjuangkan harus menjadi ‘jadi’, harus sesuai target, harus sesuai dengan perencanaan kita. Tapi kita melupakan bahwa Allah berhak untuk ikut campur dalam urusan itu.

Kita yang merencanakan tapi Allah yang mengatur semuanya. Mungkin kita berpikir bahwa, adanya serangan balik dari konsep kegagalan membuat kita menjadi frustasi, ingin menyerah, hingga memutuskan untuk sudah. Bahkan mungkin prasangka buruk kita terhadap Allah itu merajalela, hingga menjadi keangkuhan harapan. Dan pastinya, butuh waktu untuk kita bangkit lagi, menata dan menyusun serpihan serpihan yang telah pecah berhamburan.

Talk to allah. Kita mungkin gagal. Itu hanya perspektif kita sendiri. Namun, belum tentu dihadapan Allah. Perbaiki diri, apa yang salah, apa yang membuat hati gelisah. Rasa takut? Hadapi. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Karena ketakutan bisa menjadi alarm baf]gi kita untuk memberikan yang terbaik untuk masa depan. Kegagalan hanyalah satu tahap menuju keberhasilan.

Seperti masakan yang hambar tanpa garam. Seperti itu juga dengan tempuhan perjalanan. Hambar jika kita tidaak menikmati pesakitan-pesakitan kehidupan. Terkadang tapak kita bisa menjadi tatak karena kita sudah mampu melewati pesakitan yang silih ganti berdatangan.

Libatkan dan sertakan Allah dalam setiap tempuhan perjalanan. Karena setiap langkah dan jarak yang kita tempuh bernilai ibadah jika kita melibatkan Allah. Bukan hanya ketika kita sedang terjatuh saja baru mengingat allah. Tapi, ketika bahagia, tawa, senang harus libatkan allah. Begitulah kita sebagai manusia. Ketika diberi cobaan dan ujian hanya mengeluh tanpa berpikir bahwa allah itu sayang kepada kita, allah ingin kita sholat malam, bersimpuh sujud kepada-Nya.

Mustahil sekali jika kita sukses tanpa melibatkan allah. Dan jika itu terjadi, berarti kesuksesan itu butuh dianalisis. Apakah kesuksesan itu membawa berkah atau malah membawa musibah?. Maka kita harus tetap waspada. Ketika sukses, hatinya diperiksa. Sombong,kah? Angkuh, kah?. Dan ketika kita sedang mengalami kegagalan, periksa juga hati kita. Apakah kita iri dengan kesuksesan orang lain sehingga fokus kita hanya tertuju pada itu dan akhirnya membuat kita gagal.

Kesuksesan dan kegagalan. Saling melengkapi. Namun, ketika kita buta akan keduanya, kita juga akan terperangkap ke jurang yang tidak dangkal. Apalagi jika hanya diraih untuk kesombongan belaka. Dan dengan didasari oleh hawa nafsu.

Kita memang suka tidak tau diri! Punya jalan tempuh yang panjang, namun tidak melibatkan Allah. Punya cita-cita yang tinggi, namun untuk mendirikan sholat saja masih tidak mampu dan dimenangkan oleh rasa malas.

Cerita ke Allah. Hadirkan Allah dihati. Setiap saat. Setiap waktu. Tanpa jeda. Tanpa henti. Sukses itu bukan perihal tanggung jawab dunia tapi juga tanggung jawab akhirat. Lihatlah ketika kita sudah menggapai harapan kita. Kesuksesan. Apakah kita merasa aman? Apakah kita merasa puas? Merasa bahagia?. Jelas. Dan itu wajar. Namun, jangan berlebihan.

Karena berawal dari hal seperti itulah yang mampu menenggelamkan atau bahkan mematikan kesuksean yang selama ini telah kita raih. Allah tidak suka yang berlebihan, maka rayakanlah saja dengan sewajarnya.

Mungkin ada alasan mengapa kita belum ditakdirkan sukses dan berhasil dalam tempuhan perjalanan. Mungkin juga Allah sedang menguji kita. dan Allah yang lebih tau apa yang tidak kita ketahui. Semua pasti mendaptkan hak untuk merasakan keberhasilan dan kesuksesan. Dan pasti ketika kita mendapatkan cobaan dan ujian, rasanya ingin meyeraha dan sudah.

Sligman, dijuluki sebagai bapak psikologi positif yang mengutarakan teori Learned Helplessness (ketidakberdayaan yang dipelajari). Beliau beranggapan bahwa dalam diri manusia terkadang terdapat sisi pasrah pada kelemahan yang tidak bisa diatasi.

Maka, hal itu wajar kita rasakan. Nikmati setiap proses menuju keberhasilan. Jangan protes, jangan hanya menikmati hasilnya saja. Selamat berjuang dan selamat menapaki tempuhan perjalanan. Selalu sertakan Allah.



*Penulis Aktif di Sanggar Kapoedang.