Sumber gambar: https://inet.detik.com

Menahan senja dalam ingatan. Elegi jiwa bergejolak, memberi warna akan hampa. seorang gadis bernetra biru dengan kerudung maroon menerobos hujan senja itu. Terpatri dalam sanubari Arjuna akan sosoknya. Gadis bernetra teduh dengan senyum menawan itu bernama Syaqira Nurawarda.

Kali pertama melihatnya, Arjuna benar-benar terpana. Gadis yang dengan berani menjawab sekaligus mematahkan argumennya mengenai konsep ketuhanan. Membuat pandangan skeptisnya hampir terpatahkan.

Lahir dan dibesarkan dalam keluarga ateis membuat Arjuna memandang dunia dengan skeptis. ia tidak pernah benar-benar mempercayai hal-hal baik di dunia ini. Baginya apa yang dibutuhkan di dunia ini akan bisa ia dapatkan dengan materi dan uang. Dalam pandangannya materi menjawab semua kesulitanmu di sini.

“Bapak!”

Arjuna terkejut dan terbuyar dari lamunannya. Ia melihat mahasiswi di sampingnya. Hatinya bergejolak. Ia tidak bisa membohongi perasaannya berbunga-bunga melihat gadis itu di sini. Tanpa disadari bibirnya tertarik ke atas.   

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Data yang Bapak minta,” ucap mahasiswi itu seraya menyerahkan softmap hijau padanya. Ia adalah Syaqira, gadis yang menjadi objek lamunannya sekaligus mahasiswi yang ia jadikan asistennya sejak dua minggu belakangan ini.

Arjuna kemudian menerima map itu. Ia terus menatap Syaqira lekat hingga gadis itu berpamitan undur diri dan menghilang di balik pintu ruangannya. Perasaannya seketika hampa. Getaran itu lenyap dan pikirannya kembali melanglangbuana.

***

            Tiada hari tanpa men-stalking akun sosial media Syaqira. Bahkan data-data mengenai gadis itu telah ia kantongi sejak minggu pertama pertemuannya dengan Syaqira. Sebagai rektor universitas tempat gadis pujaannya berada merupakan sebuah anugerah baginya. Keberadaan Syaqira seperti angin segar untuk jiwanya yang kerontang. Tutur katanya sesejuk hujan kemarau.

Waktu luang Arjuna selalu ia gunakan untuk mencari celah mendekati Syaqira. Namun gadis itu tak pernah bernar-benar terjangkau olehnya. Pendiriannya sulit dipatahkan. Pertahanannya sulit ditembus. Dan ideologi khas timur melekat dalam dirinya dengan utuh.

            Namun satu hal yang membuat Arjuna sangat penasaran. Dari segi silsilah keluarganya yang Indonesia tulen, wajah dan iris mata Syaqira sama dengan bule. Bahkan dirinya sempat dirundung perasaan marah dan cemburu kala melihat gadis itu satu mobil dengan seorang pria yang ternyata adalah kakaknya. Bahkan yang ia ketahui tentang ibu gadis itu, fisiknya sangat jauh berbeda dengan Syaqira. terlepas dari keanehan itu, ia tetap dengan pendiriannya untuk mendekati Syaqira.

            Setiap akhir pekan, Arjuna selalu mengajak Syaqira dalam diskusi khusus yang dibentuknya. Selain usaha untuk pendekatan, Arjuna juga ingin mengenal ideologi Syaqira lebih dalam. Seperti saat ini, Arjuna bertanya bagaimana kita bisa tahu bahwa tuhan itu ada. Dengan gamblang, Syaqira menjawab “Jika Tuhan itu tidak ada maka tidak akan ada dirimu,”.

            “Manusia pertama itu Nabi Adam yang Allah ciptakan secara sempurna, bukan evolusi kera sebagaimana teori Darwin. Sedangkan mengenai teori penciptaan, setiap benda di dunia ini pasti  ada yang menciptakan, tidak ada dengan sendirinya. Kursi dan meja diciptakan oleh pengrajin kayu, rumah oleh arsitek, makanan atau sayur tumbuh dibawah pengawasan para petani. Jika Tuhan itu tidak ada, maka siapa yang menciptakan manusia pertama? Atau jika anda menyakini kebenaran teori Darwin, siapa yang menciptakan kera itu kali pertama?”

            Arjuna terdiam. Pikirannya menganalisis ucapan Syaqira dengan baik. Ia sebelumnya membantah teori-teori lawas itu dengan mudahnya. Namun saat gadis di depannya ini yang berbicara, pikirannya tidak bisa menolaknya semudah itu.

            “Mengenai teori penciptaan semesta, teori bigbang, nebula, proto planet dan yang lainnya sudah dibuktikan oleh al-Qur’an. Penciptaan semesta memiliki proses yang bisa dianalisis secara ilmiah. jika anda benar-benar ingin mempelajarinya, untuk menyinkronkan sains dengan al-Qur’an dan Islam anda bisa meminjam buku itu pada saya,” ujar Syaqira melanjutkan.

            “Baiklah, kau bisa meminjamkannya padaku.”

