IMG_6194Dalam kitab Adabul Alim wal Muta’allim, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menyebutkan tiga belas 10 adab murid ketika belajar, ditambah 3 adab berhadapan dengan guru dan perilaku kepada sesama teman pencari ilmu yang merupakan hal-hal penting yang harus dijadikan pegangan ketika murid dalam mencari ilmu. Berikut ulasannya:

  1. Belajar Hal-hal yang Fardhu ‘Ain Dulu

Mula-mula, murid hendaknya belajar hal-hal yang hukumnya fardhul `ain terlebih dahulu. Pertama yang harus dipelajari adalah empat macam pengetahuan. Pertama, pengetahuan tentang Dzat Allah, cukup dengan menyakini akan eksistensi-Nya yang Qodim, kekal, suci dari kekurangan dan memiliki sifat-sifat yang sempurna.

Kedua, pengetahuan tentang Sifat Allah, cukup dengan menyakini bahwa Dzat Allah yang luhur bersifat dengan sifat Qudrah (Maha Kuasa), Iradah (Maha Berkehendak), Ilmu (Maha Mengetahui), Hayat (Hidup), Sama` (Maha Mendengar), Bashar (maha melihat) dan Kalam (Berbicara). Lebih sempurna lagi, bila ditambah dengan mengetahui dalil-dalilnya dari Al Quran dan Hadis.

Ketiga, pengetahuan tentang hukum-hukum Islam (Fikih), cukup dengan mengetahui hal-hal yang dapat memperkokoh ketaatan kepada Allah seperti bersuci, shalat dan puasa. Bila murid memiliki harta benda, dia harus belajar tentang kewajiban yang harus ditunaikan terkait harta bendanya. Tidak boleh melakukan sesuatu hingga tahu hukumnya.

Keeampat, Pengetahuan tentang macam-macam keadaan dan tingkatan (al-ahwal wa al-maqomat sebagimana dalam ilmu tasawuf-red) serta macam-macam tipu daya dan rekayasa nafsu berikut hal-hal lain yang berkaitan.  Semua ini dapat dijumpai di Kitab Bidayatul Hidayah karya al-Ghazali dan Kitab Sullamut Taufiq karangan Sayyid Abdullah bin Thahir –semoga Allah meridhoi mereka berdua.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Mempelajari Al Qur’an, Baru Ilmu-Ilmu Lainnya

Pada tahap berikutnya murid hendaknya mempelajari Al Qur’an guna memperkuat ilmu-ilmu fardhul `ain yang telah dia pelajari. Murid harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir dan ilmu-ilmu yang bersumber dari Al Quran, sebab al-Quran adalah sumber, induk dan ilmu paling penting dari semua ilmu. Kemudian menghapal ringkasan pokok-pokok pembahasan dari setiap disiplin ilmu lainya, yang mencakup Hadis, Ilmu Hadis, Usul Fikih, Ushuluddin (telologi/ilmu akidah), Nahwu dan Sharaf. Namun jangan sampai dengan mengkaji ilmu-ilmu yang disebut belakangan ini malah lupa mempelajari, merawat hafalan dan membaca wirid dari Al Quran setiap harinya. Hati-hati jangan sampai melupakan al-Quran setelah menghapalnya, sebab ada banyak hadis Rasul yang mengecam hal itu.

  1. Pemula Sebaiknya Tidak Terlalu Ambil Pusing Soal Perbedaan Ulama

Pada awal pembelajaran, diupayakan murid tidak terlalu sibuk mempelajari perbedaan di kalangan ulama dan juga semua orang lainya, dalam masalah yang bersifat aqliyyat (berdasar penalaran) dan sam`iyyat (berdasar wahyu). Hal itu bertujuan agar supaya murid tidak  bingung dan kaget. Sebaiknya dia mendalami dulu satu kitab dalam satu disiplin ilmu atau beberapa kitab dari beberapa disiplin ilmu, bila dia mampu, tapi dalam satu metode yang disetujui guru.

Bila metode pengajaran guru berupa penyampain dari berbagai madzhab berikut perbedan-perbedaanya tetapi dia tidak punya satu pendapat pegangan, guru seperti ini menurut al Ghazali hendaknya diwaspadai karena dinilai lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Begitu juga hendaknya murid pada awal mencari ilmu tidak mempelajari beragam bacaan karena hal itu hanya membuang-buang waktu dan merusak konsentrasinya. Sebaliknya dia harus menentukan satu kitab yang ingin dia baca atau disiplin ilmu yang ingin dia ambil mata kuliahnya, lalu dia pelajari sampai tuntas. Dan lagi, jangan suka pindah-pindah dari satu kitab ke kitab lain bila tidak ada asalan yang mengharuskan. Karena hal itu merupakan awal kejenuhan dan kegagalan.

