Suasana pameran Batik Sekar Jati by Ririn Asih Pindari (dok. Ist)

Di tengah budaya Indonesia yang mulai tergeser oleh modernisasi, tergerusnya peradaban, dan masifnya teknologi, seorang Perempuan asal Jatipelem Jombang, Ririn Asih Pindari memilih menekuni salah satu budaya Indonesia, yaitu membatik. Sebuah perjalanan yang tidak mudah, dan diperlukan semangat yang besar, dedikasi, dan komitmen yang kuat untuk menjaga dan melestarikan budaya Indonesia ini.

Ririn adalah sosok perempuan yang melestarikan warisan budaya Indonesia dengan mempertahankan dan mengembangkan seni membatik. Seorang perempuan yang memiliki komiten tinggi dan tidak tergoyahkan terhadap hobi membatiknya dan sekaligus didorong dengan keininannya untuk melestarikan warisan budaya indonesia yang sangat berharga ini. Ia percaya dengan hobinya ini ia dapat menginspirasi kaum muda untuk ikut serta melestarikan budaya Indonesia ini. Keindahan dari seni batik ini mendorongnya untuk terus memperjuagkan keberadaan batik di Indonesia.

Baca Juga: Belajar Batik Ecoprint, Pancing Kreativitas Siswa

Bagi Ririn Asih Pindari, membatik bukan sekadar menggambar biasa akan tetapi suatu hobi yang bisa di bilang sakral. Melalui kontribusinya pada bentuk seni ini, ia mengekspresikan pengabdian dan rasa hormat dan merasa puas dengan karyanya. Membatik sudah menjadi bagian penting dan integral dalam hidupnya.

Langkah Awal di Dunia Membatik

Perjalanan Ririn Asih Pindari di dunia batik dimulai secara tidak sengaja pada tahun 1997. Saat itu, ayahnya yang kebetulan menjabat sebagai lurah di desanya tersebut, lalu ada pelatihan membatik dari Dinas Perindustrian. Ririn Asih yang saat itu masih muda ikut serta dalam pelatihan membatik tersebut.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Awalnya batik di Jombang ini dipegang oleh ibunya yang suka membatik juga akan tetapi, kondisi industri batik di Jombang saat itu masih sepi, bahkan bisa dibilang mati suri dan ibu Ririn Asih tidak melanjutkan membatiknya setelah pelatihan tersebut Ririn masih memilih bekerja di kantor. Tak ada geliat produksi yang besar, dan batik belum menjadi identitas yang kuat di Jombang pada saat itu.

“Jadi setelah pelatihan itu aku sudah tidak lagi ikut berkecimpung di batik tersebut. Dan hanya ibu saja aku sempat kerja di kantor. Kemudian tahun 2006-2007 karna pada dasarnya hobi saya adalah menggambar, akhirnya berlatih lagi, belajar lagi, secara intens di balai besar batik jogja untuk proses warna alam batik tulis,” ungkapnya saat diwawanacara, Ahad (4/5) di ruang kerjanya.

Barulah sekitar tahun 2006 hingga 2007, rasa cintanya pada seni menggambar membawanya kembali ke dunia batik dengan semangat baru. Ia memutuskan untuk belajar lebih serius di Balai Besar Batik di Yogyakarta.

Di sana, ia mendalami teknik batik tulis dengan pendekatan yang lebih mendalam menggunakan bahan-bahan alami dan mempelajari filosofi di balik setiap motif. Dari sinilah babak baru dalam hidupnya dimulai, tidak sekadar membatik, tetapi juga memahami ruh dari setiap helai kain yang ia hasilkan.

Menembus Pameran Internasional

Pameran Batik ibu Ririn Asih di Tokyo fashion week. (dok. Ist)

Bagi Ririn Asih, batik bukan sekadar kain bermotif indah. Di balik setiap goresan pola, tersimpan cerita dan identitas budaya yang tak ternilai dan keinginannya untuk memperkenalkan bahwa di Indonesia memiliki seni batik yang begitu indah ke dunia luar. Inilah yang memotivasinya untuk membawa batik keluar dari batas lokal menuju panggung dunia.

Baca Juga: Mahasiswa PGMI Unhasy Belajar Membatik

“Saya ingin dunia tahu bahwa Indonesia punya warisan budaya yang luar biasa. Batik adalah salah satunya,” tuturnya penuh semangat.

Berangkat dari semangat itu, pada tahun 2006 – 2007 ibu Ririn Asih mulai aktif membatik lagi dan mengikuti berbagai pameran nasional maupun internasional. mulai saat itulah batik di Jombang mulai berkembang dan di kenal oleh banyak orang. Tak tanggung-tanggung ibu sekar memeiliki cara hebat dalam mempromosikan batiknya ini ke dunia luar, karyanya telah dipamerkan di berbagai negara seperti Jepang, tepatnya di Tokyo, lalu Jordan, hingga ke Belanda.

“Itu salah satu cara mempromosikan batik ke tingkat internasional,” ujarnya.

