
Ada yang bertanya, “Apakah Tuhan berada di rumah peribadatan, seperti Masjid, Gereja, Wihara, atau berada di balik tembok ratapan? Tentu tidak. Tuhan selamanya tidak akan ditemukan di manapun kita berada, sekalipun berada di balik kubah maupun di rumah peribadatan. Tuhan sejatinya berada di hati kita. Maka kenali diri kita terlebih dahulu, niscaya atas seizinnya sangat mudah kita menemukan Tuhan melalui kebesaranNya.
Salah satu ungkapan yang sangat masyhur di kalangan praktisi tasawuf hingga saat ini, adalah ungkapan “man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu” (siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia mengenal Tuhannya). Ungkapan atau maqolah yang dimaksud tidak lantas mengarah pada sosok Tuhan yang berada dalam setiap diri manusia. Tetapi, ketika manusia telah mengenal dirinya secara utuh, di sanalah ia menemukan Tuhan melalui kebesaranNya.
Dunia mendadak terhenti, bisu, dan tuli. Tempat-tempat yang biasanya ramai dikunjungi oleh manusia seperti mall, stadion, kantor, tempat wisata serentak hening, sunyi, diam tak berbunyi. Tak ketinggalan pula rumah ibadah yang setiap hari ramai oleh manusia tatkala hendak melaksanakan ritual ibadah. Mau tidak mau, terima atau tidak, setiap manusia harus menjalankan ritual ibadah di rumah masing-masing.
Di balik keheningan dunia, seakan Tuhan hendak menyampaikan pesan, “Temui aku di hatimu. Bukan di Mihrab Masjid, Gereja, Wihara atau di tembok ratapan. Tetapi aku berada di setiap hatimu, di mana pun engkau berada, di mana pun kau panjatkan doa, sesungguhnya aku berada di hatimu. Maka temuilah aku”.
Hakikatnya setalah kita berhasil menemukan Tuhan, di situlah menurut Nur Cholis Majdid, seorang intelektual muslim menggambarkan bentuk ketakwaan seorang hamba kepada Tuhannya. Baginya, takwa ialah kalau kita mengerjakan kesadaran penuh bahwa Allah beserta kita, Allah menyertai kita, Allah mengawasi kita, dan Allah memperhitungkan perbuatan kita, baik dalam keadaan sunyi maupun keramaian.
وهو معكم اين ما كنتم و الله بما تعملون بصير
“dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs Al-Hadid, 57:5)
Dari penggalan ayat tersebut Allah menegaskan. Di mana pun hamparan bumi yang kita pijak, di manapun langit menangungi kita, sejatinya Allah selalu bersama kita, dan mengetahui apa yang kita kerjakan. Dia ada di hati kita, maka temuilah.
Dalam buku Tuhan Ada di Hatimu, Habib Husein Ja’far Al-Hadar menyadarkan kita betapa pentingnya terus menerus untuk menemukan Tuhan yang sejatinya berada di dalam hati kita. Tak pelak, Habib Husein menggambarkan sejatinya kemana pun kita melihat kebesaran Allah yang membuat kita menyebut nama-Nya. Bukan hanya di Ka’bah, tapi juga di gubuk-gubuk orang miskin (hal. 10)
Selain membahas perihal menemukan Tuhan yang sejatinya berada di hati kita, Habib Husein Ja’far juga menjelaskan pentingnya berIslam secara bijak, bukan secara bajak. Pentingnya etika ketika berhijrah bagi para pemuda yang baru menyelami khazanah Islam. Bercerita bagaiamana ahlak Islam yang sesuai dengan nilai-nilai Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad, serta menceritakan bagaimana gambaran Islam yang sesungguhnya asik dan menyenangkan.
Dalam buku ini, pembaca akan dibawa oleh Habib Husein Ja’far Al-Hadar bagaimana cara dakwah milenial yang digemari oleh anak-anak muda. Dengan bahasa yang santai, tanpa bermaksud menggurui. Dengan pembahasan yang renyah, tanpa meninggalkan esensi nilai Islam secara kaffah. Buku ini cukup menyadarkan kita betapa pentingnya moderasi Islam dalam dakwah. Bahwa Islam itu agama ramah bukan marah-marah.
Judul Buku: Tuhan Ada di Hatimu
Penulis: Habib Husein Ja’far Al-Hadar
Halaman: 203
Cetakan: ke-3, November 2020
Penerbit: Noura Books
ISBN: 9786232421479
Peresensi: Dimas Setyawan Saputra (Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng)