
Pokok-pokok ajaran agama Islam tidaklah berubah. Hal-hal utama terkait akidah di dalam Islam sejatinya pakem tidak bisa dirubah, maka terdapat validasi bahwasanya Islam ialah agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya yang dibawa oleh para Nabi. Allah SWT berfirman:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ ۗ وَمَا ٱخْتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلْعِلْمُ بَغْيًۢا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Q.S. Ali Imran: 19)
Semuat umat manusia dari latar belakang apa pun di muka bumi ini pasti membutuhkan tatanan agama dalam hidupnya, sebab manusia dikaruniai nurani yang tentu lekat dan berkaitan dengan nilai religi. Agama lahir sebagai penuntun manusia kepada jalan yang benar. Di dalam agama Islam sendiri, hakikat diciptakannya manusia adalah supaya mereka beribadah atau menyembah Allah SWT, sebagaimana tertulis dalam al-Quran, yang berbunyi:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku.”
Dari ayat di atas, kita dapat menarik benang merah, bahwasanya hakikat utama penciptaan manusia adalah untuk menyembah dan beribadah atau mengabdi kepada sang Khaliq atau Pencipta. Adapun konsep ajaran agama Islam yang benar ialah sebuah konsep yang sebagaimana dirumuskan oleh para ulama salafusshalih atau ulama-ulama terdahulu, yang dikenal sangat hati-hati dalam menafsirkan al-Quran juga hadis. Salaf adalah ajaran terdahulu, ajaran salaf bukanlah madzhab, karena para ulama-ulama salaf sendiri tidak ada yang mengatasnamakan atau mengakui ajaran yang dia bawa sebagai madzhab salaf, atau yang kita kenal sekarang sebagai kelompok salafi.
Ulama salaf, ialah para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin yang hidup sampai batas 300 H. Merekalah sebaik-baiknya generasi, sebagaimana termaktub dalam hadits nabi SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud dari nabi SAW:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمَيْنُهُ وَ يَمَيْنُهُ شَهَادَتُهُ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’in), kemudian yang setelahnya lagi (atba’it tabi’in), kemudian akan datang suatu kaum yang persaksiannnya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.”
Sedangkan ulama khalaf adalah sebutan bagi ulama Islam yang hidup sesudah tahun 300 H sampai dengan sekarang. Menurut buku Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Gzahali karya M. Abdul Mujieb dan kawan-kawan, khalaf berarti yang datang kemudian, atau masa atau generasi belakangan, Dalam buku tersebut dijelaskan, khalaf adalah generasi yang datang setelah generasi salaf dan hidup pada tahun setelah tahun 300 Hijriah sampai saat ini.
Pada generasi ini, perkembangan ijtihad (cara seorang ulama dalam menggali hukum syariat dengan metode tertentu) dalam hukum Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut disebabkan karena wilayah ijtihad semakin berkembang dan luas seiring dengan pertumbuhan zaman. Beberapa ulama Islam yang hidup sesudah tahun 300 H sampai sekarang yang terkenal contohnya Al-Ghazali, As-Suyuthi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan seterusnya.
Maka sebagai seorang Ahlusunnah wal jamaah kita diharuskan untuk tetap lurus pada ajaran Islam yang benar, sesuai dengan al-Quran dan hadits Nabi Muhammad Saw, tentunya harus didasari dengan sumber penafsiran mengenai kontekstual dari al-Quran dan hadits dari para ulama yang lurus. Sebagai manusia yang masih jauh dari kata kesempurnaan dalam ilmu agama terkhususnya, kita dianjurkan untuk mengambil fatwa para ulama, atau yang kita kenal dengan ijma’ ulama sebagai tuntunan kita dalam mengarungi lautan keilmuan yang luas.
Penyebar Agama Islam di Indonesia
Agama Islam sendiri datang ke Indonesia melalui penyebaran yang dilakukan oleh para ulama terdahulu, salah satu ulama yang paling dikenal dalam penyebaran ajaran agama Islam terkhususnya di daerah pulau Jawa, ialah sebagaimana yang dilakukan oleh para wali songo.
Wali songo adalah sembilan tokoh yang menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa pada abad ke-14 hingga ke-18. Istilah wali songo berasal dari kata wali (bahasa Arab) yang artinya wakil dan sanga (bahasa Jawa) yang artinya sembilan. Kesembilan tokoh tersebut dipanggil dengan sebutan sunan yang berasal dari kata susuhunan. Gelar sunan hanya diberikan untuk orang-orang yang diagungkan dan dihormati. berikut adalah tokoh dan penjelasan mengenai kesembilan wali songo yang masyhur, sebagai berikut:
Sunan Maulana Malik Ibrahim
Syekh Maulana Malik Ibrahim memiliki nama lengkap Maulana Makdum Ibrahim as-Samarkandi, diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah. Versi lainnya Sunan Maulana Malik Ibrahim juga dikenal sebagai Syekh Maghribi atau Sunan Gresik ini berasal dari daerah Maghreb (Afrika Utara). Ada juga berpendapat dari Gujarat, dari Campa, bahkan berdasarkan baris kelima prasasti di makam beliau, mengatakan Sunan Maulana Malik Ibrahin dari Kashan, Iran. Sunan Maulanan Malik Ibrahin berdakwah dengan cara budi bahasa yang santun dan akhlak mulia, tidak menentang agama dan percayaan penduduk asli, karena cara-cara baik inilah banyak masyarakat yang tertarik dan masuk Islam.
