
Tebuireng.online- Ustadz Ahmad Faozan, Direktur Bank Sampah Tebuireng menyampaikan materi tentang pentingnya pembentukan karakter dan kesadaran lingkungan dalam kegiatan Masa Orientasi Santri Baru (MOSBA) yang dilaksanakan di Masjid Pondok Putra Pesantren Tebuireng pada Sabtu (6/7/2025). Dalam penyampaiannya, Ustadz Faozan menegaskan bahwa pesantren tidak hanya mencetak santri yang pintar secara intelektual, tetapi juga yang berakhlak dan peduli terhadap sesama serta lingkungan sekitarnya.
Ia mengutip pesan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari yang menyatakan bahwa tidak ada kemajuan bagi suatu bangsa jika generasinya bodoh dan sulit melakukan perubahan kecuali dengan ilmu pengetahuan. Kutipan tersebut, menurutnya, dapat ditemukan dalam buku Bapak Umat Islam Indonesia karya KH. A. Karim Hasyim dan Peletak Dasar Republik Indonesia, dua buku penting yang membahas sejarah KH. Hasyim Asy’ari dan perjuangannya mendirikan Pesantren Tebuireng.
Dalam kesempatan tersebut, Ustadz Faozan menjelaskan bahwa sejak akhir abad ke-19, Tebuireng telah menjadi poros pesantren Nusantara. Banyak pendiri pesantren besar seperti KH. Abdul Karim dari Lirboyo dan KH. Bisri Syansuri dari Ploso pernah menimba ilmu di Tebuireng. Bahkan dalam buku Bapak Umat Islam Indonesia disebutkan bahwa tidak kurang dari 24 ribu tokoh ulama berasal dari pesantren ini.
Ia juga menekankan bahwa Pesantren Tebuireng merupakan satu-satunya pesantren yang melahirkan banyak tokoh nasional, seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Salahuddin Wahid, dan KH. Yusuf Hasyim yang saat ini dalam proses pengajuan gelar pahlawan nasional. Karena itu, menurutnya, para santri yang belajar di Tebuireng patut bersyukur dan semestinya memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar dan menempa diri.
Ustadz Faozan menjelaskan lima elemen utama dalam tradisi pesantren sebagaimana disebutkan dalam buku Tradisi Pesantren karya Zamakhsyari Dhofier, yaitu masjid, pondok, kiai, santri, dan kitab kuning. Namun, di Tebuireng, ia menambahkan satu elemen lagi, yaitu makam. Makam para masyayikh Tebuireng setiap hari ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, namun masih banyak santri mukim yang jarang menyempatkan diri berziarah. Padahal, menurutnya, ziarah merupakan bentuk penghormatan dan pengambilan berkah dari para pendahulu.
Selain membahas sejarah dan nilai-nilai pesantren, Ustadz Faozan juga menyampaikan pentingnya kesalehan ekologis. Ia mencontohkan KH. Hasyim Asy’ari yang selain dikenal sebagai ulama besar juga merupakan petani yang produktif demi ketahanan ekonomi pesantren. Begitu pula KH. Idris Kamali dan KH. Salahuddin Wahid yang dikenal sangat peduli terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan pesantren. Bahkan Gus Dur saat muda pernah menerima penghargaan sebagai tokoh peduli lingkungan.
Dalam bidang pengelolaan sampah, Pesantren Tebuireng telah mendirikan Bank Sampah sejak tahun 2022. Ustadz Faozan yang kini menjadi penanggung jawab program tersebut mencatat bahwa pada Januari 2025 saja, sampah yang terkumpul dari para santri mencapai 452 kilogram. Sementara total sampah pada tahun 2024 mencapai 330 ton, terdiri dari berbagai jenis seperti plastik, kertas, buku, pakaian bekas, dan botol minuman.
Ia mengingatkan bahwa sampah plastik merupakan ancaman serius karena membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemilahan sampah menjadi sangat penting. Ia juga menambahkan bahwa kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, mematikan listrik saat tidak digunakan, serta menjaga kebersihan kamar dan asrama adalah bagian dari kesalehan ekologis yang perlu ditanamkan kepada seluruh santri.
Di akhir pemaparannya, Ustadz Faozan mengajak seluruh santri baru untuk membentuk tiga jenis kesalehan sekaligus, yakni kesalehan ritual, kesalehan sosial, dan kesalehan lingkungan. Menurutnya, ilmu adalah cahaya yang tidak akan masuk ke hati yang kotor. Karena itu, bersihnya hati harus dibarengi dengan bersihnya lingkungan dan akhlak yang baik dalam keseharian santri.
Baca Juga: Kedatangan Santri Baru, Tebuireng Promosikan Budaya Nilai “Berkah”
Pewarta: Albi
Editor: Muh Sutan