sumber ilustrasi: boardprecovery

Oleh: L Malaranggi*

Lelaki itu meletakkan jam tangannya di atas meja lalu mengambil satu batang rokok dalam sebuah bungkusan. “Aku tidak tau lagi…“ gumamnya dengan mata menerawang ke atap. Ia berharap apa yang tadi ia saksikan tak teulang, bahkan ia tak lagi punya keinginan bertemu dengan sosok perempuan yang seharusnya ia cintai itu.

“kring, kring…“

Anggun, kekasih Bima datang. Ia memencet tombol bel itu dengan agak terburu-buru, berharap ia bertemu dengan Bima dan meminta maaf atas apa yang ia lakukan tadi. Bima membuka pintu dan kaget, ternyata ia tidak menyangka bahwa perempuan itu menghampirinya setelah berdebat panjang tentang Ibu yang menggendong anak kecil itu.

“Kenapa kamu datang lagi?“ Ucap Bima dengan nada kesal dengan mata sedikit melotot. Lalu Ia terus memandangi Anggun yang sedang menjelaskan panjang lebar tentang apa yang terjadi di parkiran Cafe tadi. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Aku ke sini cuman ingin meminta maaf, aku hanya ingin kamu tidak memikirkan ibu yang menggendong anak kecil itu.“ Anggun memasang muka memelas dan mencoba memegang lengan Bima. 

“Kamu tau tidak bahwa seorang Ibu dan anak kecil itu bagiku sangat penting!“ dengan nada marah dan keras Bima menuding muka Anggun yang sedang panik itu. 

Anggun adalah kekasih Bima, mereka berpacaran sebulan yang lalu dan belum mengetahui satu sama lain diantara keduanya. Bima begitu kesal sekali atas perlakuan Anggun kepada Ibu yang menggendong anak kecil itu, Anggun mengusir menyuruh Ibu itu untuk minggir sambil bilang, “tidak usah memulung lagi. Bau. Tau ngga ibu itu. Ibu sebaiknya pulang dan urus anak ibu itu, ibu tau ngga ibu itu menganggu akses masuk mobil ke Cafe ini.” ucapan Anggun ternyata begitu tak disukai Bima.

Bagi Bima, ibu dan anak kecil itu mengingatkan tentang Ibunya beberapa tahun yang lalu, sambil menggendong adiknya sebelum keduanya meninggal karena kecelakaan. Ibu Bima dan Adiknya tewas kecelakaan saat ia menaiki pesawat terbang setelah menjenguk neneknya. Pesawat kehilangan kendali dikarenakan cuaca sedang hujan lebat dan badai menutup muka pesawat hingga pesawat kehilangan radar dan mendarat di laut hingga meledak. Setelah itu Bima kehilangan keduanya dan selalu mengingatnya ketika ia melihat Ibu yang sedang menggendong anak kecil dimanapun. 

Bagi Bima, Anggun tidak pantas memaki karena ia juga manusia dan berhak hidup walaupun ia seorang pemulung. Seharusnya perkataan Anggun tidak terucap dari mulutnya dan tidak begitu kasar hingga ia harus mengatakan sesuatu pada Ibu dan anaknya dengan kata yang kurang pantas. Bagi Bima, pekerjaan apapun layak dihargai apapun itu, termasuk pemulung, kuli maupun pekerjaan-pekerjaan lainnya yang kasar dan kotor. 

Bagi Bima, Ibu dan Adiknya adalah tempat pulang paling nyaman di kala ia sedang merasa tidak baik-baik saja. Bima menganggap Ibu itu suatu berlian nyata dan Adiknya itu ialah pelataran surga yang bisa ia ajak bermain bersama. Kini ia kehilangan keduanya dan harus hidup sendirian menghadapi dunia, ia merasa kehilangan rumahnya untuk Pulang dan merasa tidak tau lagi harus Pulang ke pelukan siapa setelah Ibunya tiada. Bagi Bima tidak ada tempat Pulang selain Pulang pada pangkuan Ibu yang melahirkannya. 

Bima mengusir Anggun tanpa berpikir panjang, “pergi! kita putus tidak ada lagi kita setelah ini.“ Bima menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat sambil bersender di pintu, tangannya memegang kepala, ia seketika hancur bayangan akan masalalunya kembali terekam jelas dan mencekam setelah apa yang terjadi tadi. 


*Cerpen ini mengingatkan kita tentang arti kemanusiaan yang nyata, yang kadangkala kita luput untuk mengerti apa itu kehidupan yang selayaknya. Di dalam agama tertuang teks hadits-hadits dan kitab suci Al-Qur’an tentang arti mengingatkan kepada sesama dan kemanusiaan untuk semua. 

Sebagai manusia sosial perlu untuk terus berefleksi dan membangun jiwa sosial yang tinggi dan kepedulian terhadap sesama. Manusia sebagai mahluk hidup yang Tuhan berikan kehidupan harus mampu memompa akalnya dan jiwanya agar ia tidak terlena oleh kesesuaian duniawi yang fana.



*Seorang Pembelajar sepanjang hayat, mahasiswa aktif, sering menulis puisi dan opini di berbagai media online dan media sosial miliknya.