Dan bila satu kitab/satu disiplin ilmu itu telah rampung dipelajari dan pengetahuan murid tentangnya telah kokoh, yang lebih baik bila murid berpapasan dengan satu disiplin ilmu syariah hendaknya mengkajinya. Sebab, bila dia mampu dan dan diberi umur panjang untuk mendalaminya, maka dia akan menguasainya. Kalau tidak, setidaknya dia telah berupaya mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang membebaskannya dari belenggu kebodohan akan ilmu tersebut. Murid hendaknya memprioritaskan mana yang lebih penting dari sekian disiplin ilmu dan jangan lupa mengamalkannya, sebab mengamalkan ilmu  merupakan tujuan pokok dari ilmu itu.

  1. Mengoreksi Bacaan Sebelum Dihafalkan

Murid hendaknya mengoreksi kebenaran (men-tashih) materi bacaan, sebelum menghapalnya, kepada guru atau orang lain yang mumpuni. Lalu setelah itu dia boleh menghapalkanya dengan hafalan yang kuat. Kemudian mengulang-ulanginya secara istiqomah. Jangan sampai murid menghapal suatu bacaan sebelum men-tashhih-kannya sebab dikhawatirkan murid salah baca.

  1. Mengutamakan Ilmu Hadis

Kelima, Bersegera sedini mungkin mendengar dan mempelajari ilmu, terutama hadis dan tidak mengabaikanya maupun ilmu-ilmu terkait dengannya, juga memperhatikan sanad, hukum, faidah, bahasa, dan sejarahnya. Pertama-tama, murid hendaknya mempelajari Shahih Bukhari dan Muslim, lalu kitab-kitab hadis induk lainnya yang terpercaya seperti Muwaththa`-nya Imam Malik, Sunan Abi Daud, Sunan an Nasa`i, Sunan Ibn Majah dan Jami` at Turmudzi. Tidak diperkenankan menganggap cukup mempelajari kitab-kitab hadis yang lebih rendah tingkatannya dari kitab-kitab tersebut di atas.

Untuk orang yang alim fikih, sebaiknya menggunakan kitab Sunan al-Kabir-nya Abu Bakar al-Baihaqi. Hal tersebut, karena hadis merupakan satu dari dua sayap ilmu syariah dan penjelas terhadap banyak bagian dari sayap yang lain, yaitu al-Quran. Imam Syafi`i Ra berkata, “Barang siapa mendalami hadis maka argumentasinya kuat”.

  1. Mencatat hal-hal Penting

Keenam, ketika murid sudah mendapatkan penjelasan (syarah) bagi hafalanya dari kitab-kitab yang ringkas dan sudah memberikan catatan tentang hal-hal yang sulit berikut keterangan penting yang terkait, hendaknya murid pindah ke kitab-kitab yang luas keterangannya. Bersamaan dengan itu, tidak lupa terus melakukan telaah dan pencatatan hal-hal yang ditemui dan didengarnya berupa keterangan penting, detail-detail masalah, perluasan-perluasan masalah yang unik, jawaban atas masalah-masalah rumit dan perbedaan-perbedaan antara hukum-hukum yang mirip dari semua macam disiplin ilmu.

Murid harus memanfaatkan waktu-waktu senggang, semangat, sehat dan masa muda sebaik mungkin sebelum datangnya berbagai penghalang. Hati-hati jangan sampai memandang diri sendiri sempurna dan tidak butuh guru, karena hal itu merupakan kebodohan dan kedungunan. Said bin Jubair Ra, seorang tabi`in, berkata, “Seseorang diangap alim selama dia masih belajar. Tapi ketika dia berhenti belajar dan mengira sudah cukup ilmunya maka dia dianggap bodoh.”

  1. Rajin Hadiri Halaqah dan Pengajian Guru

Murid harus selalu menghadiri halaqah pengajaran dan pengajian guru, sebisa mungkin. Sebab hal itu bisa menambah kebaikan, perolehan ilmu, tatakrama dan keutamaan bagi murid. Bersungguh-sungguh dan bersegera dalam melayanai (khidmat) guru, karena hal itu bisa mendatangkan kemuliaan dan keagungan. Ketika berada dalam halaqah, memungkingkan bagi murid tidak hanya mendengar satu pelajaran saja, tetapi juga memperhatikan pelajaran lain yang dijelaskan guru dengan memberikan catatan berikut komentarnya, itupun kalau murid mampu. Murid hendaknya mengikuti teman-temannya dalam setiap pelajaran, seakan-akan pelajaran mereka merupakan pelajarannya juga. Bila tidak kuasa mencatat semua pelajaran tersebut, cukup memperhatikan pelajaran-pelajaran yang lebih penting saja.

