Oleh: Ust. Saifullah

اَلْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّابَعْدُهُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Kewajiban kita bertakwa kepada Allah Swt. dengan sebenar-benar takwa. Yaitu imtitsal al-awamirillah wa ijtinabu nawahihi, berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan perintah Allah dan berusaha seoptimal mungkin untuk menjauhi semua larangan-Nya.

Hadirin Sidang Jumah yang Berbahagia

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Suatu hari sepeninggal Rasulullah Saw., sahabat Abu Hurairah r.a. beriktikaf di masjid Nabawi. Ia tertarik ketika mengetahui ada seseorang lain di masjid yang sama, duduk bersedih di pojok masjid. Abu Hurairah pun menghampirinya. Menanyakan ada apa gerangan sehingga ia tampak bersedih. Setelah mengetahui masalah yang menimpa orang itu, Abu Hurairah pun segera menawarkan bantuan.

“Mari keluar bersamaku, wahai saudara. Aku akan memenuhi keperluanmu”, ajak Abu Hurairah.

“Apakah kau akan meninggalkan iktikaf demi menolongku?, tanya orang tersebut seraya terkejut.

Abu Hurairah menjawab, “iya, saya akan menolongmu. Sesungguhnya, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,

وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخٍ فِي حَاجَةٍ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ -يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ- شَهْرًا،   رواه الطبراني

“Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku (yang muslim) untuk sebuah keperluan. Lebih aku cintai daripada aku beriktikaf di masjid ini yakni masjid Nabawi selama sebulan penuh.”

Artinya, berjalan menuju untuk memenuhi kebutuhan saudara yang lain itu lebih baik daripada iktikaf di dalam masjid selama satu bulan.

Hadirin Sidang Jumah yang Berbahagia

Sebagaimana sahabat Abu Hurairah, seorang muslim seharusnya juga memiliki keterpanggilan untuk menolong saudaranya. Memiliki jiwa dan semangat, memberi manfaat kepada sesama. Memiliki karakter naafi’un li ghoirihi. Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain. Keterpanggilan nuraninya untuk berkontribusi menyelesaikan problem orang lain. Bahkan manusia terbaik, adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Siapa pun muslim itu, dimana pun ia berada, apa pun profesinya, ia memiliki orientasi untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Seorang muslim bukanlah manusia egois, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan orang lain, dan selalu berusaha memberikan manfaat pada sesama. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seharusnya setiap persendian yang ada di dalam tubuh manusia, mengeluarkan sedekah setiap harinya.

Dan ternyata yang dimaksud sedekah disini adalah kebaikan. Terlebih adalah kebaikan dan kemanfaatan kepada orang lain.

كُلَّ سُلَامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ: يَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَيُعِيْنُ الرَّجُلَ  عَلَى دَابَتِهَ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَ كُلُّ خَطْوَةٍ يَخْطُوْهَا عَلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ، وَيُمِيْطُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ

Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya, mulai matahari terbit: berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya dan mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraanya adalah sedekah. Berkata yang baik adalah sedekah. Begitu pula, setiap langkah berjalan untuk menunaikan ibadah salat adalah sedekah. Serta, menyingkirkan suatu rintangan di tengah jalan adalah sedekah.

Demikianlah seorang muslim dan mukmin, ia senantiasa terpanggil untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain. Seorang muslim yang menjadi pedagang atau pebisnis. Orientasinya bukanlah hanya sekedar meraup untung semata. Bukan hanya untuk mencari laba sebesar-besarnya. Tapi orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat kepada orang lain. Membantu mereka memperoleh apa yang mereka butuhkan.

Dengan demikian, pedagang dan pebisnis muslim pantang menipu customer-nya. Ia bahkan memberikan yang terbaik kepada mereka. Dan pada saat dibutuhkan, menjadi konsultan serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih baik. Artinya, seorang pedagang yang muslim hendaknya tidak boleh memakai prinsip kapitalis. Yaitu dengan modal sedikit mungkin dan mengharap keuntungan sebesar mungkin. Tetapi pedagang muslim hendaknya mencari keuntungan untuk bersedekah dengan sebanyak-banyaknya.

Seorang muslim yang menjadi guru, menjadi pendidik, dan menjadi pembina. Orientasinya bukan hanya sekedar mengajar, membimbing, dan membina lalu setiap bulan mendapat gaji. Tetapi orientasinya adalah bagaimana dia memberikan manfaat terbaik bagi peserta didiknya. Ia mengasihi mereka seperti mengasihi puteranya sendiri. Dan ia selalu memikirkan bagaimana cara yang terbaik dalam melakukan pewarisan ilmu, sehingga peserta didik menjadi lebih cerdas, lebih kompeten, dan lebih berkarakter.

Seorang pembina asrama misalnya. Tentunya tidak hanya menunggu santri pulang dan datang berangkat sekolah. Tapi hendaknya ia berperan sebagai problem solver, yaitu yang menjadi solusi alternatif yang memecahkan persoalan yang ada di dalam asrama pesantrennya. Sehingga tidak hanya rutinitas yang dilakukan, tapi lebih jauh dari itu. Yaitu mampu memberikan yang terbaik kepada para santri yang dibina.

