Ilustrasi seseorang yang sedang menikmati perjalanan hidup. (sumber: freepik)

Di sudut kota yang tak pernah tidur, seorang pemuda meneguk sisa kopi di cangkir terakhirnya, ada sekitar 3 cangkir di mejanya setelah 7 jam ia duduk di warung kopi itu. Namanya Arifbillah, pria sangat sederhana, namun perjalanan hidupnya bagaikan untaian kalimat dalam kitab suci, penuh makna dan pembelajaran. Arif adalah sosok yang sejak muda memendam cinta, bukan cinta biasa yang bersemayam di hati manusia, melainkan cinta yang suci kepada Sang Pencipta. Cinta yang terbungkus dalam ikhtiar tanpa lelah, untuk menggapai ridha Allah.

Sejak remaja, Arif sudah belajar menahan gelora hatinya. Ia paham bahwa cinta duniawi bisa menjadi fitnah yang menghanyutkan jiwa. Maka, ia memilih menaruh cintanya pada ilmu dan amal. Dengan tekad yang kuat, ia mengawali langkahnya menuntut ilmu di berbagai kampus dan majelis taklim, merangkai bait demi bait pengetahuan dan iman. Setiap lembar kitab yang dibaca, setiap dzikir yang dilafazkan, menambah cahaya dalam dadanya.

Arif tak pernah bosan shalat di malam sunyi, menundukkan kepala di hadapan Allah dengan penuh kerendahan. Tangannya yang dulu mungkin gemetar saat menulis, kini lihai memetik huruf-huruf suci, membentuk ayat-ayat kehidupan yang akan ia amalkan. Tak jarang, ia mendirikan sedekah di jalanan, membagikan sebagian rejeki yang ia miliki kepada anak-anak jalanan dan para dhuafa, sebagai ungkapan syukur dan kasih sayang yang tulus.

Dalam perjalanan hidupnya, Arif sering diuji dengan godaan dan lelah. Tapi ia percaya, setiap kesabaran adalah benih kebaikan yang akan tumbuh menjadi pohon rindang di akhirat kelak. Dia menolak langkah yang membawa kepada kemaksiatan, memilih berdiri teguh di atas prinsip agama. Bahkan ketika rasa rindu akan cinta manusia berbisik lirih di hatinya, ia simpan dalam diam, sebagai wujud pengorbanan demi cinta yang lebih agung.

Setelah bertahun-tahun belajar dan berjuang, Arif akhirnya berhasil menjadi sosok yang alim, bukan hanya di mata manusia, tapi juga di mata Allah. Ia juga merintis usaha, dari yang sederhana menjadi sebuah perusahaan besar yang dikenal membawa berkah bagi banyak orang. Ia tak pernah lupa bahwa kekayaan adalah titipan, dan tugasnya adalah mengelola dengan penuh amanah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

*****

Suatu hari, takdir membawanya ke sebuah panti asuhan kecil di pinggiran kota. Di sana, ia bertemu dengan seorang anak yatim bernama Hanafi. Wajah Hanafi bersinar dengan senyum polos, namun matanya menyimpan cerita duka yang dalam. Arif merasakan getar hati yang dalam, sebuah panggilan jiwa untuk mengabdikan diri bagi mereka yang kurang beruntung.

Di panti itu, Arif menemukan misi hidup barunya. Ia menjadi sosok pembimbing dan pelindung, mengajarkan ilmu agama dan kehidupan kepada anak-anak yatim yang lain. Setiap hari, ia berusaha menjadi manusia yang bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk bangsa dan agama. Bagaikan mentari yang tak pernah lelah menyinari bumi, ia mengabdikan diri dengan penuh cinta dan ketulusan.

Arif sadar, cinta yang selama ini dipendamnya bukanlah sia-sia. Cinta itu tumbuh subur dalam setiap langkah amal dan ikhtiar yang ia lakukan. Cinta itu adalah cahaya yang menerangi jalannya, menguatkan hatinya, dan menjadikannya pribadi yang utuh. Dan di akhir kisah, ia tahu bahwa cinta sejati adalah ketika kita mengorbankan segalanya demi meraih ridha Allah.

Kisah Arif mengajarkan kita bahwa cinta bisa terwujud dalam banyak bentuk. Bukan hanya kata-kata atau pelukan, tapi juga pengorbanan, kesabaran, dan amal yang tulus. Seperti Arif, kita bisa memilih menyalakan cahaya cinta yang abadi dengan menempatkan Allah sebagai tujuan utama, dan berusaha menjadi insan yang berguna bagi sesama.



Penulis: Albii
Editor: Rara Zarary