
Oleh: Munawara*
Pesatnya perkembangan teknologi sedikit banyak memberi pengaruh terhadap perubahan kehidupan sosial masyarakat. Salah satunya adalah persoalan kekompakan misal gotong royong atau tradisi yang biasa dilakukan baik di pedesaan atau perkotaan. Ada banyak orang yang menyeru tentang individualisme kehidupan masyarakat di era ini, tetapi di sisi lain banyak orang juga masih mengakui kekompokan dalam melestarikan kehidupan bersama salah satunya dengan tetap lestarinya gotong royong. Namun tentu, tak semua mengalami itu, bukti nyata gotong royong masih berlaku di desa aya. Yang menjadi pertanyaan barangkali adalah apakah hal ini hanya terjadi di desa? Atau masyarakat kota juga masih melestarikan hal demikian?
Fenomena gotong royong di desa yang tetap lestari di tengah globalisasi adalah contoh yang menarik tentang bagaimana nilai-nilai tradisional dapat bertahan dan bahkan berkembang meskipun terpengaruh oleh modernisasi. Di era globalisasi, banyak masyarakat yang terjebak dalam budaya konsumerisme dan individualisme, tetapi di desa-desa tertentu, semangat kolektivitas dan kebersamaan masih kuat.
Gotong royong di desa sering kali menjadi fondasi dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial dan ekonomi. Misalnya, dalam kegiatan pertanian, pembangunan infrastruktur, atau perayaan adat, warga desa saling bahu-membahu tanpa mengharapkan imbalan materi. Hal ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial, tetapi juga menciptakan rasa kepemilikan terhadap lingkungan dan komunitas.
Keberlanjutan gotong royong juga dapat dilihat sebagai respon terhadap tantangan yang dihadapi oleh masyarakat modern, seperti alienasi dan krisis identitas. Dengan mempertahankan tradisi ini, desa-desa tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga membangun ketahanan sosial di tengah gempuran nilai-nilai baru.
Namun, untuk memastikan gotong royong tetap relevan, penting bagi masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Mengintegrasikan teknologi dengan prinsip gotong royong, misalnya, dapat meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan tanpa menghilangkan esensi kebersamaan.
Secara keseluruhan, gotong royong di desa yang lestari adalah simbol bahwa nilai-nilai kolektif masih memiliki tempat dalam dunia yang semakin individualistik. Ini menunjukkan bahwa meskipun globalisasi membawa banyak perubahan, tradisi dan kebersamaan tetap dapat menjadi kekuatan yang mengikat masyarakat dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari.
Memaknai Kelestarian Tradisi Gotong-royong
Fenomena budaya gotong royong saat ini menunjukkan ketahanan nilai-nilai tradisional di tengah arus modernisasi dan individualisme. Meskipun kita hidup di era yang semakin cepat dan terkoneksi, semangat gotong royong masih relevan dan menjadi solusi bagi berbagai tantangan sosial yang dihadapi masyarakat.
Di banyak komunitas, gotong royong berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat solidaritas antarwarga. Dalam kegiatan seperti pembangunan infrastruktur, perayaan tradisi, atau penanganan bencana, kolaborasi ini menciptakan rasa saling memiliki dan tanggung jawab bersama. Dalam konteks sosial yang lebih luas, gotong royong juga membantu mengatasi masalah seperti kemiskinan dan ketidakadilan, di mana solidaritas masyarakat dapat mengurangi beban individu.
Baca Juga: Pesona Budaya Gotong Royong di Pedesaan
Namun, di era digital saat ini, tantangan baru muncul. Masyarakat sering terjebak dalam kesibukan masing-masing, sehingga interaksi sosial berkurang. Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan nilai gotong royong dengan teknologi. Misalnya, platform digital dapat digunakan untuk memfasilitasi koordinasi kegiatan komunitas, sehingga semangat gotong royong dapat terjaga meskipun dalam konteks yang lebih modern.
Secara keseluruhan, budaya gotong royong saat ini bukan hanya sekadar warisan, tetapi juga modal sosial yang kuat. Dengan beradaptasi pada perkembangan zaman, gotong royong dapat terus berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Sisi Lain di Kota dan di Desa
Gotong royong di kota memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan di desa, tetapi esensinya tetap sama, kebersamaan dan solidaritas. Di lingkungan perkotaan, di mana kehidupan seringkali lebih cepat dan individualistis, praktik gotong royong muncul dalam berbagai bentuk yang kreatif dan inovatif. selain itu di kota, gotong royong sering terlihat dalam bentuk kegiatan komunitas, seperti membersihkan lingkungan, menanam pohon, atau memperbaiki fasilitas umum. Banyak komunitas urban yang mengadakan program kebersihan atau kegiatan penghijauan yang melibatkan warga setempat.
Selain itu, gotong royong juga terwujud dalam bentuk dukungan terhadap sesama, misalnya dalam membantu korban bencana atau memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Kegiatan ini sering diorganisir oleh kelompok masyarakat atau organisasi non-pemerintah. Dalam konteks ekonomi, gotong royong muncul melalui usaha bersama, seperti koperasi atau pasar komunitas. Warga kota dapat berkolaborasi untuk mempromosikan produk lokal dan mendukung perekonomian satu sama lain.
Meskipun tantangan seperti kesibukan dan alienasi sering dihadapi, gotong royong di kota menunjukkan bahwa semangat kebersamaan tetap ada dan dapat berkembang. Dengan memanfaatkan kreativitas dan teknologi, gotong royong di lingkungan urban dapat menjadi alat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih kohesif dan berdaya. Dari banyaknya fakta yang kita lihat termasuk perbedaan dalam menyikapi salah satu budaya dalam bentuk gotong-royong desa dan kota memiliki cara tersendiri untuk memaknai dan menerapkannya. Sehingga secara eksplisit kita pahami gotong royong itu masih ada walau keberadaannya memiliki cara tersendiri dan dengan alasan yang berbeda unutk kegunaan yang sebenarnya sama.
*Dosen KPI Universitas Hasyim Asy’ari.