Tidak hanya belajar mendekati Syaqira, dirinya terbuka untuk mempelajari Islam dengan baik. Membaca buku-buku yang disarankan Syaqira, serta tulisan-tulisan ilmiah mengenai Islam dan syariat secara rasional. Namun semua itu tidak cukup membuat hatinya menerima cahaya iman dengan bersyahadat dan menjadi Islam sepenuhnya seperti Syaqira.

***

            “Jun! Syaqira masuk UGD!”

            Mendengar suara itu dari ponselnya, Arjuna memacu kecepatan mobilnya di atas rata-rata. Lampu-lampu jalanan terasa remang. pikirannya kosong, yang ada hanya gadis itu. Kendaraannya seperti setan yang melesat dan menyalip beberapa kendaraan di depannya. Bunyi klakson mobil berjerit saling menyahut akibat ulah pria itu.

            Mengabaikan semuanya, napasnya memburu. Dengan tergesa, ia keluar dari mobilnya dan berlari menuju ruang tempat Syaqira berada.

            Di ujung sana, ia mendapati wanita berhijab yang ia ketahui ibu Syaqira bersama dengan pria yang merupakan kakaknya. Keduanya menatap Arjuna sedih. Jantungnya berdegup kencang pada setiap kalimat yang hendak keluar dari lisan wanita itu.

            “Anda Arjuna Dewangga Kiells?”

            Meskipun bingung mengapa nama dan marganya penting saat kondisi darurat seperti sekarang. Arjuna mengangguk. Ia hendak membuka suara untuk bertanya perihal Syaqira. Namun ibu gadis itu melanjutkan, “Syaqira sedang membutuhkan donor darah O. Bukankah anda memilikinya?”

            Arjuna terhenyak. Ia melihat Dendi, orang yang menghubunginya tadi sekaligus dosen pembingbing Syaqira mendekat dan mengangguk pelan. Otaknya blank untuk menyadari kondisi yang terjadi.

            “Tidak ada waktu. Jika kau menyayangi Syaqira, ayo lakukan!” kakak Syaqira yang ia ketahui bernama Ardan itu menariknya menuju ruang khusus. Ia pasrah tubuhnya ditarik mengikuti pria itu sedang pikirannya masih mencerna dengan pelan apa yang terjadi sekarang.

            Beberapa saat berlalu. Syaqira sudah melalui masa kritisnya. Arjuna duduk di dekat wanita paruh baya yang baru-baru ini ia tahu namanya Aisyah. Mereka menyebutnya umi Aisyah.

            “Umi! bisa anda jelaskan sesuatu yang menjadi kebingungan saya dari tadi?” dari mulai mengapa golongan darah keluarganya tidak ada yang cocok dengan Syaqira, justru darahnyalah yang cocok dengan gadis itu. Juga bagaimana umi Aisyah mengetahui mengenai hal itu. Tidak hanya golongan darah tapi juga marga yang selama di sini tidak ia gunakan.

            Wanita itu menghela napasnya panjang. Ia menepuk bangku di sampingnya, mengisyaratkan Arjuna untuk duduk dan menyimak apa yang hendak ia katakan. “Syaqira itu bukan anak Umi. Ceritanya panjang, Nak. Nama Syaqira itu Aletta Crania Kiells, adikmu yang hilang. Umi tahu margamu dari Syaqira, namun gadis itu tidak tahu dirinya juga memiliki marga yang sama. Gadis itu telah membuatmu tertarik sehingga kau menjadikannya sebagai asisten dosen?” umi Aisyah tersenyum tipis. “Benar tebakan Umi?”

            DEG!

            Arjuna tidak bisa menggambarkan kondisi batinnya. Jantungnya bergemuruh hebat. Keringat dingin membasahi hampir sekujur tubuhnya. Bukan tebakan itu yang membuatnya terkejut, namun fakta bahwa gadis pujaan hatinya adalah adiknya sendiri, adik kandungnya, benar-benar membuatnya kacau. Tanpa sadar ia mengeluarkan air mata. Perasaannya campur aduk. Seakan takdir mempermainkan dirinya.

            Meskipun mamanya akan sangat senang mendengar berita ini, namun ingin sekali Arjuna egois dan membantah semua fakta yang ada.

Tapi ia sadar, Syaqira itu permata. Dan ia tidak ingin merusaknya hanya untuk kesenangan pribadinya. Untuk itu ia akan berusaha menjernihkan pikirannya, dan pulang ke Nevada esok hari setelah memastikan kondisi Syaqira.

Beberapa waktu berlalu, Arjuna menyadari bahwa takdir tidak bisa dipaksakan. Kuasa Tuhan mutlak atas rencana manusia. Dan mungkin memang inilah jalan terbaik untuknya. Perasaan gundah, kecewa, marah dan khawatir menguasai dirinya saat itu.

Namun syahadat atas Allah dan Rasulnya membuat jiwanya kembali bersemi. Shalat menjadi penawar keretakan hatinya. Jiwanya damai dalam rengkuhan kalam Ilahi. Wallahua’lam

Penulis: Emilia Angraini

Santri PP. Addurriyyah Pamekasan sekaligus mahasiwa STAI Al Mujtama Pamekasan.