
Dunia pendidikan belakangan ini ramai membicarakan tentang kebijakan larangan wisuda pada jenjang TK, SD, SMP dan SMA. Pada setiap pemerintah daerah pun telah menerbitkan larangan pengadaan wisuda berbayar atau adanya pungutan biaya untuk acara wisuda pada tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Tak sedikit orang yang menyoroti kebijakan tersebut, baik para siswa, orang tua bahkan guru membicarakan persoalan tersebut. Para orang tua banyak memprotes adanya perayaan kelulusan dengan acara wisuda pada jenjang TK sampai SMA. Hal tersebut karena mengeluarkan biaya yang besar.
Dan baru-baru ini beredar video viral tentang perdebatan antara siswi sekolah dengan Gubernur Jawa Barat yang membahas larangan wisuda pada tingkat sekolah TK sampai SMA. Video perdebatan yang sekarang viral tersebut bermula pada unggahan video TikTok tanggal 20 April 2025, dalam video tersebut berdurasi 1 menit 45 detik berisi penyampaian kekecewaan siswi tersebut pada kebijakan Pemerintah. Konten tersebut diunggah pada akun pribadinya @iam_auracinta.
Setelah unggahan video tersebut, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengundang siswi tersebut (Aura Cinta) dan kedua orangtuanya serta warga Cikarang yang rumahnya dibongkar dalam menghadapi diskusi publik. Acara tersebut diunggah oleh Dedi Mulyadi pada akun Youtubenya Kang Dedi Mulyadi Channel yang berjudul “Ini Penjelasan KDM pada Remaja yang Kecewa karena Rumahnya Dibongkar,” pada 26 April 2025.
Dalam diskusi tersebut Aura mengutarakan pendapatnya untuk tetap ada wisuda, tapi menurutnya yang pengeluarannya lebih sedikit. Lalu hal tersebut langsung dijawab oleh Dedi Mulyadi yang sedang mempertanyakan bahwa di negara mana yang di sekolah TK ada wisuda, SD wisuda, SMP wisuda, SMA wisuda. Hanya di Indonesia, namun sebenarnya wisuda itu diperuntukkan bagi yang kuliah.
Hal tersebut memang benar, wisuda sebenarnya diperuntukkan bagi yang kuliah. Wisuda merupakan upacara peneguhan atau pelantikan bagi seseorang yang telah menempuh pendidikan perguruan tinggi. Wisuda pun juga mengeluarkan biaya yang besar untuk menyukseskan acara tersebut. Dan wisuda dalam jenjang sekolah TK hingga SMP sebetulnya kurang tepat. Dalam hal tersebut juga dikhawatirkan orang tua merasa terbebani akan acara tersebut.
Baca Juga: Memotret Pendidikan Pesantren yang Dipenuhi Canda Tawa Santri bersama Kiai
Dalam segi pandang siswa, kemungkinan kebanyakan siswa pasti menolak tentang kebijakan tersebut, karena perayaan perpisahan sekolah sudah membudaya dari masa ke masa. Namun, kembali lagi pada acara tersebut pasti yang membayar adalah para orang tua. Dan bagi orang tua yang perekonomiannya menengah kebawah akan merasa berat. Banyak siswa yang menginginkan acara perayaan perpisahan yang mewah dan wah, karena belum pernah merasakan yang namanya bekerja, mencari uang dan dituntut oleh kebutuhan kehidupan yang lain.
Sebagai anak dan siswa yang baik, sebaiknya alangkah lebih baiknya untuk lebih mengerti akan kondisi ekonomi dalam kehidupan orang tua sehari-hari. Dan tidak memberatkan serta tidak menuntut orang tua yang lebih banyak. Sebagai siswa yang baik, marilah belajar dengan baik, dan membantu orang tua misalnya dengan menabung, menyisakan uang saku sedikit demi sedikit untuk membantu orang tua mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Lalu kalaupun ingin tetap adanya perpisahan itu diperbolehkan, namun yang tanpa adanya pungutan agar tidak membebani orang tua. Namun, jika orang tua tidak merasa terbebani maka tidak apa-apa melakukan acara perpisahan sekolah. Sejatinya kenangan momen sekolah tidaklah diukur dari seberapa mewah acara perpisahan sekolah tersebut. Melainkan bagaimana selama proses belajar selama bertahun-tahun itu menjadikan karakter diri siswa lebih mengenal jati dirinya, lebih menghormati terhadap gurunya dan saling membantu terhadap teman-temannya.
Yang terjadi pada kehidupan sekarang juga masih banyak para siswa yang menganggap bahwa guru selalu mengambil keuntungan pada acara di sekolah maupun diluar sekolah. Apalah arti perpisahan sekolah, jika para siswa masih menganggap para gurunya merauk untung pada pungutan untuk acara perpisahan sekolah?
Hal tersebut termasuk suudzon yang dapat memecah belah ikatan terhadap guru dan siswa. Jika para siswa kelak masa depannya menjadi guru, dia akan mengerti bahwa menjadi guru tidaklah mudah, harus dituntut untuk multitalenta dan mengabdi pada lembaga sekolah. Yang sejatinya, di sekolah bukanlah tempat mereka mencari keuntungan atau uang, melainkan tempat para guru untuk meramal dan mengabdi.
Baca Juga: Sokola Rimba: Pendidikan Sebagai Jembatan Peradaban
Sebagai siswa yang baik, seharusnya dapat bersikap baik, sopan santun terhadap guru, dan mendoakan guru, agar doa antara guru dan murid saling menyambung dan bisa menjadikan ilmu yang dimiliki siswa menjadi barokah dan di masa depannya menjadi orang yang sukses baik di dunia maupun akhirat. Dan kedepannya bisa menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih baik daripada sebelumnya.
Penulis: Amalia Dwi Rahmah, pegiat literasi