Di tiap kesempatan, ia tak hanya memamerkan batik sebagai produk fashion, tetapi juga memperkenalkannya sebagai simbol budaya Indonesia yang kaya akan filosofi. Dengan membawa batik tulis hasil desainnya sendiri yang menggunakan pewarna alami dari tumbuhan, tanaman dan pepohonan dan memadukan motif tradisional dan sentuhan modern ibu Ririn Asih berusaha menyesuaikan selera pasar global dengan tanpa kehilangan akar budaya inilah yang membuat ia semangat dan bangga pada budaya Indonesia yang dibawanya itu. Baginya, ini adalah bentuk diplomasi budaya yang lembut namun bermakna.

“Biar orang luar tahu, kalau batik itu bukan cuma indah, tapi juga punya cerita dan proses yang khas,” tambahnya.

Akan tetapi, upaya tersebut tentu tidaklah mudah. Di tengah arus modernisasi dan persaingan global, ia menghadapi tantangan besar yaitu menjelaskan bahwa batik tulis yang benar-benar dibuat dengan tangan, bukan dicetak mesin dan masih benar – benar go green dan menjaga bumi ini agar tidak begitu tercemar. Mulai dari proses pembuatan motif yang begitu rumit, hingga pewarnaan yang menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuhan,kayu – kayu an, semua dilakukan secara manual.

“Banyak yang belum tahu bedanya batik tulis dan batik cetak. Padahal, batik tulis itu punya nilai seni dan waktu pengerjaan yang jauh lebih lama,” jelasnya. Di saat batik cetak kian mendominasi karena praktis dan murah, ia terus berupaya menjaga nilai orisinalitas dan edukasi kepada pasar luar negeri.

Mengembangkan Batik Khas Jombang di Era Modern

Rumah Produksi ibu Ririn Asih Pindari, Pemilik Butik batik Sekar Jati. (dok. Puspita)

Setiap batik yang ada di Indonesia memiliki makna dan ciri khas tersendiri dari setiap daerahnya. Ciri khas batik Jombang ini bisa dikenali dari motifnya yang unik dan berbeda dengan daerah lain. Setiap garis dan pola menyimpan cerita lokal yang kuat, mencerminkan identitas budaya masyarakat Jombang.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Menjadi Apoteker hingga International Entrepreneur

Menariknya, Ririn Asih menjadi sosok pelopor yang pertama kali mengenalkan batik tulis dengan pewarna alami di Jawa Timur. Inovasi ini tak hanya menjadikan batik Jombang lebih ramah lingkungan, tetapi juga menghadirkan nuansa klasik yang elegan dan berkelas.

Namun, baginya, mempertahankan warisan budaya saja tidak cukup. Agar batik Jombang bisa diterima oleh masyarakat luas, ia merasa perlu mendekatkannya pada semua kalangan dari generasi tua hingga anak muda. Ia sadar, stigma bahwa batik hanya cocok dikenakan oleh orang tua atau hanya digunakan pada acara formal masih melekat kuat di masyarakat. Oleh Karena itu, ia mulai merancang desain batik yang lebih casual dan fleksibel, bisa dipakai dalam berbagai suasana, dan tetap modis di berbagai usia.

“Aku ingin membuat batik itu yang semenarik mungkin jadi mau di pakai dari segala suasana bisa mau pesta, kondangan, untuk jalan – jalan dan sebagainya itu masih bisa di pakai jadi untuk desainnya saya buat yang lebih casual kontemporer,” ujarnya.

Dengan semangat itu, batik Jombang kini hadir dalam bentuk yang lebih segar tanpa kehilangan akar tradisinya. ibu Ririn Asih membuktikan bahwa batik bisa terus hidup, bahkan tumbuh di tengah gaya hidup modern. Ia pun menyediakan produksi batik ada batik tulis dan batik cetak dan memiliki pabrik atau produksi sendiri untuk memebuat batik tersebut. hingga saat ini sudah menerima banyak pesanan batik dari berbagai sekolah, instansi dan lain-lain.

Namun, untuk pemesanan batik seragam atau batik sekolah ibu ririn sudah mengikuti pasar saat ini yaitu menggunakan batik printing atau handprint dan bukan batik tulis karena tidak memungkikan jika pesanan yang begitu banyak dilakukan dengan tangan atau manual. Maka dari itu, Ririn Asih menggunakan printing untuk pesanan baju sekolah. Akan tetapi beliau tetap menerima pesanan dengan batik tulisnya untuk pesanan hantaran atau seserahan.

Baca Juga: Muda dan Berani! Perjalanan Bisnis Aril dari Kafe ke Brand Fashion

Di tengah semangat melestarikan budaya, perempuan asal Jombang ini, tetap menyadari bahwa batik juga harus bisa bertahan secara bisnis. Ia berharap kedepan batik Jombang semakin diminati dan mampu menjangkau pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional. Harapannya, batik Jombang tidak hanya dikenali sebagai budaya, akan tetapi memiliki daya saing di industri kreatif. Dengan strategi pemasaran yang tepat dan inovasi yang terus berjalan, ia optimis bahwa  batik Jombang bisa menjadi ikon daerah yang membangggakan sekaligus menggerakan roda perekonomian lokal.



Penulis: Puspita Sari, Mahasiswa KPI Unhasy.