sekolah menulis
Mas’ud Adnan (berbaju putih) saat memberikan materi pada “Sekolah Menulis” di Pesantren Tebuireng.

tebuireng.online- JOMBANG, Dunia kampus di Jombang sedang lesu dalam hal produktivitas karya ilmiah. Tidak hanya di kalangan dosen, namun sudah mewabah di dunia mahasiswa. Budaya copy paste dan menjiplak seolah sudah menjadi tradisi. Terlebih, kecanggihan teknologi mendorong mahasiswa serba instant. Akhirnya, download karya ilmiah dari internet merajalela.

Mengantisipasi hal itu, Pustaka Tebuireng menggelar Sekolah Menulis. Kegiatan ini dibuka langsung oleh pengasuh pesantren Tebuireng KH. Salahuddin Wahid, Selasa (11/3). “Saya sangat senang kegiatan ini akhirnya bias terwujud, meski untuk menjadi seorang penulis itu adalah mimpi panjang untuk menjadi nyata,” ujar pria yang akrab disapa Gus Solah ini. “Target awal panitia merekrut cuma 30 peserta dari kalangan mahasiswa,” ujar ketua panitia Ahmad Fauzan. Mengingat antusiasme mahasiswa masih besar, lanjutnya, peserta membludak menjadi 88 peserta. “Bahkan saat kuliah perdana pada Jumat (14/3) kemarin juga masih ada calon peserta yang mendaftarkan diri,” imbuhnya.

Persyaratan peserta kegiatan ini memang tidak dibatasi. Asalkan berasal dari kalangan mahasiswa. “Yang penting dia berasal dari kampus di Jombang yang punya niat kuat untuk serius dalam dunia kepenulisan,” ujarnya.

Sekolah model ini digelar tiap hari Jumat. Mulai jam 13.30-16.30 wib. Peserta dibagi menjadi tiga kelas. Setiap kelas terdiri dari 29 peserta. Menurut rencana, kegiatan ini berlangsung selama tiga bulan mulai pertengahan Maret. “Kelasnya memang sementara menempati kantor yayasan Tebuireng,” ujarnya. Materi yang diberikan meliputi penulisan berita, opini, esai, cerpen, puisi, features dan buku. Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menambahkan bahwa narasumber yang dihadirkan adalah para pakar dan praktisi di dunia kepenulisan. “Ada wartawan, penulis buku, akademisi dan budayawan,” imbuhnya.

Pemilihan para narasumber ini diukur dari produktivitasnya dalam hal menulis selama ini. Ini terlihat dari pertemuan pertama pada Jumat (14/3). Tiga narasumber yang hadir adalah para tokoh dalam dunia kepenulisan. Yaitu wartawan JawaPos Radar Mojokerto Rojiful Mamduh, pemimpin umum harian Bangsa Mas’ud Adnan dan wartawan radio Elshinta Imam Syafi’i.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Saat memaparkan materi, Mas’ud Adnan lebih banyak bercerita berbagai keunikan dalam dunia kepenulisan. “Saat masih seusia adik-adik peserta, tujuan saya menulis di media massa awalnya hanya mencari popularitas dan sensasi,” ujarnya. Pria yang juga menulis beberapa buku tentang Gus Dur ini mengakui niatnya terjun ke dunia kepenulisan sudah muncul sejak duduk di bangku SLTA. “Bermula dari dimuatnya dua cerpen saya di koran JawaPos, saya semakin giat dalam menulis,” imbuhnya. Niat itu semakin bertambah saat salah satu guru memotivasinya untuk meneruskan potensi yang dikategorikan “aneh” saat itu. Namun seiring dengan perjalanan waktu, Mas’ud sekarang sudah bermetamorfosis menjadi wartawan senior dan juga penulis beberapa buku. “Itu yang membuat para guru saya di pesantren sangat bangga,” imbuhnya.

Lain lagi dengan yang disampaikan Rojiful Mamduh. Wartawan alumni Universitas Brawijaya Malang ini menyambut baik kegiatan sekolah menulis ini. Bagi dia, semangat dari para peserta merupakan sarana re-fresh, baik teori maupun motivasi. “Makanya saya senang bias mengisi kegiatan ini,” ujarnya. Kepada para peserta, lanjutnya, Rojif berharap untuk tekun mengikuti kegiatan ini. “Semoga bias muncul mahasiswa dan santri yang menjadi penulis produktif, sehingga mampu membuat media dakwah online, seperti yang berkembang akhir-akhir ini,” pungkasnya. Selain ketiga narasumber itu, pada pertemuan selanjutnya akan dihadirkan. Ada pemimpin redaksi majalah Bangkit Muhammadun AS, pemimpin redaksi majalah Islam Bergerak Roy Murtadho, resensor Yogyakarta Ahmad Fao, coordinator Gusdurian Jatim Aan Anshori dan cerpenis Yogyakarta Muhammad Reza. (muk)

Mukani

Redaksi tebuireng.online