
Oleh: Devi Yuliana*
Al-Quran merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam. Al-Quran juga merupakan mukjizat paling besar yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidak mungkin ayat-ayat suci yang tertulis dalam Al-Quran diragukan kebenarannya. Banyak sekali hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik. Namun hanya minoritas masyarakat muslim yang sudah benar-benar memahami konteks dan mengambil hikmah dari ayat-ayat Al-Quran tersebut.
Kita pernah mendengar bahwa Islam mencapai masa keemasannya pada zaman daulah Bani Abbasiyah yang berkuasa. Banyak fan-fan ilmu yang berkembang pada zaman itu. Mulai dari ilmu Matematika, Fisika, Astronomi, Kedokteran, juga fan ilmu lainnya. Peradaban dan budaya Islam pada masa itu pun berkembang dan tumbuh secara pesat. Islam benar-benar mencapai puncak keemasan saat itu. Masa keemasan itu ditandai dengan muncul dan berkembangnya ilmu pengetahuan yang diawali dengan translasi massif atas karya-karya para filsuf Yunani kuno oleh para cendekiawan Islam. Dalam masa ini lahirlah para ulama besar di berbagai cabang ilmu diantaranya Al-Biruni, Jabir, Haiyan, Kindi, Ibnu Sina, dan lain-lain.
Tetapi sayang cerita tentang kehebatan umat muslim pada zaman dahulu tidak berdampak pada kesejahteraan umat Islam masa kini. Masa keemasan Islam hanya dianggap sebagai cerita pengantar tidur oleh bangsa Islam sendiri. Artinya umat Islam tetap tertidur dan terbelakang meski mendengar cerita menakjubkan ini berkali-kali. Mereka belum bisa mengambil ghirah dari perjuangan umat Islam terdahulu. Alih-alih umat berubah sikap dan melangkah maju yang terjadi malah kecenerungan sebaliknya. Kisah dan tayangan irasional serta mengingkari akal sehat di media cetak maupun digital lebih digandrungi oleh umat saat ini.
Guru Besar Universita Kairo, Syaikh Thanthawi dalam kitab tafsirnya yang berjudul Al-Jawahir menulis bahwa dalam kitab suci Al-Quran terdapat lebih dari 750 ayat Kauniyah, yakni ayat tentang alam semesta, dan hanya sekita 150 ayat Fikih. Anehnya, para ulama telah menghasilkan ribuan kitab tentang Fikih, tetapi nyaris tidak memerhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya. Umat Islam dan para ulama banyak yang memperdebatkan masalah Fikih dan bersitegang karenanya. Mereka banyak yang lalai akan fenomena alam seperti terbitnya matahari, gerhana bulan, serta keanekaragaman hayati di bumi ini yang dijelaskan dalam ayat Kauniyah.
Selain disibukkan oleh urusan Fikih yang tiada menemui akhir, pengalaman serta wawasan mayoritas umat muslim masih esoretis dan mengganggap lemah akal. Padahal secara kenyataan, akal merupakan anugerah Allah yang khusus diberikan kepada manusia. Sudah tentu kekuatan akal lebih besar dari apa yang telah lama menjadi stigma dalam masyarakat. Al-Quran sendiri tidak kurang 43 kali menyebutkan kata akal di dalamnya secara bentuk verbal dan 10 ayat lainnya menggunakan kalimat yang semakna dengan akal seperti afala tatafakkarun, apakah kamu tidak berpikir. Sebuah teguran untuk manusia agar mengoptimalkan penggunaan akalnya.
Meski ayat hukum hanya berjumlah seperlima dari ayat Kauniyah, tetapi telah menyedot banyak perhatian umat Islam tak terkecuali para ulama. Sebaliknya ayat-ayat kauniyah meski berjumlah sangat banyak tetapi masih terabaikan. Sains sebagai wujud normatif dari ayat Kauniyah seolah tidak terkait dan membuat orang Islam masuk surga atau neraka sehingga tidak pernah dibahas dalam ranah pendidikan ataupun pengajian-pengajian di masyarakat.
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Jombang.
**Sumber: Buku Ayat-Ayat Semesta, Sisi-sisi Al-Quran yang Terlupakan. Karya Agus Purwanto, D.Sc.