ilustrasi air dua qullah
ilustrasi

Tidak jarang bagi umat Islam yang mengetahui bahwa pembasuhan tangan dalam wudu merupakan salah satu rukun wudu. Cara membasuhnya dengan mengalirkan air mulai ujung tangan sampai siku. Jika tidak sampai siku maka wudunya tidak sah.

Awal mula diwajibkannya membasuh tangan adalah munculnya ayat:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إذَا قُمْتُمْ إلَى الصَّلَاةِ ‌فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ ‌وَأَيْدِيَكُمْ إلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إلَى الْكَعْبَيْنِ} [المائدة: 6]

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jika kalian hendak melaksanakan salat maka basuhlah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai siku dan usaplah kepala kalaian dan basuhlah kaki kalian sampai mata kaki”.

Pada lafad ‌وَأَيْدِيَكُمْ إلَى الْمَرَافِق menunjukkan bahwa setiap orang yang melaksanakan wudlu wajib membasuh kedua tangannya sampai siku. Pertanyaannya, apakah kedua sikunya juga wajib dibasuh? Berikut penjelasannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada pembasuhan siku, para ulama masih memperselisihkan dalam penggalan ayat ‌وَأَيْدِيَكُمْ ‌إِلَى ‌الْمَرافِقِ, apakah siku wajib dibasuh atau tidak. Dalam kitab Tafsir Al-Khazin dijelaskan:

ونقل عن مالك: وقد سئل عن قول الله عز وجل: ‌فَاغْسِلُوا ‌وُجُوهَكُمْ ‌وَأَيْدِيَكُمْ ‌إِلَى ‌الْمَرافِقِ فقال: الذي آمر به أن يبلغ المرفقين في الغسل لا يجاوزهما وحجة أصحاب هذا القول أن كلمة إلى لانتهاء الغاية وما يجعل غاية للحكم يكون خارجا عنه كما في قوله تعالى: ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيامَ إِلَى اللَّيْلِ ولأن الحد لا يدخل في المحدود فوجب أن لا يجب غسل المرفقين في الوضوء»

Keterangan dalil: Pendapat pertama mengatakan bahwa siku tidak wajib dibasuh. pada ayat di atas kalimat إلَى  bermakna intiha’ul ghayah (akhir tujuan). Dan sesuatu yang menjadi tujuan hukum akan dikeluarkan dari hukum. Jika tujuannya sampai siku maka sikunya tidak perlu dibasuh karena batasan tidak masuk pada perkara yang dibatasi. Sebagaimana Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 187:  ثُمَّ ‌أَتِمُّوا ‌الصِّيَامَ ‌إلَى ‌اللَّيْلِ “Kemudian sempurnakanlah puasa kalian sampai malam datang”. Jika tujuannya malam maka malam tidak diikutkan dalam hukum. Artinya, di malam hari tidak perlu berpuasa.

وحجة الجمهور أن كلمة إلى هنا بمعنى مع ومنه قوله تعالى: وَلا تَأْكُلُوا أَمْوالَهُمْ إِلى أَمْوالِكُمْ أي مع أموالكم ويعضده من السنة ما صح من حديث أبي هريرة أنه توضأ فغسل وجهه فأسبغ الوضوء ثم غسل اليمنى حتى أشرع في العضد ثم يده السرى حتى أشرع في العضد ثم قال: هكذا رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يتوضأ. والجواب عن الحجة المتقدمة إن الحد إذا كان من جنس المحدود دخل فيه كما في هذه الآية لأن المرفق من جنس اليد وإذا لم يكن من جنس المحدود لم يدخل فيه كما في قوله تعالى: ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيامَ إِلَى اللَّيْلِ لأن النهار من غير جنس الليل فلا يدخل فيه

Sedangkan pendapat kedua mengatakan kalimat إلَى pada ayat tersebut bermakna مع (bersama) yang mengikutkan tujuan hukum. Sebagaimana yang terncantum dalam Surah An-Nisa’ Ayat 2: ‌وَلا ‌تَأْكُلُوا ‌أَمْوالَهُمْ ‌إِلى ‌أَمْوالِكُمْ “janganlah kamu memakan harta benda mereka bersama hartamu”. Kata hartamu ikut dalam hukum memakan anak yatim.

Pendapat yang kedua ini merupakan pendapat yang dipakai oleh mayritas ulama’.

Untuk pembahasan batasan yang tidak diikutkan pada perkara yang dibatasi hanya berlaku pada perkara yang tidak sejenis. Jika antara batasan dan perkara yang dibatasi masih tergolong satu jenis maka harus diikutkan.

Contoh, puasa dilakukan mulai siang sampai malam. Antara siang dan malam merupakan perkara yang tidak sejenis. Sehingga malam tidak diikutkan dalam hukum puasa. Berbeda dengan basuhan tangan, antara tangan dan siku merupakan perkara yang sejenis. Sehingga basuhan tangan harus dibasuh beserta sikunya.

Sehingga dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum basuhan tangan tanpa membasuh siku dimunculkan pada penggalan ayat إلَى الْمَرَافِق yang menganggap bahwa setiap sesuatu yang menjadi tujuan hukum maka sesuatu tersebut akan dikeluarkan dari hukum. Untuk hukum basuhan tangan besertaan dengan membasuh sikunya muncul dengan landasan kalimat إلَى pada ayat tersebut bermakna مع. Dan setiap perkara yang menjadi tujuan hukum akan diikut sertakan jika masih tergolong satu jenis.

Baca Juga: Alasan di Balik Munculnya Rukun Niat Wudhu


Penulis: Achmad Ghofar Wijayanto