
Hampa
Semenjak hilangnya jejakmu
jiwaku melayu
menghilangnya semangatku
lukaku mendayung sendu
aku tersesat
kehilangan arah
terombang ambing tanpa tujuan
mawar merah yang selalu kudamba
kini menjadi mawar hitam
hati yang pernah hangat olehmu
kini hanya menyisakan ruang hampa
Menyulam Rindu
Pada malam-malam yang sunyi
aku menyulam rindu di atas luka yang mendalam
sedalam ini aku menyimpanmu
namamu abadi dalam sematan syair-syair yang kutulis
dalam syair yang tak pernah usai
terselip lirih antara titik dan koma
tak kasat mata
namun terasa begitu nyata
setiap jeda dalam koma
adalah rindu yang tak tertahan
bagai rahasia yang enggan reda di angin senja
namun aku bisa apa
aku hanyalah penyulam lara dalam aksara
Keindahan yang Tak Terbantahkan
Aku merindukan dirimu
malam yang penuh bintang
aku buka lembaran demi lembaran
untuk mengobati hati
lalu bagaimana aku bisa bertemu denganmu?
dan menyeka luka kerinduan?
sekalipun ku patahkan pena
kau tetap selamanya puisi
bahkan sebelum aku menciptakan syair
untuk melukiskan keindahanmu dalam tulisan
Tuhan telah lebih dahulu menciptakan sosok dirimu
sebagai keindahan yang tak terbantahkan
Hanya Singgah
Ku tak pandai membaca bahasa matanya
sorot mata itu mengelabui perasaan
tak hanya itu
senyumannya pun palsu
aku terlalu cepat menaruh hati
pada pesan singkat
yang ia tulis tanpa makna
sedangkan aku mengukirnya dalam semat harap
aku hanyalah jeda kesepiannya
hanya untuk singgah
Malam Sunyi
Malam…
mengapa sunyi selalu menatap pada hati
seolah mengetahui setiap rahasia yang terselip
menemani diantara sajadah dan air mata
menjadi pendengar kisah
yang penuh dengan bab-bab rumit
penuh liku, perjuangan dan pelajaran
malam selalu menjadi pendengar setia
sunyi namun tak menghakimi
Penulis: Amalia Dwi Rahmah
Editor: Rara Zarary