  1. Masuk dan Keluar Majlis Mengucapkan Salam

Kedelapan, ketika murid mendatangi majlis pengajian guru, hendaknya mengucapkan salam dengan suara keras yang bisa didengar jelas oleh semua hadirin. Khusus untuk guru, murid menyertai salamnya dengan sikap penuh hormat. Begitu juga murid mengucapkan salam ketika mau keluar dari majlis.

Ketika sudah mengucapkan salam, murid tidak diperkenankan masuk ke majils dengan cara melangkahi para hadirin agar bisa sampai ke tempat yang dekat dengan guru tetapi sebaiknya dia duduk di tempat bagian belakang majlis. Namun bila guru dan para hadirin dengan jelas memperbolehkan dia untuk maju dan melangkah atau ada tanda-tanda boleh, maka murid boleh maju dan melangkah ke depan.

Murid tidak boleh dengan sengaja mengusir dan mendesak seseorang dari tempat duduknya. Apabila orang tersebut mengizinkan tempatnya diduduki, murid tidak boleh langsung menerimanya kecuali terdapat kemaslahatan yang sudah dimaklumi bersama oleh para hadirin dimana mereka bisa mengambil keuntungan dari diskusi murid tersebut dengan guru ketika dia berada dekat dengan guru, atau murid tersebut paling senior atau banyak kelebihan dan keutamaannya.

Murid juga tidak boleh duduk di tengah halaqah dan di depan murid lainnya kecuali dalam keadaan mendesak. Dan tidak duduk diantara dua orang yang punya ikatan pertemanan kecuali mereka ridha. Begitu pula tidak duduk di tempat lebih tinggi dari orang yang lebih utama darinya. Murid hendaknya merapat ke dalam barisan murid-murid lainnya ketika pelajaran satu ilmu atau beberapa ilmu dimulai, supaya suara guru ketika menjelaskan bisa didengar oleh semua murid.

  1. Tidak Malu Bertanya

Murid tidak malu menanyakan sesuatu yang di rasa rumit dan tidak malu minta penjelasan terhadap hal yang tidak dimengerti. Murid melakukannya dengan halus, sopan dan memperhatikan etika dalam bertanya. Ada yang mengatakan, “Barang siapa yang malu bertanya, maka akan tampak kekurangannya saat berkumpul dengan orang.” Mujahid ra berkata, “Tidak akan bisa mempelajari ilmu apapun orang yang malu dan sombong.” Aisyah ra berkata, “Semoga Allah memberi rahmat kepada perempuan Anshar, karena rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mempelajari agama.” Ummu Sulaiman ra bertanya kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya Allah tidak pernah malu menjelaskan suatu kebenaran. Apakah perempuan yang mimpi keluar air mani wajib mandi?”

Murid tidak boleh menanyakan sesuatu yang bukan tempatnya kecuali diperlukan atau guru memperbolehkan. Ketika guru diam tidak menjawab, murid tidak boleh menuntut. Ketika jawaban guru keliru, murid tidak boleh langsung memberi komentar. Sebagaimana murid tidak boleh malu bertanya, begitu  pula tidak boleh malu mengatakan bahwa dirinya tidak paham ketika guru bertanya tentang kepahamannya.

  1. Menunggu Giliran Belajar

Murid tidak boleh mengambil giliran orang lain kecuali ada kerelaan. Diceritakan bahwa seorang sahabat Anshar datang kepada Rasulullah SAW untuk menanyakan suatu hal, lalu ada laki-laki dari Tsaqif datang juga ingin menanyakan suatu hal. Rasul pun berkata kepada laki-laki tersebut, “Saudara dari Tsaqif, orang Anshar ini telah datang lebih dulu dengan membawa pertanyaan, maka duduklah agar kita mulai dengan keperluan orang Anshar ini sebelum keperluanmu.”

Al-Khatib berkata, “Disunnahkan bagi orang yang datang lebih dulu memberikan gilirannya kepada orang asing sebagai penghormatan kepadanya.” Bagitu pula dianjurkan mengutamakan orang yang datang belakangan ketika dia mempunyai kebutuhan yang mendesak dan hal ini diketahui oleh orang yang datang lebih dulu. Atau atas isyarat guru kerena adanya suatu kemaslahatan.

Urutan suatu antrian di atas di tentukan berdasarkan urutan kehadiran di majlis atau rumah guru. Urutan antrian tidak bisa gugur karena orangnya pergi disebabkan ada keperluan yang sangat mendesak seperti buang hajat dan memperbarui wudhu, asalkan orang tersebut setelah itu kembali lagi. Bila ada dua orang yang hadir bersamaan dan terjadi saling rebut giliran diantara mereka, maka solusinya harus diadakan pengundian atau guru menunjuk salah satu diantara mereka yang lebih cakap.

