Manusia dan sifat-sifat buruk dalam dirinya. (sumber: fatihgazi)

Untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dialami atau menimpa diri manusia (yang dalam hal ini disebut “insan”), solusinya adalah shalat. Sebagaimana dalam surat al-Ankabut ayat 45, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. Artinya Shalat itu dapat mencegah diri manusia untuk berbuat keji, kejam, jahat, buruk, dan teman-temannya.

Kenapa shalat? Kita harus ingat bahwa di dalam shalat kita diminta Allah menghadap kiblat dalam ayat lain disebutkan “maqamu Ibrahima mushalla”, yaitu tempat yang dibuat Ibrahim sebagai tempat shalat, tempat thawaf, tempat ruku’ dan sujud. Maka ka’bah sebagai “pusering dunyo” itu merupakan tempat yang diciptakan Allah sebagai “rumah” bagiNya, rumah dalam istilah yang tidak dimaknai secara hakiki, tetapi makna majazi, yang maksudnya sebagai tempat hamba-hambaNya bertemu di dalam ritual-ritual peribadatan.

Artikel Terkait: Genealogi Manusia, Menilik Hakikat Diri

Uniknya, kita disuruh shalat lima waktu dalam sehari, sepenting itu. Dan ka’bah, cuma ada satu di dunia, tidak membuka cabang. Ini tentu saja menjadi indikasi apa ini yang menjadikannya sepenting itu.

Ka’bah, yang terletak di Masjidil Haram di Mekah, Arab Saudi, merupakan bangunan suci yang memiliki makna mendalam dalam agama Islam. Istilah “Baitullah” secara harfiah berarti “Rumah Allah.” Berikut adalah penjelasan mengenai makna Ka’bah sebagai Baitullah:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Simbol Kesatuan Umat Islam: Ka’bah adalah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia. Setiap Muslim menghadap ke arah Ka’bah saat melaksanakan shalat, yang melambangkan kesatuan dan persatuan umat Islam dalam beribadah kepada Allah SWT.
  2. Tempat Ibadah Tertua: Ka’bah diyakini sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun untuk menyembah Allah. Menurut tradisi Islam, Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim (Abraham) dan putranya, Nabi Ismail (Ishmael), atas perintah Allah.
  3. Lambang Ketaatan dan Kepasrahan: Ka’bah mengingatkan umat Islam akan ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah. Kisah pengorbanan dan ketaatan mereka menjadi contoh bagi umat Islam dalam menjalankan perintah Allah.
  4. Tempat Suci dan Aman: Ka’bah dianggap sebagai tempat yang suci dan aman. Allah telah menjadikan Mekah dan Ka’bah sebagai tempat yang dilindungi dan dihormati oleh umat Islam.
  5. Tujuan Haji dan Umrah: Ka’bah adalah pusat dari ibadah haji dan umrah, dua ibadah penting dalam Islam. Setiap tahun, jutaan Muslim dari seluruh dunia berkumpul di Ka’bah untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu haji.
  6. Lambang Kehadiran Allah: Sebagai Baitullah, Ka’bah melambangkan kehadiran dan kebesaran Allah. Meskipun Allah tidak terbatas pada suatu tempat, Ka’bah menjadi simbol fisik yang mengingatkan umat Islam akan kebesaran dan kekuasaan-Nya.

Dengan demikian, Ka’bah sebagai Baitullah memiliki makna spiritual, historis, dan simbolis yang sangat dalam bagi umat Islam di seluruh dunia. Rumah yang kita tempat sekarang ini, adalah rumah jasmani, sementara baitullah adalah rumah ruhani. Rumah jasmani kita harus membangunnya sendiri, sedangkan rumah ruhani sudah dibangunkan oleh Allah “inna awwala baitin wudhia’a linnasi lalladzin bibakkata mubarakan. Hudan lil ‘alamin”, bahwa Allah telah membangunkan rumah bagi manusia di Mekka yang terberkahi, sebagai petunjuk bagi alam semesta”. Ini menjawab pertanyaan, di mana anda melakukan shalat? Jawabannya kebanyakan masjid, padahal hakikatnya, adalah maqam ibrahim atau baitullah.

Maka di sini, hemat penulis, apapun kondisinya, paling penting sholat. Itu adalah kunci dari segala kunci. Karena kalua kita analisis secara falsafi, shalat itu timbul beberapa pertanyaan mendasar, apa itu shalat, siapa yang shalat, siapa yang disembah, apa yang dipersembahkan, kapan menyembahnya, di mana menyembahnya. Pertanyaan-pertanyaan itu membantu dalam memahami hakikat shalat, Tuhan, dan manusia.

Misalkan saja siapa yang shalat. Yang shalat adalah kita yang punya telinga, hidung, kaki, tangan, mata, rambut, dll itu? Jika kita mati, tubuh ini habis dan tidak tersisa. Apakah itu yang shalat? Tentu saja bukan, yang shalat adalah dimensi ruh kita. Misalkan saja, ada orang meninggal, lalu kita takziyah. Apakah lalu kita mengeluarkan pertanyaan “Si Fulan di mana?”. Tentu tidak kan? Pastinya kita bertanya “Jenazahnya di mana?”. Maka sejatinya yang menghadap Allah itu ruhnya, bukan jasad. Jasad yang masih disematkan ruh, disebut jasmani. Sementara ketika tanpa ruh, disebutnya jasad.

Baca Juga: 4 Keadaan Manusia dalam Menghadapi Musibah

Siapa yang disembah? Tentu saja Tuhan yang menciptakan kita. Ini yang susah. Kita sering tidak fokus pada yang disembah, malah fokus pada materi-materi duniawi yang kita cintai, seperti mengingat kondisi anak, ingat kondisi keungan, dll. Itu menandakan bahwa kita belum dapat khusyuk (tunduk) kepada yang patut disembah. Kita tidak sadar menduakan Allah di waktunya bertemu Allah, di tempat bertemu Allah, dan di saat yang harusnya Allah saja yang ditemui.

Maka di sini, shalat betul-betul menjadi tiang agama, berangkat dari shalat dapat mendamaikan segalanya. Sebenarnya, solusi dari carut-marutnya umat Islam bukan ekonomi, kesejahtaraan finansial, kemajuan teknologi, dll, tetapi shalat, yaitu mengembalikan segalanya kepada Yang Maha Memberi Solusi. Inilah makna dari ash-shalatu tanha anil fahsya’I wal munkar (shalat mencegah keburukan dan kemungkaran).

Dengan unsur-unsur manusia sebagai al-insan itu, kita memahami bahwa kita emang sejak diciptakan diberikan unsur baik dan buruk, jahat dan baik, khalifah dan merusak, kontstruktif atau destruktif, syakiran dan kafura. Semua itu tergantung pada manusianya yang mendominasikan dirinya pada arah mana. Pada akhirnya pemenangnya adalah al-ladzinahum fi shalatihim khasyi’un, mereka yang shalatnya khusyuk.



Penulis: Muhammad Abror Rosyidin
Editor: Rara Zarary