sumber foto: http://www.republika.co.id

Pada masa Tabi’it Tabii’in, di daerah Abu Warda di Khurasan ada kisah menarik tentang seorang dedengkot begal bernama al Fudhail bin Iyadh. Fudhail merupakan pembegal handal yang lahir di Samarkand pada 107 H., tetapi ia dibesarkan di Abu Warda. Keberandalannya dalam merampok tak diragukan lagi. Masyarakat Khurasan sangat ketakutan dengan preman yang satu ini. Ia biasanya melancarkan aksinya menyamun orang-orang yang melewati lokasi antara Abu Warda dan Sirjis. Dari membegal dan menyamun ia mendapatkan harta untuk hidup.

Namun, atas izin Allah, seorang perampok yang ditakuti, bisa menjadi takut dan kembali ingat kepada Allah setelah mendengar percakapan kafilah dagang yang takut kepadanya yang memperdengarkan ayat Al Quran. Ayat-ayat ilahi telah membuka hati kecil Fudhail untuk kembali kepada Allah dan bertaubat, bahkan menjadi titik balik sang pembegal legendaris menjadi ulama yang ahli ibadah.

Kisah versi pertama, seorang tetangga Fudhail bin Iyadh memberikan kesaksian bahwa Fudhail bin Iyadh merupakan seorang perampok (hebat) sehingga tidak memerlukan patner atau tim dalam merampok. Suatu malam dia pergi untuk merampok. Tak berapa lama ia pun bertemu dengan rombongan kafilah. Sebagian anggota kafilah itu berkata kepada yang lain, “Jangan masuk ke desa itu, karena di depan kita terdapat seorang perampok yang bernama Fudhail.”

Fudhail yang mendengar percakapan anggota kafilah itu ternyata gemetar, dia tidak mengira bahwa orang-orang sampai setakut itu terhadap gangguan darinya, ia merasa betapa dirinya ini memberi mudharat dan bahaya bagi orang lain. Padahal biasanya ia tak pernah ragu untuk melancarkan aksinya, tetapi kali ini pintu hidayah sudah mulai terbuka. Fudhail pun berkata, “Wahai kafilah, akulah Fudhail, lewatlah kalian. Demi Allah, aku berjanji (berusaha) tidak lagi bermaksiat kepada Allah selama-lamanya.” Sejak saat itu Fudhail meninggalkan dunia hitam yang telah ia geluti itu.

Dalam kitab al Mawaidz al Ushfuriyah karangan Syaikh Muhammad bin Abu Bakar atau yang masyhur disebut sebagai Syaikh al Ushfuri menjelaskan kisah tersebut dalam versi lain. Dalam versi kitab itu disebutkan, saat kafilah sampai di daerah tempat mangkal Fudhail dan kawanannya, sebagian dari mereka mengatakan, “Sesungguhnya Fudhail bin Iyadh beserta gerombolannya ada di tempat ini, apa yang harus kita perbuat”. Sebagian yang lain menjawab, “Kita akan melemparkan panah, jika mengenai sasaran kita bisa melanjutkan perjalanan, tetapi bila tidak, maka kita harus kembali”. Lalu salah satu dari mereka melemparkan anak panah sembari membaca ayat:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَانَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَيَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)

Mendengar ayat tersebut, Fudhail berteriak keras dan jatuh pingsan. Anak buahnya mengira bahwa Fudhail  bin Iyadh terkena panah. Mereka memeriksa tubuh Fudhail. Setelah sadar, lantas Fudhail berkata, “Aku telah terkena panah Allah”. Kemudian orang kedua (dari gerombolan kafilah tadi) melepaskan anak panah seraya mengucapkan ayat:

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sungguh, aku seorang pemberi peringatan yang jelas dari Allah untukmu” (adz Dzariyat: 50).

Mendengar ayat yang ini, Fudhail malah berteriak jauh lebih keras dari ayat yang pertama. Lalu anak buahnya kembali memeriksa tubuh Fudhail. Ia berkata, “Wahai anak muda! Aku terkena panah Allah”.

Kemudian, orang ketiga melancarkan panah dengan mengucapkan ayat:

وَأَنِيبُوا إِلَىٰ رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (az Zumar: 54).

Bacaan ayat ini makin membuat Fudhail berteriak lebih kencang dari yang pertama dan kedua. Ia berkata kepada para anak buahnya, “Pulanglah kalian semua, biarkanlah aku menyesali kelalaianku. Sungguh rasa takut kepada Allah Ta’ala telah merasuk dalam jiwaku dan aku akan meninggalkan apa yang aku lakukan selama ini”. Kemudian ia pergi ke arah Makkah hingga sampai pada suatu daerah di dekat Narawan.

