Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz menyampaikan sambutan di hadapan wali santri baru Pesantren Sains Tebuireng, Sabtu (5/7/2025). Foto: Youtube tebuirengsainsofficial

Tebuireng.online- Sabtu (05/07/2025), Pesantren Sains Tebuireng menggelar silaturrahmi antara walisantri dan Pengasuh Pesantren Tebuireng di masjid Al-Ayyubi dengan dihadiri Oleh ratusan wali santri baru kelas 7 dan 10. Dalam kesempatan serah terima santri dengan pesantren yang diwakilkan oleh Agus Efendi. Beliau menyampaikan rasa terima kasih dan harapan untuk putra-putri agar dibimbing dengan baik.

“Bersama dengan harapan yang tidak bisa kami sampaikan dengan kata-kata. Kami ingin menyampaikan putra putri kami kami serahkan agar menjadi santri sejati, berbudi pekerti, menjadi penerus alim ulama menjadi penggerak negara dan menjadi agen perubahan bangsa,” ucapnya.

Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz menyampaikan sambutan di hadapan wali santri baru Pesantren Sains Tebuireng.  

“Kami berusaha menerima semua santri yang daftar. Sebagaimana tradisi pondok tidak boleh menolak santri yang berniat menuntut ilmu, tapi di Tebuireng asrama ditertibkan, maka asrama menggunakan kamar tidur dan menerima santri dengan menyocokkan fasilitas pondok. Kami sudah menambah fasilitas sekolah maupun asrama. Tapi tetap tidak bisa menampung semua pendaftar,” ujar Kiai Kikin, sapaan akrabnya.

Beliau menjelaskan, dari keseluruhan pendaftar, 900 yang tidak diterima. Sesuai dengan request alumni, maka dibuka pesantren cabang. Sudah sampai 20 cabang, sebagai bentuk menampung semangat belajar para santri dari tempat jauh. Akan tetapi masih belum bisa menampung semua.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ketua PWNU Jawa Timur ini juga menyampaikan kiprah dan perjalanan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

“KH. Hasyim Asy’ari membangun pondok Tebuireng pada tahun 1899, karena kebutuhan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah serta mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan. Demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat, maka didirikan NU pada tahun 1926. Kemudian beliau mendirikan Majlis Islam A’laa Indonesia untuk mempersatukan umat Islam di Indonesia, memperjuangkan hak-hak umat Islam, dan menyelaraskan ajaran Islam dengan perkembangan zaman. Yang kemudian diganti menjadi Masyumi,” ucap beliau.

Beliau melanjutkan keterangan, Tebuireng memiliki lima prinsip dasar yang kemudian melahirkan 6 poin yang diajarkan Kiai Hasyim kemudian disingkat menjadi BERKAH.

“B-berilmu, bagaimana santri harus berilmu, ilmu yang kita pilah di sini. Ilmu yang terbaik yang diwariskan para nabi dan ulama. Ini merupakan faham Islam yang ahlisunnah wal Jamaah. Ilmu warisan nabi kita jaga, tapi juga memberikan ilmu perkembangan baru, karena mereka harus bermasyarakat setelah ini. E-etika. Ditempatkan di Tebuireng harus bersyukur, karena ditinggali Hadratussyaikh berbagai macam ilmu. Berbagai fatwa ditulis khusus oleh Kiai Hasyim saat umat Islam di kondisi yang sangat lemah. R-religius, ini merupakan amanah di sini. Bagaimana tetap sambung dengan Rasulullah. Menjaga ibadah dan pendekatan kepada Allah. K-kreatif. Di sini banyak kegiatan ekstrakulikuler. Anak-anak dirangsang, dimotivasi untuk menjadi kreatif. A-amal sholih, anak-anak akan dorong ilmu harus diamalkan. Untuk mengamalkan harus paham. Karena ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah. H-hikmah. Pengamalan yang mendalam. Coba uraikan lebih dalam. Syukur alhamdulillah Kiai Hasyim mondok ke orang tuanya, kemudian ke beberapa pondok di Indonesia kemudian menuntut ilmu ke Mekkah, gurunya belajar ke gurunya terus sampai sambung ke Nabi Muhammd SAW,” jelas beliau.

“Kami membutuhkan bantuan panjenengan semua terutama ibu-ibu, yang punya hubungan batin dengan anak-anak. Mohon ibu-ibu jangan diangan-angan anaknya, agar anaknya tidak gelisah. Tolong ibu-ibu minimal satu anak itu minimal satu al-fatihah sehari agar hatinya terbuka untuk menuntut ilmu mudah diterima. Semoga anak-anak mendapatkan ilmu manfaat sebagaimana hadis khoirunnas anfauhum linnas. Bermanfaat di dunia bahagia akhiratnya,” pungkas beliau.

Pewarta: Aulia

Editor: Muh Sutan