Begitu juga dengan pendidikan. Pendidikan dengan biaya yang mahal, ini justru memberikan semangat yang rendah terhadap masyarakat untuk mencari ilmu. Pondok yang berbiaya mahal, itu juga akan mempersulit masyarakat Islam untuk belajar di pesantren. Padahal ada semboyan “ayo kita mondok”. Tapi kalau biayanya mahal, bagaimana dia bisa mondok di pesantren. Maka tentu harus dipertimbangkan juga, harus ada sedekah yang diberikan. Bagi mereka yang betul-betul tidak mampu, harus ada dispensasi atau beasiswa dan lain sebagainya.

Jangan sampai, karena belum membayar SPP lalu santri itu dikeluarkan, tidak bisa ikut ujian, dan seterusnya. Ini adalah bukan termasuk prinsip yang islami.

Begitu juga seorang dokter misalnya. Orientasinya tidak hanya untuk mencari pasien sebanyak-banyaknya dan uang yang banyak. Tetapi juga harus ada sedekah, ada aspek sosial yang ditanamkan pada dirinya sehingga membantu pasien yang tidak mampu. Tidak ada diskriminasi dalam memberi perantara “kesembuhan” kepada pasiennya.

Ketika pasien itu tergolong kelas tiga, orang miskin. Lalu tidak dihiraukan atau tidak cepat ditangani. Seperti kasus yang terjadi di Kali Deres Jakarta, keluarga seorang bayi karena gara-gara tidak mampu membayar uang muka untuk diperiksa di rumah sakit itu dan pihak rumah sakit tidak menanganinya, lalu sang bayi meninggal tanpa tertolong nyawanya.

Ini adalah akibat dari diri mereka tidak ada keinginan untuk membantu orang lain. Tidak memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Yang dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya walaupun masyarakat dalam keadaan sakit semua.

Bangsa yang baik itu adalah bangsa yang rumah sakitnya sepi dari orang yang berperiksa di rumah sakit. Rumah sakit yang bagus adalah rumah sakit yang pasiennya sepi, tidak ada disana karena masyarakat semua sehat. Jadi bangsa yang baik adalah bangsa yang masyarakatnya sehat. Bukan masyarakat yang tambah lama tambah sakit akibat sistem yang tidak berjalan dengan sebaik mungkin.

Hadirin Sidang Jumah yang Berbahagia

Memang secara kasatmata, memberikan manfaat dan membantu kepada orang lain itu membuat waktu kita tersita. Harta kita berkurang. Tenaga dan pikiran kita terforsir. Namun sesungguhnya, saat kita memberikan manfaat kepada orang lain. Hakikat dari itu adalah kita sedang menanamkan kebaikan untuk diri kita sendiri. Jika kita menolong orang lain, Allah akan menolong kita.

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ .. الآية

Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik kepada diri kalian sendiri…”.

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ

“Barangsiapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Allah akan menolong seorang hamba kalau ia telah menolong saudaranya”.

Jika kita menolong dan membantu sesama, pertolongan dari Allah bukan sekedar ada di dunia. Tetapi juga nanti di akhirat. Jika kita memberikan manfaat kepada orang lain, Allah memudahkan kita bukan hanya dalam urusan dunia tapi juga pada hari kiamat kelak.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرُبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

“Barangsiapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukim dari berbagai kesulitan dunia, Allah akan menyelesaikan kesulitan-kesulitan itu di hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan baginya (penolong) di dunia dan akhirat”.

Hadirin Sidang Jumah yang Berbahagia

Lalu dengan apa kita bisa memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Dalam bentuk apa naafa’un li ghoiri, kita wujudkan. Sesungguhnya setiap manusia memiliki  kemampuan dan potensi diri sendiri-sendiri. Kalau kebetulan kita berilmu, maka bersedekahlah dengan ilmu kita. Kalau kita mampu di dalam harta, maka bantulah mereka dengan harta yang kita miliki. Kalau kita hanya bisa memberikan waktu, tenaga, dan pikiran, maka bantulah orang lain dengan tenaga, waktu, dan pikiran kita.

Kalau kebetulan kita hanya mampu dengan tutur kata, berilah tutur kata yang baik kepada sesama. Kalau kita tidak mampu, maka berilah doa yang baik kepada sesama. Itu lah yang seharusnya kita lakukan sebagai seorang muslim. Hal-hal yang berkaitan dengan naafi’un li ghoirihi ini. Jika kita lakukan dengan ikhlas, tulus, dan hanya mencari rida Allah, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan dan pahala.

Walaupun yang kita sumbang dan berikan itu hanya sedikit. Maka pasti akan dicatat oleh Allah.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan walaupun sebiji dzarrah, maka Allah akan membalaskannya”.

Demikian khutbah singkat ini. Semoga bermanfaat.

إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ،  كَلَامُ اللهِ الْمَالِكُ الْعَلَّامُ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ، وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا، وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ

 بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلآيَةِ  وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ،وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