
Oleh: Mohammad Alif Roikhan*
Hai, namaku Akbar Maulana, panggilan akrabku adalah Akbar. Saat ini, aku masih kelas 2 di SMA Harapan Bangsa, dan kebetulan ibuku adalah kepala sekolah di tempat aku menimba ilmu saat ini. Aku lahir dan besar di kota Jombang, kota yang sering dijuluki sebagai kota santri.
Pada suatu hari, terdapat siswa baru yang masuk di kelasku. Dilihat-lihat, sepertinya dia berasal dari daerah yang jauh. Karena dia memiliki rambut yang ikal dan kulit yang cenderung gelap.
“Hai Semuanya, perkenalkan nama saya Dion,” ujar anak baru tersebut. Lalu guru pun menyuruhnya duduk di kursi kosong yang ada di sebelahku. Saat dia sudah duduk disebelahku, aku langsung bicara padanya.
“Hai, namaku Akbar, salam kenal ya…” ucapku. Tetapi dia hanya mengangguk dan tak mengatakan sepatah katapun.
*****
Satu Minggu pun berlalu, dan Dion si anak baru masih saja diam tak mengatakan satu katapun padaku di kelas. Jam istirahat pun datang, aku dan temanku yang bernama Rizki pergi ke kantin sekolah. Saat di kantin sekolah, aku melihat beberapa anak mengajak Dion ke arah halaman belakang sekolah. Aku penasaran apa yang mereka lakukan dengan Dion, lalu aku bicara pada Rizki.
“Riz, kamu lihat itu tadi kan Dion…” ujarku
“Iya.” jawab Rizki.
“Tapi apa yang tiga anak itu lakukan dengan Dion?” sahutku.
“Sudahlah, jangan hiraukan mereka. Toh juga si Dion tidak mau bicara sama kita di kelas.” sahut Rizki.
Aku menghiraukan perkataan Rizki dan langsung berjalan ke arah halaman belakang mengikuti mereka.
“Hei, bar…. Akbar…. mau kemana. Ah anak ini!” Teriak Rizqi tetapi tetap sambil mengikutiku.
Sesampainya di halaman belakang. Aku dan Rizki melihat anak-anak itu melakukan tindak bullying hanya karena Dion berkulit gelap. Lalu aku langsung menghampiri mereka.
“Hei, apa yang kalian lakukan?” teriak ku pada mereka.
“Eeeh…. Tidak ada kak….” Jawab salah satu anak itu sambil terkejut.
“Aku sudah melihat apa yang kalian lakukan pada Dion!” Ucapku.
“Tidak kok kak, kami…. hanya bermain-main dengannya…” jawab anak itu.
“Tidak usah berbohong. Aku melihat kalian membully Dion. Jika kalian melakukan ini lagi, aku tidak segan akan membuat laporan pada kepala sekolah dan kupastikan kalian mendapakan hukumannya!” ucapku dengan tegas.
“Heeeem iya kak. Maafkan kami. Kami janji tidak akan menggulanginya lagi.” jawab mereka lalu pergi. Aku menghampiri Dion.
“Dion…. Jika kamu ada masalah atau ada yang menganggumu bilang saja ke kami, kita kan teman.” Ucapku padaa dion sambil memegang pundaknya.
“Teman? Memangnya kamu mau berteman deganku?” jawab Dion dengan nada agak sedih.
“Iya Dion, memangnya kenapa? apakah kamu merasa tidak nyaman dengan kami?”
“Sebenarnya….. selama ini tidak ada yang mau berteman denganku. Mungkin menurut mereka karena aku ini berkulit gelap…” jawab Dion dengan wajah sedih.
“Dion… kenapa kamu berpikir seperti itu. Setiap orang itu memiliki keuinikannya sendiri. Apalagi di Indonesia yang memiliki beragam agama, ras, suku, etnik dan budaya. Yang salah itu mereka, orang-orang diluar sana yang masih tidak bisa menerima dan mentoleransi keberagaman yang ada.” Jawabku.
“Iya Dion, yang dikatakan Akbar itu benar. Jika orang – orang menindas kamu karena masalah perbedaan warna kulit itu bukan salahmu, tetapi salah pemikiran mereka yang masih belum terbuka dengan keberagaman.” Ucap Rizki menimpali.
Kemudian, aku mengajak Dion untuk makan bersama di kantin.
*****
Pada malam harinya, di rumah aku menceritakan masalah ini ke ibuku. Pada awalnya ibuku terkejut, tidak menyangka masih terjadi tindakan bullying karena perbedaan fisik yang dilakukan oleh siswa di sekolah yang dipimpinnya.
Hari pun berganti, di hari senin saat dilakukan upacara ibuku menyampaikan suatu pesan. Bahwa Indonesia itu adalah negara yang terdiri dari berbagai macam agama, ras, suku, budaya dan etnis, maka sudah seharusnya kita sebagai rakyat Indonesia harus bisa hidup berdampingan dan merangkul perbedaan. Bukan malah saling menjelek-jelekkan bahkan sampai memecah belah.
Dari hal tersebut, disekolah ku mulai banyak yang sadar dan membuka diri dengan keberagaman dan perbedaan. Bahkan Dion yang awalnya hanya diam dan tidak memiliki teman, kini ia tidak ragu untuk membuka diri da memiliki banyak teman karena sifatnya yang humoris.
Aku, Rizki, dan Doni pun menjadi sahabat hingga lulus SMA dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi sesuai keingginan masing-masing.