ilustrasi batu fosil

Fosil adalah jejak atau sisa organisme yang telah mati dan terkubur dalam lapisan tanah atau batuan dengan masa yang sangat lama. Fosil biasanya terbentuk ketika organisme mati dan tertimbun di bawah lapisan sedimen seperti lumpur, pasir, atau batu. Proses ini melibatkan perubahan bahan organik menjadi bahan mineral, yang menghasilkan jejak atau sisa organisme yang terjaga dalam bentuk yang relatif abadi. Fosil bisa berasal dari hewan, atau kayu yang sudah lama terpendam selama ratusan tahun.

Di samping itu, ternyata fosil mempunyai para penggemar atau kolektor. Mereka menyimpan fosil atau tulang-tulang hewan seperti dinasaurus, harimau, tanduk rusa, dan selainnya di rumah untuk digunakan pajangan agar memberikan nilai estetik di rumah. Bagaimana hukumnya?

Dalam syariat Islam, bangkai hewan semuanya dihukumi najis, ketika matinya tidak dengan cara disembelih secara syariat Islam. Meskipun hewan yang biasanya kita makan atau tidak, kecil maupun besar. Karena hukum asal dari bangkai ialah najis kecuali ada keadaan tertentu dan dengan cara cara tertentu, untuk menjadikan bagian dari hewan tersebut suci.

Senada dengan ini, disebutkan dalam al-Quran yang berbunyi:

‌حُرِّمَت عَلَيكُمُ ٱلمَيتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحمُ ٱلخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيرِ ٱللَّهِ بِهِ 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Diharamkan bagi kalian bangkai, darah, dan daging babi, dan semua hewan yang disembelih tidak atas nama Allah Swt semata.” (QS. Al-Maidah: 3).

Ayat tersebut sudah jelas bahwa bangkai hewan dan hewan yang disembelih tidak secara syariat maka hukumnya haram. Kemudian bagaimana hukum untuk menyimpannya di dalam rumah dengan menjadikannya hiasan di rumah?

Dalam madzhab Syafi’i, bangkai itu memang haram, dan keharamannya itu khusus untuk dijualbelikan, karena ada hadist dari Jabir yang mengkumi bangkai itu haram, dan hadits tersebut berbunyi:

عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ …

Dari Jabir, bahwasannnya mendengar Rasulallah ketikah fathul Makkah, Bahwasannya Rasulullah mengharamkan penjualan khomr, bangkai, babi, dan berhala. Kemudian Jabir bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kamu mengetahui bahwasanya lemak bangkai digunakan untuk melapisi kapal, mewarnai kulit hewan, dan digunakan manusia untuk penerangan?” Kemudian Rasulullah menjawab, “Jangan menjual lemak bangkai karena haram penjualannya.” (Kitab syarah an-Nawawi ala Muslim)

Dalam hadist tersebut penjualan bangkai memang haram, dan haramnya memang dalam penjualan saja tidak untuk memanfaatkannya. Keterangan ini terdapat pada kitab syarah an-Nawawi ala Muslim:

وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌لَا ‌هُوَ ‌حَرَامٌ ‌فَمَعْنَاهُ ‌لَا ‌تَبِيعُوهَا فَإِنَّ بَيْعَهَا حَرَامٌ وَالضَّمِيرُ فِي هُوَ يَعُودُ إِلَى الْبَيْعِ لَا إِلَى الِانْتِفَاعِ هَذَا هُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ وَأَصْحَابِهِ أَنَّهُ يَجُوزُ الِانْتِفَاعُ بِشَحْمِ الْمَيْتَةِ فِي طَلْيِ السُّفُنِ وَالِاسْتِصْبَاحِ بِهَا وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا لَيْسَ بِأَكْلٍ وَلَا فِي بَدَنِ الْآدَمِيِّ

Ucapan Rasulullah yang berupa لا هو حرم maknanya ialah tidak boleh untuk menjual bangkai, maka ketika bangkai tersebut dijual hukumnya haram. Dlomir (kata ganti) هو kembalinya ke penjualannya bukan kepada pemanfaatannya, dan ini pendapat yang benar menurut Imam Syafi’i dan pengikutnya. Bahwasannya boleh untuk memanfaatkan lemak bangkai digunakan untuk melapisi kapal, mewarnai kulit hewan, digunakan manusia untuk penerangan dan selainnya. Selagi tidak dimakan dan digunakan di badan manusia.

Kemudian penyimpanan bangkai di dalam rumah untuk koleksi bagaimana hukumnya? Imam An-Nawawi berkata:

‌يُكْرَهُ ‌اقْتِنَاءُ ‌الْعَذِرَةِ وَالْمَيْتَةِ

Dimakruhkan menyimpan kotoran dan bangkai

(al-Majmu’ juz 9, halaman 234)

Hukum asal dari bangkai ialah haram, dan keharamannya terkhusus untuk penjualan. Jika ada orang menjual fosil atau tulang tulang hewan maka hukumnya tidak sah, karena najis, dan benda najis itu tidak bisa dijualbelikan, di dalam kitab minhaj At-Thalibbin,

‌وللمبيع ‌شروط طهارة عينه

Syarat-syarat untuk barang yang dijual ialah suci barangnya.”

Dengan demikian mengoleksi bangkai atau fosil hewan hukumnya makruh, menjual bangkai hukumnya tidak sah, memanfaatkan bangkai hukumnya boleh. Sedangkan untuk menyimpan dan jual beli batu fosil hukumnya mubah.

Baca Juga: Anjing dan Babi Perlu Penelitian


Ditulis oleh. M. Jamil Shobri, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo