ilustrasi bahtera nabi nuh, zaman tidak ada orang kafir di dunia
ilustrasi bahtera nabi nuh, isyarat kreativitas dalam al-Quran

Melalui Rasulullah al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia di setiap zaman, yaitu untuk memberi inspirasi supaya dapat menjawab berbagai persoalan dan tantangan hidup sehingga mendorong mereka untuk terus melakukan inovasi dan kreativitas. Salah satu diantaranya, isyarat tersebut terdapat dalam ayat yang menceritakan kisah nabi Nuh pada episode pembuatan bahtera. Secara bersamaan juga terselip anjuran kepada kita semua untuk terus berkreasi agar bisa bertahan hidup dan memberi manfaat serta maslahat bagi kehidupan.

Ratusan tahun lamanya Nabi Nuh menyeru kaumnya agar mereka taat dan menyembah hanya kepada Allah namun tetap saja mendapat penolakan bahkan penghinaan dari kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya untuk membuat perahu supaya nantinya dapat digunakan penyelamatan dirinya, kaumnya yang taat, beserta binatang yang ada pada saat itu― ketika tertimpa air bah yang mana tujuannya mebinasakan kaum pembangkang. Ayat tersebut terekam dalam QS. Hud ayat 37:

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ

Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”  

Terciptanya sebuah bahtera yang dibuat oleh Nabi Nuh tersebut mengajarkan kepada kita, bahwasannya tidak ada satupun sesuatu yang mustahil jika Allah yang berkehendak dan perintahkan. Bagaimana tidak, saat itu posisi peradaban umat Nabi Nuh yang jauh dari perairan  tepatnya di daerah gurun pasir, namun dapat menciptakan teknologi baru yang belum pernah ada seorang pun yang tahu cara dan bentuknya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tetapi karena rasa patuhnya yang dalam kepada Allah ia tidak ragu dan melaksanakan mandat yang diberikan telah kepadanya dan atas bantuan malaikat Jibril yang diutus Allah guna mengajari Nabi Nuh dalam proses pembuatan bahtera. Sehingga kemudian ia berhasil membuat kapal besar tersebut.

Terkait dengan bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan membangun sebuah bahtera Nuh, Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam tafsirnya berpendapat, bahwasannya Nabi Nuh menggunakan kayu yang berasal dari Nusantara. Hal itu sebagaimana hasil penelitian dari  laboratorium China dan Turkey milik Noah’s Ark Minestries International, yang melakukan beberapa pengujian bahan fosil kayu oleh tim ahli botani purba dan menunjukkan bahwa fosil kayu di bahtera Nuh adalah kayu jati.

Mengutip Faizal Rahman dalam risetnya tentang pandangan mufassir Zaghlul al-Najjar terkait kisah Nabi Nuh, mengatakan pembuatan bagian dari luar kapal tersebut juga dilapisi dengan aspal dengan tujuan untuk memperkokoh kerangkanya. Tak cukup berhenti sampai di situ, kemudian Nabi Nuh juga diperintahkan Allah untuk memberikan sebuah ukiran di bagian samping paku kapal sebanyak empat kali.

Pendapat dari beberapa sarjana yang beranggapan besar bahwa bahtera Nabi Nuh as. ini dibangun di sebuah tempat yang bernama Shuruppak. Tempat itu saat ini merupakan sebuah kawasan yang terletak di selatan Iraq.

Selesai Nabi Nuh membangun kapal besar yang bisa disebut sebagai transportasi laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah, “Siapkan bahteramu, ketika perintahku datang dan tanda tangani dariku, maka angkut bersamamu segera ke kapalmu dan orang tuamu dan bawa dua pasang segala macam makhluk yang ada di darat dan berlayar dengan seizinku.”

Kemudian jatuh dari langit dan memuntahkan dari bumi aliran air yang deras dan mengerikan, dalam sekejap mata menjadi banjir besar yang menimpa semua daerah hingga ke puncak bukit. Tidak ada tempat berlindung dari banjir besar kecuali bahtera Nuh, yang dipenuhi dengan orang-orang percaya dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nuh atas perintah Tuhan.

Ayat yang mengisahkan peristiwa perkapalan Nabi Nuh adalah suatu bukti bahwa al-Quran mendorong umat muslim khususnya generasi saat ini untuk terus berkreasi dan berinovasi melalui alat atau bekal yang Allah berikan. Sebagaimana Nabi Nuh yang mentransformasi petunjuk dari Allah dengan karunia akal pengetahuan. Karena pengetahuan ini menjadi cikal bakal kreativitas, teknologi bahtera yang sebelumnya tidak ada dalam kultur masyarakat Nabi Nuh.

Dengan demikian kreativitas tidak akan terlepas dari dimensi spititualitas. Seperti dalam konteks ayat ini adanya pengakuan bahwa Allah yang memberikan petunjuk dan pengetahuan. Nabi Nuh yakin dan percaya bahwa Dia-lah yang memberikan ilmu dan menunjukkan jalan bagaimana menciptakan hal baru melalui malaikat Jibril hingga akhirnya ia berhasil mengerjakannya.

Akhir kata, sebagai seorang muslim yang hidup di era teknologi yang semakin canggih, jangan mau kalah dengan umat lain. Dengan mengikuti spirit Nabi Nuh dalam kreativitas, sebab dunia memerlukan kita untuk terus berinovasi. Supaya dapat terus menuangkan ide kita pasti membutuhkan Allah, karena sistem informasi dalam nalar manusia tidak mungkin ada tanpa diberikan olehNya.

Kemampuan untuk memahami sampai mencipta menjadi ciri bahwa itu tidak akan ada tanpa pemberian dariNya. Manusia dalam sisi lain tidak boleh angkuh terhadap produk kreativitasnya, karena hakikatnya kita berasal dariNya. Pemahaman dan daya cipta sejatinya bukan menjauhkan diri dari Allah, melainkan semakin bertambah dekat kepadaNya.

Baca Juga: Zaman Nabi Nuh, Pernah Tidak Ada Orang Kafir di Dunia


Ditulis oleh. Rasyida Rifa’ati Husna, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo.