
Tebuireng.online— Dosen Pascasarjana PTIQ, Dr. Hj. Nur Rofi’ah hadir mengisi workshop Keluarga Maslahat untuk Santri Senior yang diinisiasi oleh PBNU melalui GKMNU tentang Konsep Keluarga Maslahah yang menjadi dasar dalam membentuk keluarga yang sejahtera. Acara yang berlangsung 2 hari sejak Sabtu (28/12) hingga Ahad (29/12) ini diikuti oleh 62 kader NU kab/kota di Jawa Timur.
Pada kesempatan itu, Founder Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) itu menjelaskan, keluarga maslahah harus berfungsi sebagai madrasah atau sekolah bagi semua anggotanya, terutama bagi pihak yang lebih lemah, seperti anak-anak dan perempuan.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu menekankan bahwa dalam sebuah keluarga, tidak boleh ada pihak yang saling menundukkan atau melunturkan status, baik suami, istri, atau anggota keluarga lainnya. Sebaliknya, peran keluarga adalah untuk saling menguatkan dan meluruskan tujuan hidup, bukan untuk mengurangi martabat satu sama lain.
Dalam pandangannya, prinsip keluarga maslahah adalah tidak boleh mendzalimi pihak yang lemah. “Dalam Islam, tujuan utama pernikahan adalah untuk memberikan ketenangan jiwa, bukan sekadar hubungan fisik antara dua individu, tetapi lebih kepada hubungan antara dua makhluk yang memiliki akal dan budi,” oleh karena itu, menurutnya pernikahan harus dijalankan dengan penuh kesadaran dan bijaksana, sesuai dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi martabat manusia.
Di forum itu, Nur Rofi’ah juga menanggapi isu pernikahan di usia muda. Baginya pernikahan pada usia anak tidak hanya berisiko terhadap kesehatan fisik, tetapi juga dapat mengganggu kestabilan mental dan emosional, serta berisiko menyebabkan perempuan mengalami kehamilan dan proses nifas di usia yang sangat muda.
Baca Juga: Membangun Keluarga Maslahat Perspektif Islam dan Tradisi Nahdlatul Ulama
Ia menjelaskan bahwa dalam hal ini, Maqoshid Syari’ah atau tujuan hukum Islam menekankan pentingnya menjaga kesejahteraan fisik, mental, dan spiritual semua pihak yang terlibat dalam pernikahan. Pernikahan harus dapat memanusiakan manusia, menjaga akal dan martabat, serta tidak membuang-buang harta tanpa tujuan yang jelas untuk kemaslahatan bersama.
Selain itu, aktivis Fatayat NU itu menjelaskan pandangan dari Nahdlatul Ulama (NU) mengenai prinsip kemaslahatan. Perpsektif NU menurutnya, kemaslahatan tidak hanya berarti menghindari keburukan, tetapi lebih kepada mencegah keburukan yang dapat muncul. Prinsip kemaslahatan bersifat universal, namun bentuk dan penerapannya sangat kontekstual sesuai dengan kondisi masyarakat.
Sebagai penutup, Bu Nyai Nur Rofi’ah mengungkapkan bahwa sebuah keluarga harus memiliki pondasi prinsip yang kokoh agar dapat menjadi keluarga yang maslahah. Prinsip tersebut terdiri dari lima pilar utama:
Pertama, suami dan istri harus saling meyakini dan berkomitmen terhadap pernikahan mereka sebagai pasangan hidup. Kedua, mereka harus menjaga janji yang telah dibuat di hadapan Allah. Ketiga, mereka perlu bergaul dengan bermartabat dan penuh kasih sayang, termasuk melalui doa bersama. Keempat, keluarga harus mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam setiap keputusan, dan kelima, saling meridai antara suami dan istri, serta menjaga keseimbangan dalam hubungan rumah tangga.
Baca Juga: Psikolog Keluarga, Nurmey Nurulchaq Ungkap Cara Hadapi Emosi Anak
Berdasarkan landasan ini, diharapkan keluarga dapat menjadi tempat yang penuh berkah, aman, dan membawa kemaslahatan bagi seluruh anggotanya, serta memberi kontribusi positif bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pewarta: Albii