
Tebuireng.online— Salah satu materi utama pada hari kedua Masa Orientasi Santri Baru (Mosba) 2025, diisi oleh Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, alumni Madrasah Aliyah Tebuireng, yang menyampaikan materi bertajuk “Profil Santri Indonesia.” Materi ini mengacu pada rumusan resmi dari Majelis Masyayikh yang tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Dalam paparannya, Ustdaz Ubed sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa profil santri Indonesia terdiri dari sembilan karakter utama, yakni:
- Pembelajar sepanjang hayat
- Berkeislaman rahmatan lil-‘alamin
- Berkeilmuan yang bermanfaat
- Berakhlak mulia
- Cinta tanah air
- Berperikemanusiaan
- Peduli dan menjaga lingkungan
- Tangguh, mandiri, pemberani
- Berjiwa pelopor
“Santri sejati itu pembelajar sepanjang hayat. Santri Tebuireng harus berilmu, berbudi pekerti, dan rela berkorban demi Ilahi,” tegasnya di hadapan para peserta, Ahad (6/7/2025).
Baca Juga: Terobosan Baru! Ini Pembeda Mosba 2025 dari Tahun Sebelumnya
Ia menekankan pentingnya kecintaan terhadap ilmu dan guru sebagai wujud dari karakter santri. “Santri yang mencintai ilmu akan senang mengulang pelajaran. Ia juga selalu menyebut nama gurunya dalam doa. Itu membentuk karakter cinta ulama, dan dari situlah lahir pribadi-pribadi yang mencerminkan akhlak para alim dan kiai,” jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya nilai kemanusiaan yang tidak memandang agama, suku, atau ras. Menurutnya, santri juga dituntut untuk kreatif, tangguh, mandiri, serta peduli terhadap lingkungan. “Cinta tanah air juga bagian dari hikmah yang harus dimiliki setiap santri,” tambahnya.
Menurut Dosen Mahad Aly itu, salah satu bentuk pembelajar sepanjang hayat yakni senang mengulang-ulang pelajaran. Karena kata pepatah man ahabba syai’an aktsara min dzikrihi (siapa yang mencintai sesuatu pasti akan banyak menyebutnya).
“Santri itu kalau akan belajar atau memulai sesuatu biasanya mengirim bacaan Al-Fatihah. Ini adalah contoh salah satu sikap profil seorang santri yang selalu menyebut nama-nama gurunya dalam doa. Dengan begitu kita sebagai santri akan tumbuh rasa cinta kepada guru-guru kita. Kalau sudah muncul rasa cinta kepada para alim, kiai, dan ulama, maka kita akan menjadi pribadi-pribadi yang seperti para ulama,” terangnya.
Selain itu, Kepala Mahad Jamiah Hasyim Asy’ari itu menyebut, “kalau yang kalian sebut berulangkali itu bukan nama ulama, maka karakter yang muncul adalah bukan ulama,” imbuhnya.
Baca Juga: Amanah Besar Mendidik Santri Baru di Pesantren Tebuireng
Tak hanya itu sifat berperikemanusiaan juga harus menjadi karakter para santri dengan bentuk mencintai sesama manusia seperti dia mencintai dirinya sendiri; tidak melihat agama, daerah, gender, suku, dan ras. Seorang santri juga harus kreatif yakni ia harus tangguh, mandiri, dan pemberani. Seorang santri juga harus amal salih seperti dalam bentuk peduli lingkungan. Selain itu mereka juga harus berhikmah yaitu salah satunya cinta tanah air.
Pada sela-sela materi, beliau mengajak santri baru untuk menyanyikan nadzam profil santri Indonesia yang beliau susun. Berikut nadzamnya:
alhamdulillah ku kini jadi santri * solatullah salamullah untuk Nabi
penerus perjuangan alim ulama * pewaris ilmu akhlak para Anbiya’
pembelajar sepanjang hayat tak henti * berislam damai rahmatan lil ‘alamin
akhlaqul karimah s’lalu jadi sifat * penuh keilmuan yang penuh manfaat
cinta tanah air mengalir di dada * berperikemanusiaan sempurna
peduli lingkungan hidup jadi asri * tangguh mandiri dan juga pemberani
berjiwa pelopor santri bangun bangsa * itulah kami santri Indonesia
santri Tebuireng berilmu, etika * religius, kreatif, amal solih, hikmah
Menutup sesi, Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah menyampaikan pesan kepada para santri baru agar tidak membatasi masa belajar hanya selama mondok di pesantren.
Baca Juga: Santri Baru Lebih Dekat dengan Lingkungan Pesantren, Pondok Putra Gelar MOSBA
“Menjadi santri tidak cukup hanya satu atau dua tahun. Bahkan setelah lulus dari Tebuireng sekalipun, semangat belajar harus tetap terjaga. Santri adalah pembelajar sepanjang hayat,” ujarnya.
Ia juga mengutip ajaran Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam Adabul ‘Alim wal Muta’allim, bahwa santri akan terus berilmu selama masih memiliki kemauan untuk belajar. “Begitu berhenti belajar, saat itulah santri kehilangan ilmunya,” tutupnya.
Pewarta: Yuniar Indra
Editor: Rara Zarary