Sunan Ampel
Merupakan anak dari Sunan Maulan Malik Ibrahim, nama asli dari Sunan Ampel ialah Sayyid Ali Rahmatullah, dengan nama kecilnya Raden Rahmat. Sunan Ampel diperkirakan lahir pada tahun 1401 M, di Campa kerajaan Islam kuno di daerah Vietnam Selatan, versi lainnya di Kamboja, dan ada juga berpendapat Campa terletak di Aceh, sekarang bernama Jeumpa.
Sunan Bonang
Sunan Bonang putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrawati, lahir tahun1465 M mempunyai nama asli Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Hal ini dilansir dalam buku Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim) yang ditulis Yoyok Rahayu Basuki .Cara dakwah Sunan Bonang dengan akulturasi budaya, penamaan unsur-unsur islami tanpa mengubah budaya atau kebiasaan masyarakat yang ada sebelumnya, dakwah Sunan Bonang juga dikenal melalui Gamelannya.
Sunan Drajat
Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim dengan gelar Raden Syarifudin, lahir pada tahun 1470 M, anak kandung dari Sunan Ampel, serta saudara laki-laki Sunan Bonang.Sunan Drajat dikenal pemuda cerdas, ketika dewasa telah mendirikan pesantren Dalem Duwur, di Desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan. Metode dakwah Sunan Drajat mendirikan rumah penampuangan anak yatim-piatu atau orang yang tidak mempunyai rumah, kemudian perlahan berubah menjadi pesantren untuk menyebarkan Islam.
Sunan Giri
Profil Sunan Giri yang dilansir oleh Alik Al-Adhim dalam buku berjudul Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Sunan Giri lahir pada tahun 1442 M di Blanbangan, Jawa Timur.Sunan Giri putra Syekh Maulana Ishaq atau saudara kandung Sunan Gresik, dengan begitu Sunan Giri masih saudara sepupu dengan Sunan Ampel. Metode Dakwah Sunan Giri dengan menciptakan karya seni, seperti lagu berbahasa jawa Asmarandana dan Pucung, dan permainan anak-anak lir-ilir, cublak-cublak suweng.
Sunan Kudus
Sunan Kudus putra dari Raden Ustman Haji dengan Syarifah. Nama asli Sunan Kudus adalah Ja’far Shodiq. Sunan Kudus memiliki gelar Waliyyul Ilmi karena memahami berbagai ilmu agama, seperti ilmu tauhid, hadis, ilmu fiqih, sastra mantiq, usul. Metode dakwah Sunan Kudus melalui kesenian, yaitu Gending Maskumambang dan, Mijil.
Sunan Kalijaga
Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Said, beliau lahir tahun 1450 M merupakan putra dari Ki Tumenggung Wilatikta, dan ibunya Raden Mas Jumanten Retna Dumilah Nawangrum.Metode dakwah Sunan Kalijaga menjadi dalang dan menciptakan beberapa lakon pewayangan, berjudul Dewi Ruci, Jimat Kalimasada, Petruk Dadi Ratu.
Sunan Muria
Profil Sunan Muria yang ditulis oleh Yandi Irshad Badruzzaman dalam buku berjudul Tasawuf Dalam Dimensi Zaman : Definis, Doktrin, Sejarah,dan Dinamika keutamaan, dijelaskan bahwa nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Sa’id. Metode dakwah Sunan Muria sama seperti Sunan Kalijaga menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya, seperti Sunan Muria suka menggelar lakon Carangan Dewa Ruci, Dewa Srani, Jamus Kalimasada, Begawan Ciptaning,Semar Ambrangan Jatur.
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati mempunyai nama asli Syarif Hidayatullah atau Syarif Al-Kamil, lahir tahun 1448 M, oleh dari pasangan Syarif Abdullah Umdatudin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang atau Syarifah Mudaim. Metode dakwah Sunan Gunung Jati diantaranya Gamelan Sekaten atau Gamelan Syahadatan, masyarakat bila ingin menonton ini cukup bayar dengan dua kalimat syahadat “Ayshadu An-la ilaha illallah, Wa Ayshadu Anna Muhammadar Rasulullah”.
Wali songo sebenarnya hanyalah contoh kecil dari para ulama yang ikut turut serta berjasa mengenai penyebaran agama Islam di bumi Pertiwi ini, sebenarnya ada banyak ulama, tokoh yang juga turut ikut andil dan ambil peran dalam menyebarkan agama Islam secara aktif. Namun, wali songo dapat menjadi representatif, bahwasanya agama Islam pun ada di Indonesia karena jasa dan budi yang besar dari para kiai dan ulama. Maka sungguh ucapan dan argumen yang keliru, apabila ada orang yang mengambil sebuah hukum dalam Islam, kemudian disebarluaskan kepada orang banyak, dan membuat pengakuan bahwasanya ia tidak membutuhkan siapa pun untuk belajar, terlebih dalam mempelajari agama Islam.
Sudah seharusnya sebagai manusia yang berakal dan mempunyai pikiran, untuk senantiasa mengilhami dan mengikuti ajaran yang telah diajarkan melalui para ulama dan kiai, agar senantiasa hidup kita sesuai dengan ajaran Ahlusunnah wal jamaah, sehingga bisa dikumpulkan bersama para orang salih di surganya kelak, Aamiiin Amiin Yarabbal alamiin. Wallahu a’lamn bis showab.
Baca Juga: Dahsyatnya Produktivitas Ulama Zaman Dulu, Bikin Kita Malu
Penulis: Muttaqin Hidayatullah