Di situ, Fudhail bertemu dengan Khalifah Harun ar Rasyid. Khalifah Harun mengatakan padanya, “Wahai Fudhail, Sungguh aku melihat dalam mimpi seolah-olah Sang Penyeru berseru dengan suara yang sangat keras, ‘Sesungguhnya Fudhail takut kepada Allah dan memilih berkhidmat pada-Nya, maka sambutlah dia!”.

Lalu, Fudhail bin Iyadh menjerit dengan keras dan berkata, “Wahai Tuhanku! Dengan kemurahan dan keagunganMu, Engkau telah mencintai seorang hamba yang berdosa dan lari dari-Mu selama empat puluh tahun”.

Sejak saat itu, Fudhail berubah menjadi ahli ibadah yang alim dan zuhud. Ia pernah tinggal di Kufah dan menghabiskan sisa umurnya di Makkah hingga dijuluki dengan ‘Abid al Haramain (ahli ibadah dua kota suci). Ia hidup menjadi ulama ahli ibadah hingga meninggal pada bulan Muharram tahun 187 H. di Makkah al Mukarramah.

Selain menjadi ahli ibadah dia juga bertransformasi menjadi seorang ulama dan ahli hadis. Ia berguru dan meriwayatkan hadis dari beberapa ulama, di antaranya al A’masy, Sufyan at Tsaury, Sufyan bin ‘Uyainah, Manshur bin Mu’tamir, Hisyam bin Hassan, Sulaiman at Taimy, ‘Auf al ‘Araby, ‘Atha’ bin As-Saaib, Shafwan bin Salim, dan ulama-ulama lainnya.

Selain itu, beberapa ulama juga pernah berguru dan meriwayatkan hadis darinya, seperti Sufyan ats Tsaury, Sufyan bin ‘Uyainah, Imam asy Syafi’i, Ibnu al Mubarok, al Humaidy, Yahya bin al Qaththan, Abdrurrahman bin Mahdi, Qutaybah bin Sa’id, dan Bisyr al Hafy.

Untuk menghidupi dirinya dan keluarganya ia bekerja mengurus air di Makkah. Waktu itu ia memiliki seekor unta yang ia gunakan untuk mengangkut air dan menjual air tersebut guna memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Ia tidak mau menerima pemberian-pemberian dan juga hadiah-hadiah dari para raja dan pejabat lainnya.

Namun sekali ia pernah menerima pemberian dari Abdullah bin al Mubarak. Alasannya menolak terhadap pemberian-pemberian para raja diduga karena keraguannya terhadap kehalalannya, sedang ia  sangat menjaga agar tidak sampai sesuatu memasuki perut beliau kecuali sesuatu yang halal.

Kisah Imam Fudhail bin Iyadh di atas telah memberikan hikmah tentang sebuah pertaubatan yang indah, di mana seorang perampok, pembegal, dan penyamun seperti Fudhail, diberikan hidayah oleh Allah SWT dan bahkan menjadi ahli ibadah dan ulama hadis terkemuka. Ada beberapa pesan yang pernah ia sampaikan di antaranya:

“Berita-berita kami ditampakkan! Jika Engkau menampakkan keadaan kami, maka apa yang kami sembunyikan pasti akan terlihat dan kami akan malu. Jika Engkau menampakkan amalan kami, maka kami akan celaka karena adzab-Mu.”

“Kamu berhias untuk manusia, berdandan untuk mereka, dan kamu terus berbuat riya’, sehingga mereka mengenalmu sebagai seorang yang shaleh. Mereka menunaikan kebutuhanmu, melapangkan tempat dudukmu (menyambutmu), dan bermuamalah denganmu karena mereka salah duga. Keadaanmu benar-benar buruk jika demikian adanya.”

“Jika kamu mampu untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Kamu tidak rugi walaupun tidak dikenal, dan kamu tidak rugi walaupun kamu tidak dipuji. Kamu tidak rugi walaupun kamu tercela di mata manusia, asalkan di mata Allah kamu selalu terpuji.”


Sumber:

al Mawaidz al Ushfuriyah

al Mawaidz Imam al Fudhail ibn Iyadh

http://kisahmuslim.com/3718-taubatnya-fudhail-bin-iyadh.html