
Oleh: Ziana Nirmalasari*
Dan pada kurun waktu belakangan ini, Quarter Life Crisis sering menjadi perbincanga n yang hangat di berbagai media sosial yang ada, khususnya di beranda twiter milik saya. Krisis ini berakar pada sebuah tuntutan baik dari eksternal maupun internal. Quarter Life Crisis memilik i arti reaksi individu yang berada di fase ketidakpastian yang memuncak. Quarter Life Crisis berdampak pada kaum millenial yang sering merasa tidak nyaman, overthinking, dan depresi.
Sebagai seorang mahasiswa semester 4 yang sudah mulai memikirkan masa depan, mau jadi apa nanti, dan takut tidak jadi apa-apa, bahkan sudah memikirkan nanti setelah lulus mau kemana (tidak pasti). Hal tersebut merupakan gejala Quarter Life Crisis. Terdapat beberapa gejala yang dapat memicu adanya Quarter Life Crisis yang bisa dilihat selain yang sudah disebutkan tadi, yaitu
Gejala Quarter Life Crisis yaitu: insecure, merasa “terjebak” dan membutuhkan perubahan, tidak mampu untuk berkomitmen, sulit mengambil keputusan, merasa dirinya terisolasi dan kesepian, cemas, overthinking dan depresi, sering merasa kehabisan waktu dan kehilangan arah. Berada didalam fase Quarter Life Crisis memang cukup berat, namun fase ini merupakan fase pendewasaan yang dapat memotivasi kita untuk bisa hidup lebih baik dari sebelumnya jika kita benar-benar mau melakukan suatu gebrakan perubahan. Namun saat ini gejala yang paling sering dirasakan oleh sebagian besar kaum millenial adalah overthinking.
Takut Tambah dewasa, itulah kalimat yang sering menghantui pikiran, perasaan, dan perilaku dari generasi Z yang dapat menimbulkan overthingking. “Overthingking” atau berpikir secara berlebihan, menjadi kata yang sangat akrab dan kerap sekali terdengar di kalangan para remaja, khususnya juga pada generasi gen Z.
Seorang pakar Psikologi Universitas Gajah Mada, Dr. Nida UI Hasanat, M.Si., Psikolog., menjelaskan bahwa dalam psikologi komunikas i overthinking ini dimaknai sebagai cara berpikir yang berlebihan dan cenderung mengarah negatif. Namun, pada kalangan gen Z overthingking lebih familiar, diartikan sebagai pemikiran berlebih. Dalam hal ini, overthinking termasuk kedalam sebuah peristiwa psikologi komunikasi karena dapat mengendalikan mental dan juga meramal behavioral seseorang.
Banyak yang beranggapan bahwa overthinking merupakan hal yang wajar untuk manusia namun overthinking juga dapat menjadi masalah yang serius. Karena overthinking bisa memicu terjadinya stress hingga depresi pada diri seseorang. Penyebab awal terjadinya overthinking juga sangat beragam, tergantung dengan individu masing- masing dan situasi yang dihadapi yang didasari oleh tingkat kecemasan yang tinggi. Biasanya seorang overthinker mulai memikirkan hal yang belum tentu terjadi,yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi.
Berikut merupakan faktor pemicu overthinking:
- Ekspetasi dengan realita tidak sesuai. Terkadang apa yang sudah dipikirkan sebelumnya tidak dapat dilakukan dengan semestinya karena terdapat beberapa realita yang menyebabkan sesuatu tidak bisa terjadi sesuai apa yang kita inginkan.
- Terdapat masalah yang tidak kunjung selesai. Ada beberapa seseorang yang sedang mengalami suatu masalah, namun belum sempat terselesaikan datang lagi masalah yang baru. Tanpa mencari solusi yang benar, sebagian dari mereka malah berpikiran bahwa masalah tidak ada ujungnya sehingga dapat memicu terjadinya stress.
- Mudah terbawa perasaan (baper). Ketika seseorang berkomentar sedikit negatif tentang kita, kita akan terus memikirkan perkataan tersebut berlarut-larut.
- Kurangnya rasa percaya diri terhadap diri sendiri dengan apa yang apa yang akan dilakukan.
- Terdapat tuntutan ekternal maupun internal. Seperti contoh tuntutan dari orang tua yang mengharuskan anaknya untuk menjadi seorang PNS namun, seorang anak merasa kesulitan dalam mencapai tuntutan itu.
Overthinking yang dilakukan secara terus-menerus dapat berdampak negatif bagi kesehatan mental manusia. Karena dalam kenyataannya masih banyak dari kita yang belum sepenuhnya menerima keadaan kita dimasa sekarang, cenderung masih memikirkan masa lampau dan bahkan takut menghadapi masa depan.
Untuk menghindari overthinking yang berkelanjutan, ada beberapa tips untuk menghindarinya, sebagai berikut:
- Mesyukuri dan senantiasa menerima apa yang sudah kita miliki saat ini.
- Rajin mengevaluasi diri, terkait apa yang menyebabkan kamu overthink ing, dengan begitu diharapkan kita dapat berfikir jernih dalam setiap pengambila n keputusan.
- Menceritakan situasi dan kondisi yang dirasakan kepada orang kepercayaan. Karena terkadang kita tidak bisa memikul beban sendirian perlu seseorang sebagai wadah kita berkeluh kesah, harapannya juga supaya mampu mendapat solusi dan masukan yang baik untuk mengurangi overthingking yang muncul.
- Mencoba hal baru dan keluar dari zona nyaman.
- Fokus menjadi diri sendiri dan meningkatkan velue.
Memahami dan dapat Memulai tahapan-tahapan tips diatas merupakan hal yang hebat, sekarang sebagai generasi Z waktunya untuk mengisi energi dan mulai kembali beraksi. Fokus pada tujuan awal dan melawan adanya Quarter Life Crisis. Lakukanlah apa yang ingin dilakukan dan dikendalikan saat ini. Tidak semua pemikiran yang ada dalam otak kita perlu untuk dijawab. Mari berfikir sewajarnya dan tetap fokus pada tujuan hidup.
*Mahasiswa Amikom Yogyakarta.