ilustrasi sufi

Era modern, era digital, atau apapun istilah klise yang kerap muncul di pelbagai tulisan, topik diskusi atau sekedar pembicaraan ringan, istilah itu mengacu pada kehidupan yang lengkap dengan fasalitas digital sehingga membawa hidup ini menjadi serba simpel dan praktis. Namun ironinya, muncul berbagai masalah hidup, khususnya masalah emosional dan internal dalam diri manusia. Maka dari itu, artikel ini mencoba mengulik ‘era digital’ yang disulam dengan salah satu cabang ilmu Islam yang belakangan ini kerap muncul ke muka pembicaraan umum, yakni tasawuf.

Tasawuf, dalam konteks Islam, merujuk pada dimensi mistis dan spiritual dari agama tersebut. Ini adalah cabang ilmu yang memiliki akar sejarah yang panjang dan telah memainkan peran yang signifikan dalam pengembangan dan pemahaman agama Islam. Namun, dalam era digital yang semakin maju ini, bagaimana tasawuf beradaptasi dan menemukan relevansi di tengah perubahan sosial dan teknologi yang cepat?

Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa era digital telah membawa perubahan drastis dalam cara kita berinteraksi, mendapatkan informasi, dan menghubungkan diri dengan orang lain. Kemajuan teknologi telah memberikan akses yang lebih besar ke pengetahuan dan sumber daya spiritual. Buku, ceramah, dan karya-karya tasawuf dapat dengan mudah diakses dan dibagikan melalui platform digital. Ini memungkinkan penyebaran ajaran tasawuf ke berbagai belahan dunia dengan lebih cepat dan luas daripada sebelumnya.

Di sisi lain, era digital juga membawa tantangan baru. Distorsi informasi, kecanduan media sosial, game online, dan perubahan pola komunikasi yang serba cepat dapat mengaburkan pemahaman yang mendalam tentang tasawuf. Kita dapat dengan mudah terjebak dalam dunia maya yang hiruk-pikuk, terpisah dari kehadiran diri sendiri dan pencarian spiritual yang sejati.

Makna Sufi Modern

Dalam menentukan kiat awal kita dalam menjadi seorang sufi atau setidaknya memiliki alur dan corak berpikir tasawuf, kita perlu mengeksplorasi wawasan dunia tasawuf dan mencoba menggali beberapa pandangan dari para tokoh sufi. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan Buya Hamka dalam bukunya yang berjudul “Tasawuf Modern” berpendangan bahwa hakikat tasawuf itu adalah yang diartikan dengan kehendak memperbaiki budi dan men-shifa’-kan (mensucikan) batin. Pandangan HAMKA berikut dipengaruhi oleh tokoh sufi besar abad ke-3 H, Junaid Al-Baghdadi, di mana beliau mengatakan bahwa tasawuf adalah keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Paparan dua tokoh tersebut merupakan gagasan inti yang dapat kita tarik dan terapkan di era modern saat ini. Karena pada dasarnya ketika kita membicarakan tasawuf, maka kita membahas tentang perjalanan spiritual yang melibatkan transformasi batiniah dan perbaikan akhlak. Buya Hamka, dengan pandangannya yang dipengaruhi oleh tokoh sufi Junaid Al-Baghdadi, menjelaskan bahwa hakikat tasawuf terletak pada upaya untuk memperbaiki budi dan mensucikan hati.

Pemahaman Hamka tentang tasawuf menekankan pentingnya introspeksi dan transformasi pribadi. Dalam era modern yang penuh dengan kehidupan yang sibuk dan kecenderungan terhadap hal-hal materi, pandangan ini menjadi relevan. Dengan memfokuskan perhatian pada pemurnian batin dan perbaikan akhlak, kita dapat mencapai kedamaian dalam diri dan memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.

Paparan dua tokoh tersebut, Junaid Al-Baghdadi dan HAMKA, mengajarkan kita bahwa tasawuf bukanlah sekadar pemahaman teoretis atau ritualistik, tetapi melibatkan perubahan nyata dalam tindakan dan perilaku kita sehari-hari. Di era modern yang gejolak ini, dengan tantangan yang kompleks dan tuntutan yang tinggi, pendekatan tasawuf yang diusulkan oleh kedua tokoh ini dapat membantu kita menjaga keseimbangan, mengembangkan moralitas yang baik, dan mencapai kedamaian batiniah.

Menerapkan ajaran tasawuf dalam kehidupan modern berarti mengintegrasikan nilai-nilai tasawuf dalam semua aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial, pekerjaan, dan penggunaan teknologi. Dengan memperbaiki budi dan mensucikan hati, kita dapat menjadi individu yang lebih bijaksana, empatik, dan bertanggung jawab.

Dalam kesimpulannya, pemikiran Buya Hamka dan pengaruh Junaid Al-Baghdadi mengingatkan kita bahwa tasawuf adalah tentang perubahan batin dan perbaikan moral. Dalam era modern ini, paparan dua tokoh tersebut dapat menjadi panduan penting dalam menghadapi tantangan hidup dan mencapai kedamaian dalam diri.

Baca Juga: Memahami Ilmu Tasawuf dan Tokoh Sufi Dunia

Ditulis oleh Al Fahrizal, alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari