sumber gambar: rca.ac-uk

Pekat dan Kesendirian

Mengawali debut perjalan baru, menelusuri semak belukar, yang pasti bertepi. Dengan sungai kah, atau dengan tebing tinggi, atau jurang tajam yang menghujam bagi jiwa jiwa lemah yang baru melihatnya.

“Bagaimana tentang itu?” Raut penasaran keji lagi aneh.

“Bagus, tak ada masalah.” Ekspresi persembunyian yang masih jauh dari ahli. Terbaca. “Cerita saja, kita keluarga, buat pelajaran, nanti kita atau aku bisa sedikit memberi solusi, kamu kan pemula, tentu butuh banyak asupan pengalaman, saran-saran baik dari yang sudah lama.” Tanpa ada gesture rasa bersalah, SEDIKIT PUN.

Gila! Kukira, pekat ini akan segera beralih menjadi hal lain yang menyembuhkan, ternyata semakin hitam, gelap, dan lebih jauh lagi membawa ke kesendirian. Tangisan itu sudah tanpa air mata. Semua yang harusnya privasi, malah begini, sebab sudah sendiri sendiri. Masing-masing telah bersandar di atas bahteranya, ternyata TIDAK!

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kesendirian itu memanggil, untuk segera mendatanginya. Nampaknya dia sudah tak lagi bisa melepaskanku begitu saja. Tenggelamlah diri ini bersama pekatnya kesendirian, bersama kebencian, bermacam dugaan, konotasi buruk rupa dari lingkaran terdekat, menjadi pekat dan hilang bersama kesendirian lagi.

Tentang titik terang, semu. Dipudarkan oleh yang ingin, hanya memudarkan dan kemauannya sendiri yang dipenuhi, tanpa berpikir akibat apa lagi dan yang lain-lainnya. Sunyi, sepi.

Cls, 150524, 07.08, halub©



Keluarga Nera

Selalu tentang apa yang mereka mau,

Tentang yang aku mau, itu tak ada, hanya ada HARAM!

Melalui banyak pintu, seolah itu untukku. Tidak. Itu hanya alat untuk melancarkan apa pun yang mereka MAU!

Melewati peduli, TIDAK! Itu semu. Hanya hiasan murahan bibir, MENYAKITKAN!

Siapa yang menjalani HIDUP INI!? Siapa pula yang HARUS MENDERITA!? Balutan religius BENGIS! Sangat BENGIS! Pilu, sangat menyiksa dan menyayat HATI!

“Setiap apa pun yang dirasakan, tidak akan pernah benar sifatnya hanya dengan omongan. Seperti manisnya rasa manis, pahitnya rasa pahit, tidak akan pernah diketahui sampai meraskannya.”

Nasihat itu menguntai hebat di benakku. Terpikirkan akan banyak hal, banyak sekali. Mulai dari atas nama keluarga yang sangat menyakitkan. Tak akan pernah dianggap sebagai anggota, kalau tak melakukan apa yang diinginkan petinggi di sana.

Gersang, sepi, menyayat hati kurasakan. Mereka pikir bagus! Mereka pikir menawan! Mereka pikir paling tertepat sedunia! SETAN! Begitulah keluarga itu, menyakiti anggotanya dengan beragam topeng merangkul. BENGIS!

Sudah berapa gelas kopi pahit pekat tandas!? Hanya untuk mengusir sisi kelembutan hati ini, agar ikut jua menjadi gelap seperti petinggi keluarga Nera; yang tanpa pekatnya kopi pun sudah sekejam itu.

Tak ada lagi menangis. Air mata sudah kering beberapa bulan lamanya, digantikan hati yang menangis dari sisi terdalam dan terkelam. “Kalau kau tak lepaskan, jangan kau injak lagi rumah ini!” Terhempaslah jiwa rapuh ini, hancur dan remuklah tak berkeping. Siapa yang menjalani, siapa juga yang sanksi, begitu menyayat HATI!

Cls, Rab150524, 06.17, halub©



Bukan Begitu

Ocehan pengoceh, terus mengoceh, katanya: selagi masih hidup, kalau sudah mati, tak lagi bisa begitu. Padahal, bukan begitu juga. Luka batin masa lampau, diulik lagi, lagi, dan lagi. Menangis tanpa air mata dibuatnya. Hanya lega satu pihak, pihak lain HANCUR! Itulah kemenangan sejati, katanya.

Tak terpikirkan. Kostum adem, itu sekilas ketika yang belum tahu menerawang, menerka bebas tanpa batas. Ada sembilu sukses menembus dari punggung hingga ulu hati. Itu baru awal pertemuan dan percakapan, belum berhari-hari, berpekan-pekan, apa gila jika berbulan-bulan? Krisis sudah penilaiankau.

Ini, sudah masanya. Sudah tiba untuk berlabuh di tempat lain, tanpa ocehan serupa yang hanya selalu maunya begitu, padahal seharusnya bukan begitu. Tapi sayang, jalan yang diinginkan tak semudah yang telah tertulis di buku planing harian.

Dengan nada, raut muka, gelagat tubuh, semua menggambarkan keotentikan, tentang cara saklek berkomunikasi satu arah saja. Harusnya bukan begitu. Sakit memang, luka batin masa lalu, peninggalan hutang pengasuhan yang, sulit juga dikata benar, apa lagi dikata salah, alasannya tak ada yang pernah sempurna di dunia ini.

Cls, Rab150524, 06.28, halub©




*Halub, dari Kuala Lumpur, satu poros pondasi dari bahtera itu adalah LAKI-LAKI, jika mereka beres, kelar relung permasalahan dengan segala dramanya. Menetap di Tangsel – Pamulang. Ig: halubz.