Selain 10 hal di atas Mbah Hasyim juga memberikan beberapa nasehat ketika berhadapan dengan guru dalam sebuah pengajian atau ketika membacakan kitab di hadapan guru dan perilaku yang harus dilakukan oleh murid terhadap teman-temannya yang lain sesama pencari ilmu. Berikut ulasannya:

Memperhatikan Adab di Hadapan Guru

Hendaknya murid duduk di hadapan guru menurut adab yang telah dijelaskan secara rinci dalam bab adab kepada guru. Murid hendaknya membawa sendiri kitab yang akan dia pelajari bersama guru. Tidak meletakkan kitab yang sedang dibaca di atas lantai dalam keadaan terbuka, tetapi murid harus memegangnya. Tidak membaca kitab kecuali setelah meminta izin kepada guru. Tidak membaca kitab ketika guru sedang sibuk, bosan, marah, susah dan lain sebagainya.

Jika guru mengizinkan murid membaca kitab, maka murid pertama-tama membaca ta`awudz, lalu basmalah, tahmid dan shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya. Kemudian mendoakan guru, kedua orang tua, para masyaikh, dirinya sendiri dan seluruh orang muslim. Ia juga berdoa memintakan rahmat kepada Allah untuk pengarang kitab yang akan dibaca. Ketika murid mendoakan guru hendaknya dia berkata “Semoga Allah meridaimu” atau “meridai guru kita” atau meridai imam kita” dan gelar-gelar senad lainnya yang sengaja disematkan kepada guru.

Fokus Pada Satu Kitab atau Satu Disiplin Ilmu

Murid hendaknya fokus pada satu kitab agar tidak membiarkannya sia-sia, fokus pada satu disiplin ilmu supaya tidak beranjak mempelajari disiplin ilmu yang lain sebelum yang pertama dikuasai betul. Murid hendaknya menetap pada satu tempat agar tidak berpindah-pindah tempat tanpa ada kebutuhan mendesak, karena hal itu dianggap memperumit urusan, menyibukkan pikiran dan menyia-nyiakan waktu.

Murid hendaknya menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah, tidak terlibat dalam urusan mencari dan memikirkan rejeki. Tidak terlibat dalam perselisihan dan permusuhan dengan siapapun, sebab hal itu hanya membuang-buang waktu, menebarkan dendam, hasud dan benci. Tidak bergaul dengan orang yang banyak omongnya, pembuat onar, ahli maksiat dan suka menganggur, karena pergaulan yang seperti itu pasti memberikan pengaruh negatif.

Murid hendaknya duduk menghadap kiblat, melakukan sunah Rasul, memburu doa dari orang-orang saleh, berhati-hati terhadap doa orang yang terzalimi, tidak menggosip, sering sholat dan berusaha khusuk dalam sholat.

Saling Memberi Motivasi antar Teman

Ketiga belas, murid hendaknya memotivasi teman-temanya untuk berusaha mendapatkan ilmu dan menunjukkan kepada mereka tempat-tempatnya; menyingkirkan dari mereka segala keingingan yang melalaikan; membantu memudahkan mereka dalam urusan biaya hidup; menyampaikan kepada mereka pengetahuan-pengetahunnya tentang kaidah berbagai ilmu dan masalah-masalah yang jarang diketahui dengan sistim belajar bersama, agar pikirannya tambah cemerlang, ilmunya barakah dan pahalanya bertambah banyak. Adapun teman yang pelit dimintai pendapat  tentang pelajaran, hendaknya murid tidak belajar bersamanya sebab hal itu tidak ada gunanya. Metode belajar seperti di atas merupakan metode ulama salaf.

Murid tidak boleh membanggakan diri di hadapan teman-temannya atau memuji-muji pikirannya yang cemerlang. Sebaiknya, dia mengucapkan alhamdulillah dan bersyukur kepada Allah agar ilmunya bertambah. Murid harus memuliakan teman-temannya dengan menebarkan salam, menampakkan kecintaan dan sikap hormat, menjaga hak-hak pertemanan dan persaudaraan seagama dan profesi dimana mereka juga tergolong ahlul ilm, pembawa dan pencari ilmu, melupakan  dan memaafkan kekhilafan dan kesalahan mereka, menutupi kejelekan mereka, mengucapkan terima kasih kepada teman yang baik dan berhati-hati terhadap teman yang tidak baik.

Demikian 10 plus 3 nasehat Mbah Hasyim untuk pencari ilmu bab Adab Murid dalam Belajar. Semoga kita termasuk santri-santri yang dapat mengamalkan apa yang dinasehatkan beliau kepada kita. Semoga bermanfaat!


*Disarikan dari kitab Adabul Alim wal Muta’allim karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari